twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Kamis, 16 Februari 2012

catatan kuliah== PTUN== (SEKOLAH TINGGI HUKUM GARUT) ;D

LEMBAGA UPAYA PAKSA DALAM PUTUSAN
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)
Perubahan secara umum atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada dasarnya untuk menyesuaikan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
PERUBAHAN PENTING UU PERATUN
Perubahan penting atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 :
 Syarat untuk menjadi Hakim dalam pengadilan di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara ;
 Batas umur pengangkatan Hakim dan pemberhentiannya;
 Pengaturan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian Hakim ;
 Pengaturan pengawasan terhadap Hakim ;
 Penghapusan ketentuan hukum acara yang mengatur
masuknya pihak ketiga dalam suatu sengketa ;
 Adanya sanksi terhadap pejabat karena tidak
dilaksanakannya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
PENILAIAN PTUN
Penilaian badan peradilan hanya dari segi hukumnya (rechmatigheid) saja. Sedangkan alasan-alasan yang dapat digunakan sebagaimana diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 :
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik
AAUPB
Berkaitan dengan penerapan AAUPB sebagaimana diatur Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, ditentukan sebagai berikut :
 Apabila Hakim menerapkan AAUPB sebagai alat Penguji, harus disebutkan asas mana dari AAUPB yang dipakai untuk menguji keabsahan keputusan tata usaha negara tersebut di dalam pertimbangan hukum dan amar putusan
 Dalam hal hakim menerapkan AAUPB sebagai alat untuk menguji, hakim mengacu pada AAUPB sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 53 ayat 2 huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Namun untuk terwujudnya rasa keadilan bagi pencari keadilan jika hakim tidak menemukan AAUPB mana yang akan dipakai sebagai alat penguji keabsahan keputusan tata usaha negara pada penjelasan pasal tersebut, maka dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim mencari dan menemukan AAUPB yang lain untuk dipakai sebagai alat penguji keabsahan dan untuk membatalkan keputusan tata usaha negara (Rakernas Teknis Peradilan Mahkamah Agung RI 18-22 September 2005).
PUTUSAN PTUN
Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang untuk mengeluarkan sesuatu keputusan Tata Usaha Negara karena exclusievly merupakan wewenang Pemerintah. Oleh karena itu pada akhirnya putusan Pengadilan itu harus dilaksanakan oleh pemerintah. Demikian pula dalam hal suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dibatalkan harus dihapuskan, dimana keputusan yang dinyatakan batal itu masih harus dicabut oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan. Jadi dalam diktum putusan Pengadilan hanya memuat perintah agar keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan dan dinyatakan tidak sah itu dicabut.
Mengenai permasalahan ini, undang-undang memberikan jalan keluar bahwa dalam waktu 4 (empat) bulan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tergugat tidak melaksanakan kewajibannya maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.Tetapi ketentuan ini tidak menampung pelaksanaan kasus apabila Tergugat dibebani kewajiban untuk mencabut keputusan tata usaha negara yang bersangkutan dan menerbitkan keputusan yang baru. Dengan hilangnya keputusan yang lama saja sebenarnya tidak cukup.
Mengenai permasalahan ini, berdasarkaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 memberikan ketentuan yaitu :
 apabila dalam hal Tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, Penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar memerintahkan Tergugat melaksanakan putusan Pengadilan.
 Apabila Tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif
Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana di atas, diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panit
EKSEKUSI PUTUSAN PTUN
Salah satu materi yang diamandemen adalah permasalahan eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Hal ini dikarenakan kelancaran jalannya eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 116 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 akan sangat tergantung pada kesadaran sukarela serta sikap dan perilaku dari seluruh jajaran pemerintah (Pasal 116 s/d Pasal 119) dan nampaknya pembuat undang-undang belum sampai hati memberikan posisi yang lebih kuat pada pencari keadilan (Indroharto, 1993: 245).
UPAYA PAKSA
Ketentuan normatif tentang upaya paksa sebagaimana diuraikan di atas, diatur dalam Pasal 116 ayat (4) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yaitu dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. Dalam ayat (5) mengatur bahwa Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Berdasarkan Pasal tersebut di atas, ada 3 (tiga) upaya paksa dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yaitu perintah membayar uang paksa atau dwangsom, sanksi administratif dan pemberitahuan di media cetak setempat atau asas publikasi putusan yang tidak dilaksanakan.
Dari ketiga jenis upaya paksa tersebut diatas, baru dua yang dapat dilaksanakan yaitu : pemberitahuan di media cetak dan sanksi administratif (khususnya untuk pegawai negeri sipil) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sanksi membayar uang paksa atau dwangsom belum bisa dilaksanakan karena belum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang cara pembayaran uang paksa, siapa yang harus menanggung uang paksa (pejabat yang bersangkutan atau negara) dan untuk siapa uang paksa itu akan diberikan.
RUU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara(MENPAN) pada tanggal 12 Juni 2006 lalu telah menyelenggarakan sosialisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Administrasi Pemerintahan dengan mengundang Hakim, Hakim Tinggi dan Hakim Agung Peradilan Tata Usaha Negara Seluruh Indonesia, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) serta pihak-pihak eksekutif yang terkait guna mendapatkan masukan-masukan dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan yang sudah memasuki konsep perubahan ke-13.
SUMBER HUKUM MATERIIL PERADILAN TATA USAHA NEGARA
 Peraturan tentang Administrasi Pemerintahan sangat diperlukan dalam rangka upaya meningkatkan tata pemerintahan yang baik (good governance) dan sebagai upaya untuk mengurangi korupsi, kolusi dan nepotisme karena dalam peraturan tersebut dimuat Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) yang menjadi dasar penyelenggara administrasi pemerintahan sehingga menjadi sumber hukum materiil Peradilan Tata Usaha Negara, sedangkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 yang sudah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menjadi sumber hukum acara dalam praktek Peradilan Tata Usaha Negara
RUU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
 Perluasan Kompetensi
 Menambah Alat Pengujian (Pasal 2 Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan)
 Upaya Administrasi (Pasal 37, 38, dan 39 Rancangan Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan)
 BATASAN DISKRESI (Pasal 25 RUU Administrasi Pemerintahan)
 Ganti Rugi (Pasal 41 RUU Administrasi Pemerintahan)
 Sanksi Administrasi dan Upaya Paksa (Pasal 43 RUU AP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar