twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Minggu, 02 September 2012

NOTA PEMBELAAN (PLEIDOOI) PENASEHAT HUKUM (CTTN KUL STHG)

KANTOR HUKUM NURI SULISTIA Komp Pataruman Garut NOTA PEMBELAAN (PLEIDOOI) PENASEHAT HUKUM TERDAKWA Perkara Pidana No Reg. : 455 /Pen. Pid/ 2008 / PN.GRT ATAS DIRI TERDAKWA Yudi Restiyadi Firmansyah Bin Yahya Usman Kepada Majelis Hakim yang kami muliakan Perkara Pidana No Reg. : 455 /Pid/ 2008 / PN.GRT Di Pengadilan Negeri Garut I. PENDAHULUAN Majelis Hakim yang kami muliakan; Sdr. JPU yang kami hormati Sidang yang terhormat. Sebagai permulaan, marilah kita haturkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas izin-Nya sehingga kita semua dapat hadir di ruang sidang pada hari ini. Kami juga berterima kasih kepada Majelis Hakim yang Terhormat atas sikap yang diberikan selama selama memimpin kelangsungan pemeriksaan terhadap perkara ini, dengan sikap yang penuh “ kearifan, kebijaksanaan dan keadilan yang tinggi “ sehingga pemerikasaan dapat berlangsung dengan lancar dan tertib terlebih lagi Majelis telah menauladani untuk terciptanya sistem peradilan yang bersifat “accuasatoir“ dalam pemeriksaan suatu perkara pidana, melalui pemeriksaan yang demikian Majelis telah menempatkan saudari Asep Andri alias BATIk Bin Syarif betul-betul utuh sebagi subjek hukum bukan sebagi objek hukum, asas praduga tak bersalah, bukan hanya bersifat fatamorgana tetapi telah membiasi ruang persidangan yang mulia ini. Penuntut Umum yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memeriksa perkara ini untuk mencari kebenaran yang adil bagi Terdakwa. Adapun identitas dari Terdakwa adalah sebagai berikut : KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 Nama Lengkap : Yudi Restiyadi Firmansyah Bin Yahya Usman Tempat / tanggal lahir : Garut , 15 Januari 1985 Umur : 23 Tahun Jenis kelamin : Laki-laki Kewarganegaraan : Indonesia Tempat tinggal : Perumahan Bumi Suci Permai Blok-7 N0. 22° Rt.03 Rw.07 Desa Suci Kaler Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan : TKK Dinas Catatan Sipil Sebelumnya telah kita dengarkan pemaparan mengenai kasus ini dari Penuntut Umum yang mereka sampaikan melalui Surat Tuntutan Pidana (Requisitoir). Atas Surat Tuntutan Pidana (requisitoir) yang diajukan sebelumnya maka Kami, selaku Penasehat Hukum Terdakwa mengajukan Nota Pembelaan (Pleidooi) Kami. Setelah Kami menganalisa kasus ini, Kami menemukan fakta yang nyata bahwa betapa kuatnya arus kehidupan dapat menyeret seseorang ke dalam suatu malapetaka. Kita dapat temukan banyak orang, setidak-tidaknya secara teorikal, yang beranggapan bahwa pengenaan pidana (yang kita pahami sebagai pengenaan derita dengan sengaja oleh pihak penguasa) tidak dapat dibenarkan seluruhnya. Para pengikut ajaran Leo Tolstoi, seorang filsuf Rusia misalnya, berpendapat bahwa kita tidak mungkin menghukum dengan hati nurani yang bersih. Mereka yakin bahwa orang-orang jahat jangan dilawan atau ditolak, orang-orang seperti itu yang membenci kita justru harus kita kasihi. Ditambah lagi dengan adanya stigma dalam masyarakat yang mengatakan bahwa seorang yang pernah melakukan kejahatan adalah sampah masyarakat dan aib bagi peradaban. Namun, pernahkah kita berpikir bahwa tidak semua orang yang berada dalam penjara benar-benar adalah seorang yang punya hati nurani jahat? Ada kalanya dasar seseorang melakukan perbuatan pidana dikarenakan suatu tuntutan yang mendesak dan harus dipenuhi serta pengaruh berbagai factor yang dihadapi. Nurani adalah batin manusia yang terdalam, dan terdapat nilai luhur disertai kebaikan di dalamnya. Ada baiknya ketika suatu perbuatan pidana akan dijatuhkan putusannya, sudah selayaknya Hakim yang memimpin persidangan tersebut mempertimbangkan dengan baik dan bijak. Baik dari segi yuridis, sosiologis, sampai ke adat kebiasaan. Pada dasarnya, tidak ada seorang manusia pun yang dilahirkan dengan jiwa yang jahat. Namun, keadaan lingkungan yang dapat mengubah perilaku seseorang, keadaan ekonomi, tingkat pendidikan yang rendah serta berbagai tekanan kehidupan lainnya adalah hal-hal yang dapat memicu timbulnya perilaku jahat. KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 II. TENTANG SURAT DAKWAAN Setelah kata-kata pembukaan di atas, Kami sebagai Penasehat Hukum Terdakwa hendak memaparkan lebih jauh tanggapan Kami terhadap Surat Dakwaan yang dibacakan oleh Penuntut Umum beberapa waktu yang lalu. Seperti yang kita ketahui Surat Dakwaan dipandang memiliki kedudukan yang amat penting dalam setiap pemeriksaan perkara dalam wilayah Hukum Acara Pidana karena Surat Dakwaan merupakan dasar pemeriksaan. Surat Dakwaan tersebut menentukan batas-batas pemeriksaan dan penilaian Hakim yang memuat fakta-fakta yang dituduhkan terhadap Terdakwa sehingga Hakim hanya boleh memutus atas dasar fakta-fakta tersebut, tidak boleh kurang atau lebih, maka dari itu Surat Dakwaan dipandang sebagai suatu Litis Contestatie. Dimana Surat Dakwaan merupakan dasar pemeriksaan sidang di Pengadilan, maka artinya Surat Dakwaan harus memuat : 1. Semua unsur perbuatan pidana yang dilakukan; 2. Uraian setiap unsur dengan menghubungkannya dengan (fakta-fakta) jalannya peristiwa yang didakwakan; 3. Waktu dan tempat terjadinya perbuatan pidana yang didakwakan; dan 4. Pasal peraturan perundang-undangan perbuatan pidana yang dilakukan. Apabila Penuntut Umum dalam membuat Surat Dakwaan tidak memenuhi muatan- muatan tersebut diatas, maka tidak memenuhi unsur Cermat, Jelas dan Lengkap sehingga menjadi Batal Demi Hukum. Menurut Pasal 143 ayat (2) Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, unsur-unsur tersebut merupakan syarat formil dan syarat material yang harus dipenuhi. Majelis Hakim yang kami muliakan; Ketika kita semua sepakat untuk memulai pemeriksaan perkara pidana ini dengan kerangka kerja yang ideal artinya ketika amanat hukum acara pidana yang merujuk kepada KUHAP sudah kita mulai, ketika itu pula lahir “sebuah kekeliruan” dalam wujudnya sebagai peristiwa-peristiwa yang merupakan rangkaian dari keseluruhan acara pemeriksaan yang justru ambivalent dengan cita-cita luhur kita, yakni tegaknya hukum dan keadila Akan tetapi tentunya, dalam mengikuti jalannya pemeriksaan, kita harus tetap berpijak pada norma-norma dan asas-asas hukum yang mengatur acara pemeriksaan, sehingga dengan sikap yang demikian, kita tidak akan pernah menodai wibawa hukum, terutama Pengadilan sebagai sebuah institusi yang berwenang dalam menjatuhkan putusan. Sebab kalaupun senyatanya di kursi terdakawa telah duduk sosok lelaki benama Yudi Restiyadi Firmansyah Bin Yahya Usman, secara yuridis belumlah pasti saudari Yudi Restiyadi Firmansyah Bin Yahya Usman adalah pelakukanya. Majelis Hakim yang kami muliakan; Seperti yang telah Kami sampaikan di awal uraian kami pada bagian ini, bahwa uraian ini tidak lebih dari hanya sekedar ruangan bagi kita semua didalam merefleksi operasionalisasi penegakan hak dan keadilan guna tercapainya cita-cita ideal penegakan hak dan keadilan di Negara hukum tercinta ini. KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 III. FAKTA-FAKTA YANG TERUNGKAP DI PERSIDANGAN A. KETERANGAN SAKSI Yang Diajukan Penuntut Umum 1. Nama : Robby Yanwar Maulana Di bawah sumpah pada tanggal 2 Desember 2008 Menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: ‐ Bahwa benar Pada tanggal 18 September 2008 atau setidak-tidaknya pada bulan September 2008 sekitar Pukul 19.00 Wib, saksi melakukan penangkapan bersama Sri Suwondo terhadap Terdakwa Yudhi Restiyadi Firmansyah Bin Yahya Usman karena kedapatan menyimpan ganja disaku jaket yang dikenakannya di Jalan Jendral Sudirman Ds. Suci Kaler, Kec. Karang Pawitan, Kab. Garut. - Bahwa Sewaktu sedang berpratoli ditelepon masyarakat yang memberikan informasi kalau ada seseorang yang telah menyalahgunakan narkotika jenis ganja, sehingga ketika melihat terdakwa yang gerak-geriknya mencurigakan langsung ditanya dan digeledah didapatkan ganja dari saku jaket terdakwa berupa paket kecil ganja yang dibungkus kertas putih - Bahwa menurut pengakuan terdakwa ganja tersebut dibeli dari Sdr. PIPIN (DPO) seharga Rp. 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah) melalui Moch. Sukma Mulya (dalam berkas terpisah) - Bahwa benar terdakwa sempat mengkonsumsi ganja tersebut sebanyak 2 (dua) linting pada hari selasa tanggal 16 September 2008 dirumahnya di Perum Bumi Suci Permai, Ds. Suci Kaler, Kec. Karangpawitan, Kab. Garut dan rencananya sisanya juga akan dikonsumsi sendiri tetapi belum dipergunakan lagi keburu ditangkap oleh saksi. - Bahwa terdakwa tidak ada ijin untuk memiliki, membeli atau mengkonsumsi ganja dari pihak yang berwenang ‐ Bahwa benar saksi mengenal terdakwa pada saat melakukan penangkapan dan pemeriksaan terhadap terdakwa. ‐ Bahwa benar saksi yang memeriksa terdakwa di kantor kepolisian dan menandatangani berita acara pemeriksaan Tanggapan Terdakwa : Atas keterangan saksi, Terdakwa membenarkan semua keterangan yang diberikan oleh saksi Robby Yanwar Maulana. Terdakwa mengaku bahwa ia menggunakan Narkotika karena ingin merasa lebih tenang dan nyaman atas segala masalah yang dihadapinya. KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 2. Nama : Sri Suwondo Di bawah sumpah pada tanggal 2 Desember 2008 Menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: ‐ Bahwa benar Pada tanggal 18 September 2008 atau setidak-tidaknya pada bulan September 2008 sekitar Pukul 19.00 Wib, saksi melakukan penangkapan bersama Sri Suwondo terhadap Terdakwa Yudhi Restiyadi Firmansyah Bin Yahya Usman karena kedapatan menyimpan ganja disaku jaket yang dikenakannya di Jalan Jendral Sudirman Ds. Suci Kaler, Kec. Karang Pawitan, Kab. Garut. - Bahwa Sewaktu sedang berpratoli ditelepon masyarakat yang memberikan informasi kalau ada seseorang yang telah menyalahgunakan narkotika jenis ganja, sehingga ketika melihat terdakwa yang gerak-geriknya mencurigakan langsung ditanya dan digeledah didapatkan ganja dari saku jaket terdakwa berupa paket kecil ganja yang dibungkus kertas putih - Bahwa menurut pengakuan terdakwa ganja tersebut dibeli dari Sdr. PIPIN (DPO) seharga Rp. 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah) melalui Moch. Sukma Mulya (dalam berkas terpisah) - Bahwa benar terdakwa sempat mengkonsumsi ganja tersebut sebanyak 2 (dua) linting pada hari selasa tanggal 16 September 2008 dirumahnya di Perum Bumi Suci Permai, Ds. Suci Kaler, Kec. Karangpawitan, Kab. Garut dan rencananya sisanya juga akan dikonsumsi sendiri tetapi belum dipergunakan lagi keburu ditangkap oleh saksi. - Bahwa terdakwa tidak ada ijin untuk memiliki, membeli atau mengkonsumsi ganja dari pihak yang berwenang ‐ Bahwa benar saksi mengenal terdakwa pada saat melakukan penangkapan dan pemeriksaan terhadap terdakwa. ‐ Bahwa benar saksi yang memeriksa terdakwa di kantor kepolisian dan menandatangani berita acara pemeriksaan Tanggapan Terdakwa : Atas keterangan saksi, Terdakwa membenarkan semua keterangan yang diberikan oleh saksi Sri Suwondo. Terdakwa mengaku bahwa ia menggunakan Narkotika karena ingin merasa lebih tenang dan nyaman atas segala masalah yang dihadapinya. 3. Nama : Moch. Sukma Mulya Bin Dudung Sudarta Di bawah sumpah pada tanggal 2 Desember 2008 Menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: - Bahwa benar saksi kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga, pada hari sabtu tanggal 30 Agustus2008 bertemu dengan terdakwa di Perum Bumi Suci Permai dan mengenal Sdr. PIPIN (DPO) kepada terdakwa kemudian ngobrol-ngobrol pada saat itu terdakwa menanyakan ganja kepada saksi dan jawaban ada sehingga kemudian terdakwa menyerahkan uang Rp. 50.000,- kepada saksi dan oleh saksi diserahkan uang tersebut kepada Sdr. PIPIN yang kemudian menyerahkan satu paket kecil ganja kepada saksi dan kemudian diserahkan ganja tersebut kepada terdakwa - Bahwa Terdakwa membeli dari Sdr. Pipin (DPO) melalui perantara saksi 2 (dua) kali - Bahwa benar Terdakwa sering datang ke rumah saksi. Tanggapan Terdakwa : Atas keterangan saksi, Terdakwa membenarkan semua keterangan yang diberikan oleh saksi Moch Sukma Mulya. KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 4. KETERANGAN TERDAKWA Nama : Yudhi Restiyadi Firman Bin Yahya Usman. Diperiksa di bawah sumpah di depan Persidangan pada hari Rabu 2 Desember 2008 pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut: - Bahwa benar pada hari sabtu tanggal 30 Agustus 2008 sekitar jam 15.00 Wib, bertempat di Bumi Suci Permai, Ds. Suci Kaler, Kec. Karangpawitan, Kab. Garut telah membeli ganja dari Sdr. Pipin melaui saksi Moch Sukma Mulya seharga Rp. 50.000,- dapat satu paket kecil ganja. - Bahwa setelah mendapatkan ganja tersebut kemudian terdakwa pulang kerumahnya dan pada hari selasa tanggal 16 September 2008 dirumah terdakwa ganja tersebut sempat dikonsumsi sebanyak 2 (dua) linting. - Bahwa sewaktu mendapatkan ganja dari Sdr. Pipin tersebut ganja dibungkus dengan kertas koran tetapi kemudian oleh terdakwa bungkusnya diganti dengan kertas warna putih polos. - Bahwa pada hari kamis tanggal 18 September 2008 sekira jam 19.00 Wib. Bertempat di Jl. Jend. Sudirman Garut telah ditangkap oleh saksi Robby Yanwar Maulana dan saksi Sri Suwondo serta diamankan karena disaku jaket didapati ganja sisa dari pemakaian tanggal 16 September 2008 dan rencananya ganja yang dimilikinya tersebut akan dipergunakan sendiri untuk dikonsumsi - Bahwa terdakwa membeli ganja dari Sdr. Pipin melalui perantara dari saksi Moch Sukma Mulya tersebut sudah dua kali - Bahwa terdakwa didalam memiliki, mengkosumsi ataupun membeli ganja tidak ada ijin dari pihak yang berwajib - Mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya B. ALAT BUKTI SURAT Bahwa dalam persidangan Penuntut Umum telah mengajukan alat bukti tertulis berupa: 1. Surat Hasil Pengujian Badan POM Bandung dengan Surat No. PO.01.08.85.5037, tanggal 22 Oktober 2008 2. 1 (Satu) bungkus kecil daun ganja C. BARANG BUKTI . Bahwa dalam persidangan Penuntut Umum telah mengajukan barang bukti berupa: - Ganja kering sisa hasil pengujian Badan POM berat bersih 2,35 gram, telah disita sesuai dengan hukum yang berlaku oleh karena itu bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam perkara ini. KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 TANGGAPAN PENASIHAT HUKUM TERHADAP FAKTA-FAKTA DI PERSIDANGAN 1. Saksi Robby Yanwar Maulana dan Sri Suwondo Bahwa dari keterangan Saksi diatas, Kami menganggap bahwa keterangan tersebut BELUM DAPAT menjelaskan bahwa Terdakwa telah melakukan Tindak Pidana yang didakwakan oleh penuntut umum seluruhnya karena Saksi hanya mendapati Terdakwa pada saat Saksi menangkap Terdakwa dan bukannya menyimpan narkotika untuk dimiliki atau disimpan sebagai persediaan. Kami hanya menerima bahwa terdakwa hanya sebagai korban dan pemakai. 2. Saksi Moch Sukma Mulya Bahwa dari keterangan Saksi di atas, Kami menganggap keterangan tersebut adalah TIDAK BENAR dan penuh dengan ketidak jujuran/kebohongan, dari berbagai fakta yang kami temukan di persidangan bahwa Moch Sukma Mulya bekas pemakai, menurut keterangan Terdakwa bahwa Moch Sukma Mulya yang memperkenalkannya dengan Sdr. Pipin (DPO) padahal awalnya Terdakwa sedang menjalani proses rehabilitasi dari ketergantungan narkotika. Bahwa dari keterangan saksi kami Penasehat Hukum Terdakwa yakin bahwa Terdakwa hanya korban dan hanya sebagai pengguna dalam kasus ini bukannya orang yang menyimpan dan memiliki narkotika yang dipakai Terdakwa. KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 ANALISIS FAKTA-FAKTA YANG TERUNGKAP DALAM PERSIDANGAN Kami sebagai Penasihat Hukum Terdakwa Hakim yang Terhormat, Terhadap seluruh fakta-fakta yang terungkap di persidangan perkara a quo dan membandingkan dengan apa yang didakwa penuntut umum dalam Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan Pidana (Requisitoir) yang telah diajukan, dengan ini Kami sebagai Penasehat Hukum Terdakwa akan menyampaikan analisis fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan sebagai berikut : 1. Bahwa benar Pada tanggal 30 Agustus 2008 sekitar pukul 15.00 Wib Terdakwa Tertangkap di TKP Perum Bumi Suci Permai, Ds. Suci Kaler, Kec. Karang Pawitan. Hal ini di buktikan dari keterangan Saksi Polisi yang melakukan penangkapan terhadap Terdakwa, namun menurut pengakuan Terdakwa saat itu Terdakwa sebenarnya sendiri menurut pengakuan saksi Polisi yang melakukan penangkapan bahwa memang benar polisi hanya mendapati Terdakwa sendirian dan tidak sedang bersama Moch Sukma Mulya. 2. Bahwa Benar terdakwa memang memakai Narkotika Jenis daun ganja, hal ini dibuktikan dengan pengakuan terdakwa yang telah menggunakan Narkotika jenis daun ganja yang sempat dikonsumsi. saksi polisi yang melakukan penangkapan yang menyatakan bahwa Terdakwa tertangkap tangan pada saat membawa ganja kering yang dibungkus dengan kertas berwarna putih .. Dalam Surat Dakwaan Tuntutan Pidana (Requisitoir), Penuntut Umum telah menguraikan Unsur-unsur yang didakwakan kepada Terdakwa, sehingga Kami sebagai Penasihat Hukum Terdakwa merasa perlu juga menguraikan unsur-unsur dari Surat Dakwaan yang telah Kami analisis secara yuridis dengan melihat fakta- fakta yang terungkap dalam persidangan, seandainya memang Terdakawa melakukan perbuatan seperti yang didakwakan oleh Penuntut Umum. KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 ANALISIS YURIDIS Berdasarkan Tuntutan yang diajukan oleh Penuntut Umum, Terdakwa dihadapkan pada Dakwaan Pasal-pasal dalam Undang-undang sebagai berikut: ‐ Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Tanpa hak dan melawan hukum mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika Golongan I. ‐ Tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai Narkotika Golongan I bukan tanaman yaitu Narkotika jenis ganja, sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Bahwa dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya terdakwa didakwa dengan dakwaan Primer-subsider, yang maksudnya dakwaan yang didakwakan kepada Terdakwa adalah apabila dakwaan pertama dapat terbukti maka dakwaan kedua tidak perlu dibuktikan, namun apabila dakwaan pertama tidak dapat dibuktikan maka beralih kedakwaan kedua dan seterusnya. Bahwa untuk membuktikan bahwa perbuatan Terdakwa benar memenuhi dakwaan tersebut harus diketahui unsur-unsur dari pasal yang didakwakan, dan juga apakah seluruh unsur dari pasal yang didakwakan tersebut dipenuhi oleh perbuatan Terdakwa. Apabila salah satu unsur atau unsur terpenting dalam pasal yang didakwakan tersebut tidak terbukti maka unsur-unsur yang lain tidak perlu dibuktikan. I. Unsur-unsur Pasal 78 ayat (1) huruf b UU Nomor 22 Tahun 1997 sebagai berikut : a. Unsur ”Barang Siapa” - Bahwa yang dimaksud dengan kata “Barang siapa” adalah setiap subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dan tidak digantungkan pada kualitas/ kedudukan tertentu - Bahwa orang sebagai subjek hukum yang melakukan tindak pidana dalam perkara ini adalah Yudhi Restiyadi Firmansyah Bin Yahya Usman, hal ini ternyata sebagaimana yang diuraikan dalam Surat Dakwaan kami Penuntut Umum No.Reg. Perkara PDN-451/Ep.1/Grt/11/2008 Didukung keterangan saksi-saksi dibawah sumpah. - Bahwa Terdakwa Yudhi Restiyadi Firmansyah Bin Yahya Usman merupakan pribadi yang dapat diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya sesuai dengan yang didakwakan. Dalam persidangan bertingkah laku normal dan dapat menjawab dengan baik pertanyaan yang diajukan kepadanya, baik oleh Majelis Hakim maupun Penuntut Umum, serta dapat mengerti dan memberikan tanggapan yang baik atas keterangan saksi- saksi. Oleh karena itu, sampai selesai pemeriksaan ini telah ditemukan suatu bukti yang menyatakan bahwa Terdakwa merupakan orang yang mampu dan KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 dapat bertanggungjawab atas perbuatan dan kesalahan yang telah dilakukannya. Selain itu dalam diri Terdakwa tidak ada satu alasan adanya alasan pembenar atau pemaaf. - Berdasarkan fakta-fakta tersebut kami Penasihat HukumTerdakwa sependapat dengan Penuntut Umum bahwa unsur Barang siapa disini telah terbukti yaitu Terdakwa Yudhi Restiyadi Firmansyah Bin Yahya Usman Dengan demikian unsur ”Barang Siapa” telah terbukti secara sah menurut hukum. b. Unsur ” tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan , atau menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman” - Bahwa yang dimaksud dengan unsur tanpa hak dan melawan hukum adalah bahwa apa yang dilakukan Terdakwa adalah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan bersifat melawan hukum dalam hal ini adalah memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau untuk menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman. Straafbaarfeit yang berarti perbuatan melawan hukum/delik yaitu menurut Simons : straafbaarfeit adalah perbutan manusia yang dilarang dan diancama dengan hukuman oleh Undang-undang yang dilakukan oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan. - Bahwa sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, Terdakwa mengakui bahwa dirinya hanya memakai narkotika jenis ganja. Bahwa hal ini juga diungkapkan oleh Saksi Robby Yanwar dan Sri Suwondo bahwa ia hanya melihat Terdakwa memakai saja dan bukan memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman. Hal ini juga dikemukakan oleh Saksi Moch Sukma Mulya yang melihat Terdakwa dalam keadaan ketergantungan dan meminta kepada Sdr Pipin agar memberi Terdakwa daun Ganja untuk dipakainya. Jadi sebenarnya yang menyimpan, memiliki dan memiliki untuk persediaan adalah Sdr Pipin (DPO) - Bahwa dalam hal pemakaian narkotika oleh Terdakwa bahwa yang menguasai dan memiliki adalah Sdr. Pipin (DPO). Hal ini sesuai dengan pengakuan Terdakwa bahwa dalam pemakaian narkotika golongan I oleh Terdakwa semuanya ditentukan oleh sendiri, Dalam hal ini Terdakwa adalah korban dari perbuatan yang dilakukan oleh Sdr Pipin (DPO). - Bahwa dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan tersebutlah maka kami Penasihat hukum Terdakwa menyimpulkan bahwa dari perbuatan Terdakwa SECARA SAH DAN MEYAKINKAN TIDAK MEMENUHI Unsur tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan , atau menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman. Sehingga Kami menyimpulkan bahwa unsur terpenting dari Pasal 78 ayat (1) huruf b UU Nomor 22 Tahun 1997 tersebut yaitu ” tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman” secara sah dan meyakinkan TERPENUHI KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 Hadirin Yang Kami Hormati. Setelah mengemukakan hal-hal tersebut diatas, yang merupakan pembelaan utama Kami, kini izinkanlah Kami untuk menyampaikan pula analisa hukum yang lain terkait dengan tidak pidana yang didakwakan Penuntut Umum pada Terdakwa. Terdakwa adalah seorang yang sangat pendiam dan tertutup. Terdakwa adalah anak dari orang tua yang hidup serba berkecukupan. Apapun yang berupa kebutuhan materil terdakwa telah dipenuhi oleh kedua orang tua terdakwa. Namun dibalik itu semua, terdakwa memiliki kondisi kejiwaan yang sangat rapuh. Maka dari fakta-fakta tersebut Kami Penasihat Hukum berkesimpulan bahwa Terdakwa haruslah menjalani pengobatan berupa detoksifikasi untuk rehabilitasi kepada untuk melepaskan Terdakwa dari ketergantungan berdasarkan analisa yang Kami bahas di atas : I. Analisa Yuridis Sesuai keterangan saksi-saksi dalam persidangan, Terdakwa adalah pemakai sekaligus korban yang mengalami ketergantungan narkotika Berdasarkan Undang-undang No. 22 tahun 1997 Tentang Narkotika - Pasal 45 Pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan/atau perawatan - Pasal 47 (1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat: a. memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika ; atau .(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman - Pasal 48 (1) Pengobatan dan/atau perawatan pecandu narkotika dilakukan melalui fasilitas rehabilitasi. (2) Rehabilitasi meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial Berdasarkan peraturan Perundang-undangan tersebut, Kami Penasihat Hukum Terdakwa memohon kiranya kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk mempertimbangkan bahwa Terdakwa yang secara sah dan meyakinkan memakai narkotika golongan I untuk dirinya sendiri dimana Terdakwa sebenarnya adalah merupakan KORBAN dari penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang demi alasan kemanusiaan yaitu dari pertimbangan kesehatan fisik dan kejiwaan Terdakwa agar terdakwa menjalani perawatan medis yaitu berupa detoksifikasi dan rehabilitasi dengan pengawasan dokter. Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Perlindungan HAM, termasuk pada pecandu dan mantan pecandu tersebut, diatur dalam Undang-undang (UU) No 39 tahun 1999 yang merumuskan bahwa HAM merupakan hak dasar secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapa pun dalam kondisi apa pun. KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 Keterangan “dalam kondisi apa pun” berati meski seseorang disangka sebagai pelaku tindak pidana, bukan berarti HAM seseorang tersebut boleh dilanggar. Selain itu ada pula UU No 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Deklarasi Universal HAM (DUHAM) II. Analisa Sosiologis Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pengguna narkoba di Indonesia saat ini mencapai satu persen dari jumlah penduduk. Jika penduduk Indonesia sekarang berjumlah 220 juta jiwa, artinya ada sekitar 2,2 juta orang yang kecanduan narkotika, psikotropika dan zat aditif lainnya menggunakan narkoba dalam satu tahun terakhir. Jumlah sebanyak itu sekitar 800 ribu orang menggunakan napza Bahwa memasukkan Terdakwa di Lembaga Pemasyarakatan akan menjadi masalah karena didalam lembaga pemasyarakatan (lapas) tidak menjamin Terdakwa akan lepas dari penyalahgunaan Narkotika, kondisi dilapas bahkan akan membahayakan Terdakwa keadaan kesehatan Terdakwa. Kondisi mentalnya akan semakin buruk dan semakin mudah menularkan kepada narapidana lain karena pemakaian ganja secara bergantian yang sangat marak terjadi dalam Lapas itu sendiri pada masa sekarang. Upaya lain dalam penegakan hukum adalah dengan melakukan pemisahan tahanan pengguna dan pengedar. Bagi pengguna, penjara biasa bukan tempat yang tepat, karena mereka membutuhkan penanganan khusus. Oleh karena itu, memberlakukan vonis rehabilitasi kepada para pecandu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Penjara khusus yang dilengkapi dengan fasilitas rehabilitasi moderen dinilai menjadi kebutuhan bagi mereka yang sesungguhnya adalah korban peredaran gelap narkoba. KANTOR HUKUM MULYANA-HERAWAN Komp Pataruman Indah Blok B No. 52 Garut Tlp. 081.22.100.565 KESIMPULAN DAN PERMOHONAN Majelis Hakim yang kami muliakan; “ Omnes legum servi sumus uti leberi esse possumus” (cicero). Sebuah pernyataan yang kurang lebihnya mempunyai arti “ kita semua adalah hamba hukum sehingga Kita dapat menjadi bebas. “ berdasarkan keseluruhan penjelasan diatas yang telah Kami berikan, maka Kami Penasihat Hukum Terdakwa dalam Nota Pembelaan ini menyatakan berdasarkan fakta – fakta yang terbukti di persidangan, maka jelas hanya DAKWAAN SUBSIDAIR yang terbukti secara sah dan meyakinkan yaitu Tanpa hak dan melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri yaitu Narkotika jenis daun ganja, sebagaimana diatur dalam Pasal 78 huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Sedangkan dakwaan primer TIDAK TERBUKTI SECARA SAH MENURUT HUKUM. Atas alasan tersebut, maka Kami Penasihat Hukum Terdakwa, memohon kepada Majelis Hakim agar dapat memberikan putusan sebagai berikut : Primer; Bahwa berdasarkan fakta – fakta yang terbukti di persidangan, maka jelas hanya DAKWAAN SUBSIDAIR yang terbukti secara sah menurut hukum yaitu tindak pidana yang diatur dalam Tanpa hak dan melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri yaitu Narkotika jenis Ganja, sebagaimana diatur dalam Pasal 78 huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, sedangkan tindak pidana yang didakwaan pada dakwaan subsidair yaitu: Tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai Narkotika Golongan I bukan tanaman yaitu Narkotika jenis ganja, sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Tidak terbukti secara sah menurut hukum, oleh karenanya kami memohon kepada majelis agar hanya menjatuhkan pidana sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 78 huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Namun sebelum majelis menjatuhkan pidana, perlu kiranya majelis mempertimbangkan bahwa : 1. Terdakwa menyesali perbuatannya 2. Terdakwa masih muda dan belum pernah melakukan kejahatan sebelumnya 3. Terdakwa sesuai dengan keadaanya, menurut kepentingan kesehatan fisik dan kejiwaannya, Terdakwa haruslah mendapat penanganan medis secara khusus dibawah pengawasan dokter (Detoksifikasi dan Rehabilitasi) Subsider: Kami Mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex Aquo et Bono) Garut, 7 Januari 2009 Hormat Kami Penasihat Hukum Terdakwa NURI SULISTIA, SH., MH.

SURAT KUASA LBH Garut

SURAT KUASA Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Asri Astriani bin Deddy Pekerjaan : Mahasiswa Alamat : Jl rengganis Dalam hal ini memilih tempat kedudukan hokum di kantor kuasanya tersebut di bawah ini, dengan ini memberi kuasa kepada : Ade Supriadi, SH.,M.H Nuri Sulistia, SH.,M.H ADVOKAT / PENASIHAT HUKUM, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, berkantor pada kantor Hukum LBH Garut di Jl Cimaragas No 358 . Pemberi Kuasa memilih kediaman hukum / domisili hukum di kantor tersebut diatas. Selanjutnya disebut sebagai Penerima Kuasa K H U S U S Untuk mendampingi, memberikan nasihat hukum dan melakukan pembelaan dalam arti seluas-luasnya tanpa sesuatu yang dikecualikan kepada Tersangka / Pemberi Kuasa atas dakwaan / tuntutan dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana. Perkara Pidana………………………………………………………… Dan selanjutnya untuk menghadap semua instansi baik Kepolisian RI, Kejaksaan RI, Pengadilan, Petugas/Pejabat Pemerintah diseluruh Indonesia, menyusun, menandatangani, mengesahkan, mengajukan / menjalankan gugatan-2, melaporkan perkara-perkara, mengambil, menerima segala surat-surat, dokumen-dokumen, memberi keterangan-keterangan, mengajukan Eksepsi, Duplik, Pleidooi, bukti-bukti, saksi-saksi ahli / meringankan, Kesimpulan, membantah keterangan-keterangan, bukti-bukti pihak saksi dan Penuntut Umum, membuat dan menyuruh membuat segala panggilan-panggilan, somasi-somasi/teguran-teguran, meminta putusan sela maupun akhir dan penetapan-penetapan, meminta salinan atau petikan dari semua surat-surat, menuntut ganti rugi dan rehabilitasi, mengajukan Banding, Kasasi dan meminta perkara diperiksa lagi menurut hukum (peninjauan kembali), terhadap semua putusan, meminta angkat sumpah, menyerahkan kepada dan/atau menerima pertimbangan pengadilan, dan menghadap atau menghubungi semua instansi, Petugas /Pejabat Pemerintah, swasta, atau pribadi, baik secara lisan maupun tertulis guna memperoleh keterangan-keterangan, salinan-salinan atau petikan dan/atau foto copy dari segala surat guna pembuktian dalam persidangan, menandatangani berita atau tuntutan, memilih tempat kedudukan (domicilie) umum dan khusus, membela semua kepentingan pemberi kuasa, didalam maupun diluar pengadilan, dengan mempergunakan segala upaya hukum dan/atau mengambil tindakan-tindakan hukum, membuat segala-galanya menurut hukum yang dianggap perlu, penting, baik dan berguna oleh yang diberi kuasa, tidak ada yang dikecualikan, kuasa ini diberikan hak retensi, serta dimana perlu kuasa ini dapat disubtitusikan kepada orang lain dengan syarat-syarat yang sama. Surat kuasa ini berlaku sejak ditandatangani bersama dan tidak dapat ditarik/dicabut kembali (onherroepelijk). Pembatalan dan pencabutan secara sepihak tidak akan mengakhiri kuasa ini. Garut, 02 Juni 2012 Penerima Kuasa, Pemberi Kuasa, Nuri sulistia and Ade Supriadi Law Firm Ade Supriadi, SH.,M.H. Asri Astriani Nuri Sulistia, SH.,M.H

Sabtu, 01 September 2012

KODE ETIK JAKSA JAKSA AGUNG (bahan matkul d STH GARUT)

KODE ETIK JAKSA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA P E R A T U R A N JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-067/A/JA/07/2007 TENTANG KODE PERILAKU JAKSA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan Jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan tugas penegakan hukum dalam mewujudkan keadilan dan kebenaran, maka disusun Kode Perilaku Jaksa; b. bahwa sebagai perwujudannya perlu diterbitkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 67 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4401); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pengawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 1999 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. 6. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor KEP-030/JA/1988 tentang Doktrin Kejaksaan ”Tri Krama Adhyaksa”; 7. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-068/A/JA/07/2007 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kejaksaan Republik Indonesia; 8. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-065/A/JA/07/2007 tentang Pembinaan Karir Pegawai Kejaksaan Republik Indonesia; 9. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-069/A/JA/07/2007 tentang Ketentuan-Ketentuan Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan Republik Indonesia; 10. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-066/A/JA/07/2007 tentang Standar Minimum Profesi Jaksa. M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KODE PERILAKU JAKSA Pertama : Kode Perilaku Jaksa diatur sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Kedua : Kode Perilaku Jaksa sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia ini bersifat saling melengkapi dengan Standar Minimum Profesi Jaksa guna menjaga dan meningkatkan kualitas serta integritas Jaksa. Ketiga : Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 12 Juli 2007 PEMBUKAAN Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum melaksanakan tugasnya secara merdeka dengan menjujung tinggi hak asasi manusia dalam negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kejaksaan memerlukan adanya satu tata pikir, tata laku dan tata kerja Jaksa dengan mengingat norma-norma agama, susila, kesopanan serta memperhatikan rasa keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, diperlukan sosok Jaksa sebagai abdi hukum yang profesional, memiliki integritas kepribadian, disiplin, etos kerja yang tinggi dan penuh tanggungjawab,senantiasa mengaktualisasikan diri dengan memahami perkembangan global, tanggap dan mampu menyesuaikan diri dalam rangka memelihara citra profesi dan kinerja jaksa serta tidak bermental korup. Jaksa sebagai pejabat publik senantiasa menunjukkan pengabdiannya melayani publik dengan mengutamakan kepentingan umum, mentaati sumpah jabatan, menjunjung tinggi doktrin Tri Krama Adhyaksa, serta membina hubungan kerjasama dengan pejabat publik lainnya. Jaksa sebagai anggota masyarakat selalu menunjukkan keteladanan yang baik, bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang serta peraturan perundang-undangan. Jaksa Agung selaku pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan dalam rangka menjaga kehormatan dan martabat profesi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Kejaksaan R.I. menetapkan Kode Perilaku Jaksa sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Kode Perilaku Jaksa ini yang dimaksud dengan : 1. Jaksa adalah Pejabat Fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang; 2. Kode Perilaku Jaksa adalah serangkaian norma sebagai pedoman untuk mengatur perilaku Jaksa dalam menjalankan jabatan profesi, menjaga kehormatan dan martabat profesinya serta menjaga hubungan kerjasama dengan penegak hukum lainnya; 3. Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif adalah Pejabat yang karena jabatannya mempunyai wewenang untuk memeriksa dan menjatuhkan tindakan administratif kepada Jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa; 4. Sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang memberikan tindakan administratif terhadap Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa. 5. Tindakan administratif adalah tindakan yang dijatuhkan terhadap Jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa. 6. Yang dimaksud dengan perkara meliputi perkara pidana, perkara perdata dan tata usaha negara maupun kasus-kasus lainnya. Pasal 2 Kode Perilaku Jaksa berlaku bagi jaksa yang bertugas di lingkungan Kejaksaan maupun diluar lingkungan Kejaksaan. BAB II KEWAJIBAN Pasal 3 Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa wajib: a. mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku; b. menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan; c. mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan kebenaran; d. bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan /ancaman opini publik secara langsung atau tidak langsung; e. bertindak secara obyektif dan tidak memihak; f. memberitahukan dan/atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka /terdakwa maupun korban; g. membangun dan memelihara hubungan fungsional antara aparat penegak hukum dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu; h. mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung; i. menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan; j. menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; k. menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan dan instrumen Hak Asasi Manusia yang diterima secara universal; l. menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana; m. bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan; n. bertanggung jawab secara eksternal kepada publik sesuai kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran. BAB III LARANGAN Pasal 4 Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang: a. menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain; b. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara; c. menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis; d. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya; e. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung; f. bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun; g. membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum; h. memberikan keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani. BAB IV PENEGAKAN KODE PERILAKU JAKSA DAN TINDAKAN ADMINISTRATIF Pasal 5 (1) Tindakan administratif dikenakan pada perbuatan tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang; (2) Selain sanksi yang sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan, jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa dapat dikenakan tindakan administratif; (3) Jenis tindakan administratif terhadap pelanggaran Kode Perilaku Jaksa terdiri dari: a. Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun dan selama masa menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat Keterangan Kepegawaian; b. Pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain. BAB V PEJABAT YANG BERWENANG MENJATUHKAN TINDAKAN ADMINISTRATIF Pasal 6 Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif adalah: a. Jaksa Agung bagi Jaksa yang menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh Presiden. b. Para Jaksa Agung Muda bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Agung R.I. c. Jaksa Agung Muda Pengawasan bagi Jaksa yang bertugas diluar lingkungan Kejaksaan Agung R.I. d. Kepala Kejaksaan Tinggi bagi jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi. e. Kepala Kejaksaan Negeri bagi jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri. BAB VI TATACARA PEMERIKSAAN, PENJATUHAN, DAN PENYAMPAIAN PUTUSAN TINDAKAN ADMINISTRATIF Pasal 7 (1) Petunjuk adanya penyimpangan Kode Perilaku Jaksa diperoleh dari hasil temuan pengawasan melekat, pengawasan fungsional atau berdasarkan laporan pengaduan yang diterima oleh pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif. (2) Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif memanggil jaksa yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan. (3) Sejak dilakukan pemeriksaan, pimpinan satuan kerja wajib segera melaporkan kepada atasannya secara berjenjang selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari. (4) Pemeriksaan dan penjatuhan tindakan administratif Kode Perilaku Jaksa dilaksanakan oleh : a. Jaksa Agung dan unsur Persaja bagi Jaksa yang menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh Presiden; b. Jaksa Agung Muda, pejabat eselon II pada masing-masing Jaksa Agung Muda yang terkait serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas di lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia; c. Jaksa Agung Muda Pengawasan dan unsur Inspektur serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas diluar lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia; d. Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, para Asisten dan Kepala Bagian Tata Usaha serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Tinggi; e. Kepala Kejaksaan Negeri, para Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian Pembinaan serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Negeri. (5) Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dilakukan secara tertutup dan putusan dibacakan secara terbuka. Putusan disampaikan kepada yang bersangkutan segera setelah dibacakan. (6) Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa diselesaikan paling lama30 (tiga puluh) hari kerja. Pasal 8 Dalam melakukan Sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa, pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif dapat mendengaratau meminta keterangan dari pihak lain apabila dipandang perlu. Pasal 9 Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dapat mendelegasikanwewenangnya kepada pejabat lain untuk memeriksa jaksa yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Perilaku Jaksa. Pasal 10 Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dapat berupa pembebasan dari dugaan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa atau berupa penjatuhan tindakan administratif yang memuat pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa yang bersangkutan. Pasal 11 (1) Kepada jaksa yang melakukan beberapa pelanggaran Kode Perilaku Jaksa secara berturut-turut sebelum dijatuhkan tindakan administratif, hanya dapat dijatuhi satu jenis tindakan administratif saja. (2) Kepada jaksa yang pernah dijatuhi tindakan administratif dan kemudian melakukan pelanggaran yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi tindakan administratif yang lebih berat dari tindakan administratif yang pernah dijatuhkan kepadanya. Pasal 12 Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa bersifat final dan mengikat. BAB VII PENUTUP Pasal 13 Jaksa wajib menghormati dan mematuhi Kode Perilaku Jaksa. Pasal 14 Setiap pejabat yang dimaksud dalam pasal 6 wajib : a. berupaya dengan sungguh-sungguh agar Jaksa bawahannya mematuhi Kode Perilaku Jaksa. b. melaksanakan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Kode Perilaku Jaksa. Jakarta, 12 Juli 2007 JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA HENDARMAN SUPANDJI PENJELASAN ATAS PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-067/A/JA/07/2007 TENTANG KODE PERILAKU JAKSA PASAL DEMI PASAL Pasal 4 a. Cukup jelas. b. Dalam menentukan dasar hukum yang akan dikenakan kepada tersangka atau terdakwa dalam proses penanganan perkara harus sesuai dengan fakta yuridis yang ada dan tidak boleh melakukan manipulasi atau pemutarbalikan fakta yang berakibat melemahkan atau meniadakan ketentuan pidana yang seharusnya didakwakan dan dibuktikan. c. Larangan untuk melakukan penekanan dengan cara mengancam / menakut-nakuti guna memperoleh keuntungan pribadi atau pihak lainnya. d. Upaya untuk meminta dan/atau menerima walaupun tidak ada tindaklanjutnya berupa pemberian atau hadiah merupakan pelanggaran menurut ayat ini. Larangan untuk meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan termasuk bagi keluarganya, pada atau dari pihak-pihak tertentu dimaksudkan untuk menghindari adanya maksud-maksud tertentu sehingga dapat mempengaruhi Jaksa dalam melaksanakan tugas profesinya. Selain itu, juga dimaksudkan untuk menjaga integritas Jaksa. e. Seorang Jaksa tidak boleh menangani suatu perkara dimana Jaksa tersebut memiliki hubungan keluarga, hubungan suami istri meskipun telah bercerai, hubungan pertemanan dan hubungan pekerjaan diluar menjalankan jabatan sebagai Jaksa dengan pihak yang sedang diproses, serta kepentingan finansial yang dapat mempengaruhi jalannya proses hukum yang sedang ditangani oleh Jaksa tersebut. f. Jaksa dengan alasan apapun tidak dibenarkan melakukan pembedaan perlakuan terhadap seseorang berdasarkan agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan atau pelanggaran hak hukumnya. g. Dalam melaksanakan tugas sebagai Jaksa semata-mata dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, terdapat hal yang tidak perlu diketahui oleh publik karena dapat berpengaruh pada proses penegakan hukum, untuk itu Jaksa tidak diperbolehkan membuat pernyataan yang dapat merugikan penegakan hukumkepada publik. h. Jaksa seringkali didiskreditkan melalui komentar dari berbagai pihak dalam berbagai media secara tidak objektif, tidak akurat atau kurang informasi, dan cenderung merugikan Kejaksaan, Jaksa tersebut sesuai dengan kondisi yang ada dapat memberikan keterangan hanya terbatas pada tekhnis perkara yang ditangani pada tahap persidangan di Pengadilan agar terdapat informasi yang berimbang yang diterima oleh masyarakat. Keterangan yang disampaikan tidak boleh menyangkut kebijakan, informasi yang dapat merugikan penanganan perkara. Selain itu keterangan tidak boleh menyangkut perkara-perkara lain yang tidak relevan dengan perkara yang ditanganinya. Pasal 5 (1) Pelanggaran yang dilakukan oleh Jaksa terhadap Kode Perilaku Jaksa dapat berupa tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang. Jaksa yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang dapat dijatuhi tindakan administratif. (2) Penjatuhan tindakan administratif kepada Jaksa berdasarkan Kode Perilaku Jaksa tidak menghapuskan pemberian sanksi pidana, antara lain berdasarkan KUHP, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dsb; pemberian sanksi berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan dan turunannya serta pemberian hukuman disiplin pegawai negeri berdasarkan PP 30 Tahun 1980. (3a) Tindakan administratif berupa pembebasan dari tugas-tugas Jaksa berarti pencabutan segala wewenang yang melekat pada fungsi Jaksa. (3b) Tindakan administartif berupa pengalihtugasan pada satuan unit kerja yang lain maksudnya adalah pengalihtugasan pada satuan unit kerja yang kelasnya lebih rendah paling singkat selama 1 (satu) tahun, dan paling lama 2 (dua) tahun. Setelah masamenjalani tindakan administratif selesai, maka Jaksa yang bersangkutan dapat dialihtugaskan lagi ketempat yang setingkat dengan pada saat sebelum menjalani tindakan administratif. Pasal 7 (1) Cukup jelas (2) Pemanggilan terhadap Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran harus dilakukan secara tertulis. Pemanggilan tersebut dilakukan sebanyak-banyaknya dua kali dengan tenggang waktu tiga hari kerja. Bila jaksa yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang wajar sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa akan dilaksanakan tanpa hadirnya jaksa yang bersangkutan. (5) Pemeriksaan terhadap Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa dilakukan dalam sidang tertutup. Putusan dibacakan secara terbuka, dengan atau tanpa hadirnya jaksa yang bersangkutan. Pasal 8 Yang dimaksud dengan pihak lain adalah orang atau lembaga diluar lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia. Pasal 11 (1) Bila pada waktu dilakukan pemeriksaan terhadap jaksa yang diduga melakukan suatu pelanggaran Kode Perilaku Jaksa, ternyata Jaksa yang bersangkutan juga melakukan pelanggaran lain atas Kode Perilaku Jaksa, maka terhadap Jaksa tersebut hanya dapat dijatuhi satu jenis tindakan administratif.

Status Kepemilikan Tanah untuk Orang Asing yang Telah Menjadi WNI (cttn kul STHG)

Hukum Keluarga dan Waris Status Kepemilikan Tanah untuk Orang Asing yang Telah Menjadi WNI Pertanyaan : Bagaimana status hukum apabila orang asing yang telah menjadi WNI, namun pasangannya masih WNA, sedangkan pernikahan mereka dahulu dilakukan di negara asal, dan belum didaftarkan di Indonesia? Dapatkah pasangan yang telah menjadi WNI memiliki harta berupa tanah? Apabila dapat, langkah-langkah apa yang harus ditempuh dan syarat apa saja yang harus dipenuhi? Jawaban : Sebelumnya yang perlu kita pahami bahwa terdapat berbagai macam hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh seorang individu di Indonesia. Menurut UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UU Agraria”), jenis-jenisnya adalah: 1) Hak Milik, yaitu hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah (pasal 20 ayat [1] UU Agraria). Hak Milik ini hanya boleh dipegang oleh seorang warganegara Indonesia (pasal 21 ayat [1] UU Agraria), ataupun oleh badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah (pasal 21 ayat [2] UU Agraria) 2) Hak Guna Usaha, yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29 UU Agraria, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan (pasal 28 ayat [1] UU Agraria). Hak Guna usaha ini hanya boleh dipegang oleh warganegara Indonesia ataupun badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (pasal 30 ayat [1] UU Agraria) 3) Hak Guna Bangunan, adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun (pasal 35 ayat 1 UU Agraria). Hak Guna Bangunan hanya boleh dipegang oleh warganegara Indonesia ataupun badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (pasal 36 ayat [1] UU Agraria) 4) Hak Pakai, adalah adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang (pasal 41 ayat [1] UU Agraria). Yang boleh menjadi pemegangnya adalah warga negara Indonesia (“WNI”), orang asing (warga negara asing/”WNA”) yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, atau badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia (pasal 42 UU Agraria) Dalam masalah yang Anda uraikan, perkawinan pasangan tersebut merupakan perkawinan campuran, yaitu perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia (pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan/”UU Perkawinan”). Dalam hal perkawinan campuran demikian, WNI pelaku perkawinan campuran tidak dapat memiliki Hak Milik, Hak Guna Usaha ataupun Hak Guna Bangunan. Hal ini karena dalam pasal 35 UU Perkawinan dinyatakan bahwa Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Jadi, ada percampuran harta di sini, dan pasangan yang berstatus WNA akan turut menjadi pemilik atas harta pihak yang berstatus WNI. Oleh karena itu, tidak boleh seorang WNI pelaku perkawinan campuran memegang Hak Milik, atau Hak Guna Bangunan, atau Hak Guna Usaha. Akan tetapi, WNI dalam perkawinan campuran bisa memiliki Hak Milik, Hak Guna Usaha ataupun Hak Guna Bangunan, dengan catatan bahwa yang bersangkutan mempunyai perjanjian perkawinan sebelum menikah, yang mengatur mengenai pemisahan harta kekayaan. Dengan adanya perjanjian perkawinan, maka tidak terdapat percampuran harta sehingga harta yang dimiliki oleh para pihak tersebut adalah menjadi milik masing-masing. Yang harus diingat, perjanjian perkawinan untuk memisahkan harta tersebut harus dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan. Ini sesuai dengan definisi perjanjian perkawinan dalam pasal 29 ayat 1 UU Perkawinan, yaitu: “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut” Apabila pelaku perkawinan campuran tidak mempunyai perjanjian pemisahan harta yang dibuat sebelum perkawinan, maka mereka tidak dapat memiliki hak atas tanah yang berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan. Akan tetapi mereka bisa menjadi pemegang Hak Pakai. Sebagaimana dijelaskan di atas, Hak Pakai dapat dipegang oleh seorang WNA, sehingga tidak ada masalah walaupun sang pasangan masih berstatus WNA. Perkawinan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia harus dilaporkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun(pasal 73 Perpres No. 25/2008). Namun, apabila jangka waktu satu tahun ini terlewati, pencatatan perkawinan masih bisa dilakukan melalui Pengadilan Negeri sesuai dengan domisili yang bersangkutan, dan dengan dikenai denda administratif sesuai pasal 107 Perpres No. 25/2008. Demikian yang kami ketahui. Semoga bermanfaat. Dasar hukum: 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 3. Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil

Jumat, 31 Agustus 2012

HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan unsur alam yang terdiri dari berbagai macam proses ekologi yang merupakan suatu kesatuan. Proses-proses tersebut merupakan mata rantai atau siklus penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup terhadap pembangunan. Lingkungan hidup juga mempunyai fungsi sebagai penyangga perikehidupan yang sangat penting, oleh karena itu pengelolaan dan pengembangannya diarahkan untuk mempertahankan keberadaannya dalam keseimbangan yang dinamis melalui berbagai usaha perlindungan dan rehabilitasi serta usaha pemeliharaan keseimbangan antara unsur-unsur secara terus menerus. Manusia dan alam lingkungannya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena berhubungan dan saling mengadakan interaksi. Dengan adanya interaksi dan hubungan tersebut sehingga akan membentuk suatu yang harmonis. Dalam rangkaian kesatuan itu semua unsur menjalin suatu interaksi yang harmonis dan stabil sehingga terwujud komposisi lingkungan hidup yang serasi dan seimbang. Diantara unsur-unsur tersebut di bawah ini yaitu : hewan, manusia dan tumbuh-tumbuhan atau benda mati saling mempengaruhi yang akan terbentuk dalam berbagai macam bentuk dan sifat serta reaksi suatu golongan atas pengaruh dari lainnya yang berbeda-beda. Masalah lingkungan di Indonesia merupakan problem khusus bagi pemerintah dan masyarakat karenamasalah lingkungan hidup merupakan masalah yang kompleks di manalingkungan lebih banyak bergantung kepada tingkah laku manusia yangsemakin lama semakin menurun baik dalam kualitas maupun kuantitas dalam menunjang kehidupan. Pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkattentu akan berkembang pula kebutuhan hidup baik lahiriah maupun batiniah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah mengadakan pembangunan di segala bidang. Karena luasnya ruang lingkup pembangunan, maka dalam pencapaiannya dilakukan secara bertahap tetapi simultan. Dengan adanya pelaksanaan pembangunan ini maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, karena pembangunan ini maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, karena pembangunan berarti perubahan dan pertumbuhan yang berangsur-angsur atau secara cepat merubah rona, sifat dan keadaan lingkungan hidup, agar menjadi lebih baik dan sehat. Pembangunan yang dilakukan selama ini, selain bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan rakyat, dalam kenyataannya juga menimbulkan dampak yang positif maupun negatif. Hal ini berarti selain membawa manfaat bagi umat manusia, pembangunan juga menimbulkan risiko bagi lingkungan. Demikian halnya pembangunan di sektor industri. Dalam usaha untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pendapatan, pemerintah semakin mendorong lahirnya industri. Sehingga perkembangan industri mempunyai peran yang cukup luas dan kompleks dalam pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan pengawasan dan pembinaan di bidang perindustrian sehingga dapat mencegah timbulnya dampak negatif sebagai akibat dari perkembangan industri dan teknologi. Perencanaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan harus memuat perkiraan dampaknya yang penting terhadaplingkungan hidup, guna dijadikan pertimbangan apakah untuk rencana tersebut perlu dibuat analisis mengenai dampak lingkungan.Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, berbunyi sebgai berikut : “Setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Dengan latar belakang seperti diuraikan di atas maka dikemukakan judul penelitian: “HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN SERTA MASALAH LINGKUNGAN HIDUP SEHINGGA TIMBUL KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP DI TINGKAT GLOBAL DAN NASIONAL”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat diajukan pokok-pokok perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hakikat makna lingkungan hidup ? 2. Bagaimana kaitan antara Pembangunan dan Lingkungan Hidup ? 3. Seperti apakah masalah-masalah lingkungan hidup dan penyebabnya ? 4. Bagaimana Lahirnya Kesadaran Lingkungan Hidup di Tingkat Global dan Nasional ? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. untuk mengetahui hakikat makna lingkungan hidup 2. untuk mengetahui kaitan antara pembangunan dan lingkungan hidup 3. untuk mengetahui masalah-masalah lingkungan hidup dan penyebabnya 4. untuk mengetahui lahirnya kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional D. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini semoga dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah khususnya lembaga yang menangani masalah pencemaran air dan perusakan lingkungan hidup. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum lingkungan dan memberikan tambahan khasanah pustaka bagi siapa saja yang ingin mempelajari, mengetahui dan meneliti secara mendalam mengenai masalah yang dibahas BAB II PEMBAHASAN A. Hakikat Dan Makna Lingkungan Bagi Manusia Manusia hidup pasti mempunyai hubungan dengan lingkungan hidupnya. Pada mulanya, manusia mencoba mengenal lingkungan hidupnya, kemudian barulah manusia berusaha menyesuaikan dirinya. Lebih dari itu, manusia telah berusaha pula mengubah lingkungan hidupnya demi kebutuhan dan kesejahteraan. Dari sinilah lahir peradaban istilah Toynbee sebagai akibat dari kemampuan manusia mengatasi lingkungan agar lingkungan mendukung kehidupannya. Misalnya, manusia menciptakan jembatan agar bisa melewati sungai yang membatasinya. Lingkungan adalah suatu media di mana makhluk hidup tinggal, mencari, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil (Elly M. Setiadi, 2006). Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelanngsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup. Menurut Pasal 2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup Lingkungan amat penting bagi kehidupan manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatankan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Arti penting lingkungan bagi manusia adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan merupakan tempat hidup manusia. Manusia hidup, berada, tumbuh, dan berkembang, diatas bumi sebagai lingkungan. 2. Lingkungan memberi sumber-sumber penghidupan manusia. 3. Lingkungan memengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia yanng mendiaminya. 4. Lingkungan memberi tantangan bagi kemajuan peradaban manusia. 5. Manusia memperbaiki, mengubah, bahkan menciptakan lingkungan untuk kebutuhan dan kebahagiaan hidup. Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Juni. Peringatan ini dimaksudkan untuk menggugah kepedulian manusia dan masyarakat pada lingkungan hidup yang cenderung semakin rusak. Hari Lingkungan Hidup Sedunia pertama kali dicetuskan pada tahun 1972 sebagai rangkaian kegiatan lingkungan dari dua tahun sebelumnya ketika seorang senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson menyaksikan betapa kotor dan cemarnya bumi oleh ulah manusia. Selanjutnya, ia mengambil prakarsa bersama LSM untuk mencurahkan satu hari bagi usaha penyelamatan bumi dari kerusakan. Dari Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup yang diselanggarakan pada tanggal 5 Juni 1972 di Stockholm, Swedia. Tanggal 5 Juni tersebut di tetapkan sebagai hari Lingkungan Hidup Sedunia.Warga atau masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kesempatan berperan serta itu dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut: 1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan. 2. Menumbuhkankembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat. 3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial. 4. Memberikan saran dan pendapat. 5. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan. B. Pembangunan Dan Lingkungan Hidup Sejalan dengan gagasan ecodevelopment maka pembentukan WCED(World Commission on Environment and Development) oleh PBB tahun 1983 mempunyai andil yang sangat besar dalam merumuskan wawasan lingkungan dalam pembangunan di semua sektor. Pendekatan yang dilakukan WCED terhadap lingkungan dan pembangunan dari 6 (enam) aspek yaitu : keterkaitan, berkelanjutan, pemerataan, sekuriti dan resiko lingkungan, pendidikan dan komunikasi serta kerjasama internasional. Laporan WCED yang dibuat oleh Komisi Brundtland(Brundtland Commission) di tahun 1987 yaitu ”Hari Depan Kita Bersama”(Our Common Future) telah mencuatkan gagasan sustainable development(pembangunan berkelanjutan). Tugas komisi tersebut telah ditentukan yaitu mendefinisikan hubungan antara pembangunan dan lingkungan. Dalam laporan tersebut pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (development that meet the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs). Di dalamnya terkandung dua gagasan penting : 1. Gagasan “kebutuhan”, khususnya kebutuhan essensial kaum miskin sedunia, yang harus diberi prioritas utama; 2. Gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Nilai hakiki yang tersirat dalam pernyataan di atas adalah generasi yang hidup saat ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana bahwa sumber daya alam yang terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik mungkin dengan memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu : menjaga, memelihara, memanfaatkan serta melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang. Hal ini menandakan bahwa generasi yang hidup di zamannya tidak boleh menghabiskan sumber daya alam atau penggunaanya tidak melampaui kemampuan ekosistem yang mendukung kehidupannya sehingga akan mengakibatkan generasi mendatang tidak tersisa lagi atau mewariskan malapetaka lingkungan yang pada akhirnya menghancurkan generasi umat manusia. Berkelanjutan merupakan kegiatan yang secara terus-menerus dan pendefinisiannya didasarkan pada keadaan saat itu. Keberlanjutan suatu kegiatan untuk masa yang akan datang tidak dapat dijamin kepastiannya, oleh karena banyak faktor yang mempengaruhi dan bersifat tidak terduga. Akan tetapi konsep moral yang mendasari hal ini adalah tindakan konservasi dalam setiap kegiatan yang akan merusak, mencemari lingkungan hidup, mampu untuk mempelajari dampak dari kegiatan yang dilakukan serta banyak belajar dari setiap kesalahan. Anthony Giddens menanggapi kosepsi pembangunan berkelanjutan tersebut sebagai sebuah definisi yang sangat sederhana yaitu sebagai kemampuan generasi sekarang “untuk memastikan bahwa perkembangan tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”. Karena generasi sekarang tidak mengetahui kebutuhan generasi mendatang, atau bagaimana perubahan teknologi mempengaruhi pemanfaatan sumber daya alam, gagasan pembangunan berkelanjutan tidak pernah akurat, dan karena itu tidak mengejutkan bahwa ada empat puluh definisi yang berbeda tentang hal itu. Pembangunan berkelanjutan dengan demikian lebih merupakan prinsip panduan ketimbang sebuah formula yang akurat. Donald. N. Dewees menyebutkan bahwa pembanguan berkelanjutan adalah pembangunan di mana kebutuhan sosial melampaui biaya sosial dalam jangka panjang. Hal ini berarti terjadinya peningkatan yang berkesinambungan dalam pendapatan nyata per orang dan kualitas hidup; memperkecil perbedaan tingkat pendapatan, menghilangkan penderitaan fisik yang disebabkan oleh kemiskinan, mencegah kepunahan spesies atau ekosistem, memelihara keharmonisan sosial dan keamanan, dan memelihara peninggalan kebudayaan secara baik. Disebutkan pula oleh Donald. N. Dewees terdapat dua faktor yang membatasi pembangunan berkelanjutan ialah pencemaran dan konsumsi dari sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources). Pencemaran lingkungan dapat mengurangi produktivitas pertanian, perikanan, kehutanan, dan merusak kesehatan. Akan sangat besar jumlah biaya yang dibutuhkan untuk membersihkannya, mengembalikan dalam keadaan semula, ataupun untuk menetralisasinya daripada untuk mengontrol supaya lingkungan tidak tercemar. Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan memerlukan peraturan serta kebijaksanaan yang tepat untuk mengatur pencemaran lingkungan, bukan saja terhadap pencemar, tetapi juga dampaknya untuk jangka panjang. Menurut pasal 1 (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan; C. Masalah-Masalah Lingkungan Hidup Dan Penyebabnya Lingkungan sosial merupakan wilayah tempat berlangsungnya berbagai kegiatan dan interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta terkait dengan ekosistem (sebagai komponen lingkungan alam) dan tata ruang atau peruntukan ruang (sebagai bagian dari lingkungan binaan/buatan). Manusia hidup berkaitan dengan lingkungan, baik fisik (alam dan buatan) maupun lingkungan sosial. 1. Interaksi dalam Lingkungan Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal balik antara perorangan, antara kelompok manusia dalam bentuk akomodasi, kerja sama, persaingan, dan pertikaian. Interaksi sosial dapat terjadi apabila ada kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan usaha pendekatan pertemuan fisik dan mental. Kontak sosial dapat bersifat primer (face to face) dan dapat berbentuk sekunder (melalui media perantara, koran, radio, tv, dan lain-lain). Komunikasi merupakan usaha penyampaian informasi kepada manusia lain. Tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi interaksi sosial. Komunikasi bisa berbentuk lisan, tulisan, atau simbol lainnya. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), akomodasi (accomodation), persaingan (competition), dan pertikaian (conflict). Kerja sama sebagai segala bentuk usaha guna mencapai tujuan bersama. Akomodasi sebagai keadaan menunjukan kenyataan adanya keseimbangan dalam interaksi sosial. Akomodasi sebagai proses menunjukan pada usaha manusia untuk meredakan pertentangan, yaitu usaha mencapai kestabilan. Persaingan merupakan proses sosial dimana seseorang atau kelompok sosial bersaing memperebutkan nilai atau keuntungan dalam kehidupan melalui cara-cara menarik perhatian publik. Pertikaian merupakan interaksi sosian di mana seseorang atau kelompok sosial berusaha memenuhi kebutuhannya dengan jalan menantang lawannya dengan ancaman atau kekerasan. 2. Pranata dalam Lingkungan Sosial Pranata sosial (dalam bahasa Inggris Istilahnya institution) menunjuk pada sistem pola-pola resmi yang dianut suatu warga masyarakat dalam berinteraksi (Koentjaraningrat, 1996). Pranata adalah suatu sistem norma khusus yang menata rangkaian tinakan berpola mantap guna memenuhi keperluan yang khusus dalam kehidupan masyarakat. Sistem norma khusus dimaksudkan sebagai sistem aturan-atuaran, artinya perilaku itu didasarkan pada aturan-aturan yang telah ditetapkan. 3. Problema dalam Kehidupan Sosial Problema sosial merupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problema sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya, maka problema sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Soerjono Soekanto, 1982): a) Problema sosial karena faktor ekonomi, seperti kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran. b) Problema sosial karena faktor biologis, seperti wabah penyakit. c) Problema sosial karena faktor psikologis, seperti bunuh diri, sakit jiwa, dan disorganisasi. d) Problema sosial karena faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama. Masalah-Masalah Lingkungan Hidup dapat diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Bab II tentang asas, tujuan, dan sasaran yang terangkum dalam, Pasal 3 yaitu Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat; kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan local, tata kelolapemerintahan yang baik; dan otonomi daerah. Sedangkan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah : a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; b. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup; c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; f. terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Sehingga dari pengimplementasian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat teratasi apabila dilaksanakan sesuai aturan yang ada. D. Lahirnya Kesadaran Lingkungan Hidup di Tingkat Global dan Nasional Kesadaran terhadap masalah lingkungan berupa kesadaran terhadap kemunduran kualitas lingkungan, yang diakibatkan oleh pencemaran, pengrusakan, dan gangguan. Kesadaran itu timbul pada tataran global/internasional yang dituangkan/dinyatakan dalam Deklarasi, Konvensi, Kesepakatan, dan pembentukan kelembagaan dunia regional, serta nasional. Masalah-masalah global yang muncul dalam kerangka hubungan antar bangsa dan masalah-masalah nasional timbul dalam rangka internal masing-masing Negara, baik dimensi public maupun privat karena berbagai kepentingan yang terkait tidak saja kepetingan kolektif (Collective Rights) tetapi juga berkaitan dengan hak dan kepentingan indivual (Individual Rights), oleh karenanya pelaku perusakan lingkungan dapat pula besifat individual (Individual Crime), kolektif (Collective Crime) maupun dilakukan oleh badan hukum ( Corporate Crime); Dengan demikian kerusakan lingkunganpun yang semakin luas tidak hanya alam,flora danfauna ( The Ecological Approcah) tetapi juga masa depan generasi manusia yang memungkinkan menderita akibatkerusakan mutu lingkungan hidup. Masalah-masalah ingkungan global maupun nasional tentunya diperlukan pengaturan yang bersifat global dan nasional pula, agar kasadaran akan lingkungan yang baik dan sehat dalam konteks pembangunan berkelanjutan bisa di tata dengan memperhatikan berbagai disiplim ilmu, termasuk ilmu hukum untuk mengendalikan perilaku manusia karena manusialah yang mempunyai peran dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan mengembangkan yang baik dan bermanfaat dan mengeliminer yang tidak/kurang baik bagi kehidupan manusia. Kita melihat sejauh ini menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2010 kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam masa transisi dengan bebrapa cotoh sebagai berikut : • Deforestasi (Kalimantan, Sumatera, Sulawesi & Papua antara 85-97, 1,7 juta hektar/tahun (estimasi Dephut 0,6 - 1,3 juta hektar/tahun) • Illegal logging 1994-1997, 20 juta m/tahun (modus: menebang kayu di kawasan lindung oleh pihak ketiga, melanggar ketentuan-ketentuan HPH,dll); • Kebakaran hutan (1997-1998), areal yang terbakar 9,7 juta hektar (4,8 juta hektar areal hutan). Kerugian ekonomi 9,3 milyar dolar US dan 7,9 juta dolar US merupakan beban masyarakat dan dunia usaha. 1,4 juta dolar US merupakan beban global yang diakibatkan oleh perubahan iklim global. Penyebab: 34 % diakibatkan oleh konversi lahan skala besar; 25 % peladang berpindah; 17 %pertanian; 14 % kelalaianmanusia dan konflik masyarakatdengan pemegang konsesi; 8 % proyek transmigrasi; dan 1 % diakibatkan oleh alam; • Perusakan terumbu karang pada sumber daya perikanan dan kelautan, 7% dalam keadaan baik, 70% dalam keadaan yang sangat rusak (OJL-LIPI) • Kasus-kasus pertambangan yang berdampak pada ekosistem dan kehidupan masyarakat (Freeport, Newmont Minahasa, Kelian Equatorial Mining, Antam, Dll; • Pencemaran air permukaan, air bawah tanah, dan udara (industry maupun kendaraan bermotor) Demikian juga terjadi pemanasan global atau Global Warming yang dipahami sebagai adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca.Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut. Pemanasan Global atau Global Kesadaran global/Internasional akan lingkungan hidp ketika diadakan konferensi Internasional tentang lingkungan hidup manusia yang diselenggarakan di Stockholm Swedia pada tanggal 5-16 Juni 1972 yang diikuti oleh 113 Negara dan bebrapa puluh peninjau. Hasil konferen Stockholm declaration, 4 yang melahirkan 26 prinsip/asas dimanaPrinsip I Deklarasi Stockholm 1972 : di katakana “Setiap manusia memiliki hak fundamental atas lingkunganyang sehat dan layak bagi kehidupan”dan “Setiap manusia bertanggung jawab untuk melindungilingkungan demi kepentingan generasi kini dan mendatang”. Namun demikian hasil konferensi Stockholm tidak efektif karena karusakan lingkugan masih terus terjadi baik di Negara maju maupun dunia ketiga, hal ini membuat keprihatinan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kemudian membentuk apa yang dinamakan dengan World Commission on Environment and Development yang pada akhirnya melahirkan bebrapa konsep salah satunya adalah Sustaineble Development dimana dikatakan berbagaipengembangan sektoral,seperti: pertanian, kehutanan,industry, energy, perikanan, investasi, perdagangan, bantuan ekonomi. Apabila bercermin pada Pasal 6 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup akan lahir kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional, seperti yang disebutkan dalam butir-butir pasal tersebut yang menyebutkan bahwa : 1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan. 2. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Serta pasal Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa : 1. Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. 2. Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara: a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; d. memberikan saran pendapat; e. menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelanngsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputikebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yangmemadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan; Masalah - masalah Lingkungan Hidup merupakan persoalan yang menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problema sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki dan dapat diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Bab II tentang asas, tujuan, dan sasaran Apabila bercermin pada Pasal 6 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup akan lahir kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional, seperti yang disebutkan dalam butir-butir pasal tersebut yang menyebutkan bahwa : 1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan. 2. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. b. Saran 1. Diharapkan dapat memaknai hakikat dan lingkungan agar manusia melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup 2. Generasi yang hidup saat ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana bahwa sumber daya alam yang terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik mungkin dengan memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu : menjaga, memelihara, memanfaatkan serta melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang. 3. Diharapkan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan untuk pengelolaan lingkungan hidup. DAFTAR PUSTAKA - Soemarwoto, Otto, Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 1996. - Rangkuti, Siti Sundari Instrumen Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup, Seminar Pemikiran Perubahan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 2003 - Widjaja, HAW.Majalah Lingkungan & Pembangunan, Jakarta, 2001. - http: // sastrakelabu. Wordpress .com /2009/12/14/ hukum lingkungan berdasarkan -uu- nomor- 23- tahun- 1997- tentang- pengelolaan- lingkungan-hidup/ “HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN SERTA MASALAH LINGKUNGAN HIDUP SEHINGGA TIMBUL KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP DI TINGKAT GLOBAL DAN NASIONAL”. DISUSUN OLEH: NURI SULISTIANINGSIH SEKOLAH TINGGI HUKUM GARUT

HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP (cttn kul di STHG)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan unsur alam yang terdiri dari berbagai macam proses ekologi yang merupakan suatu kesatuan. Proses-proses tersebut merupakan mata rantai atau siklus penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup terhadap pembangunan. Lingkungan hidup juga mempunyai fungsi sebagai penyangga perikehidupan yang sangat penting, oleh karena itu pengelolaan dan pengembangannya diarahkan untuk mempertahankan keberadaannya dalam keseimbangan yang dinamis melalui berbagai usaha perlindungan dan rehabilitasi serta usaha pemeliharaan keseimbangan antara unsur-unsur secara terus menerus. Manusia dan alam lingkungannya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena berhubungan dan saling mengadakan interaksi. Dengan adanya interaksi dan hubungan tersebut sehingga akan membentuk suatu yang harmonis. Dalam rangkaian kesatuan itu semua unsur menjalin suatu interaksi yang harmonis dan stabil sehingga terwujud komposisi lingkungan hidup yang serasi dan seimbang. Diantara unsur-unsur tersebut di bawah ini yaitu : hewan, manusia dan tumbuh-tumbuhan atau benda mati saling mempengaruhi yang akan terbentuk dalam berbagai macam bentuk dan sifat serta reaksi suatu golongan atas pengaruh dari lainnya yang berbeda-beda. Masalah lingkungan di Indonesia merupakan problem khusus bagi pemerintah dan masyarakat karenamasalah lingkungan hidup merupakan masalah yang kompleks di manalingkungan lebih banyak bergantung kepada tingkah laku manusia yangsemakin lama semakin menurun baik dalam kualitas maupun kuantitas dalam menunjang kehidupan. Pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkattentu akan berkembang pula kebutuhan hidup baik lahiriah maupun batiniah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah mengadakan pembangunan di segala bidang. Karena luasnya ruang lingkup pembangunan, maka dalam pencapaiannya dilakukan secara bertahap tetapi simultan. Dengan adanya pelaksanaan pembangunan ini maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, karena pembangunan ini maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, karena pembangunan berarti perubahan dan pertumbuhan yang berangsur-angsur atau secara cepat merubah rona, sifat dan keadaan lingkungan hidup, agar menjadi lebih baik dan sehat. Pembangunan yang dilakukan selama ini, selain bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan rakyat, dalam kenyataannya juga menimbulkan dampak yang positif maupun negatif. Hal ini berarti selain membawa manfaat bagi umat manusia, pembangunan juga menimbulkan risiko bagi lingkungan. Demikian halnya pembangunan di sektor industri. Dalam usaha untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pendapatan, pemerintah semakin mendorong lahirnya industri. Sehingga perkembangan industri mempunyai peran yang cukup luas dan kompleks dalam pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan pengawasan dan pembinaan di bidang perindustrian sehingga dapat mencegah timbulnya dampak negatif sebagai akibat dari perkembangan industri dan teknologi. Perencanaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan harus memuat perkiraan dampaknya yang penting terhadaplingkungan hidup, guna dijadikan pertimbangan apakah untuk rencana tersebut perlu dibuat analisis mengenai dampak lingkungan.Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, berbunyi sebgai berikut : “Setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Dengan latar belakang seperti diuraikan di atas maka dikemukakan judul penelitian: “HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN SERTA MASALAH LINGKUNGAN HIDUP SEHINGGA TIMBUL KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP DI TINGKAT GLOBAL DAN NASIONAL”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat diajukan pokok-pokok perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hakikat makna lingkungan hidup ? 2. Bagaimana kaitan antara Pembangunan dan Lingkungan Hidup ? 3. Seperti apakah masalah-masalah lingkungan hidup dan penyebabnya ? 4. Bagaimana Lahirnya Kesadaran Lingkungan Hidup di Tingkat Global dan Nasional ? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. untuk mengetahui hakikat makna lingkungan hidup 2. untuk mengetahui kaitan antara pembangunan dan lingkungan hidup 3. untuk mengetahui masalah-masalah lingkungan hidup dan penyebabnya 4. untuk mengetahui lahirnya kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional D. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini semoga dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah khususnya lembaga yang menangani masalah pencemaran air dan perusakan lingkungan hidup. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum lingkungan dan memberikan tambahan khasanah pustaka bagi siapa saja yang ingin mempelajari, mengetahui dan meneliti secara mendalam mengenai masalah yang dibahas BAB II PEMBAHASAN A. Hakikat Dan Makna Lingkungan Bagi Manusia Manusia hidup pasti mempunyai hubungan dengan lingkungan hidupnya. Pada mulanya, manusia mencoba mengenal lingkungan hidupnya, kemudian barulah manusia berusaha menyesuaikan dirinya. Lebih dari itu, manusia telah berusaha pula mengubah lingkungan hidupnya demi kebutuhan dan kesejahteraan. Dari sinilah lahir peradaban istilah Toynbee sebagai akibat dari kemampuan manusia mengatasi lingkungan agar lingkungan mendukung kehidupannya. Misalnya, manusia menciptakan jembatan agar bisa melewati sungai yang membatasinya. Lingkungan adalah suatu media di mana makhluk hidup tinggal, mencari, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil (Elly M. Setiadi, 2006). Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelanngsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup. Menurut Pasal 2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup Lingkungan amat penting bagi kehidupan manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatankan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Arti penting lingkungan bagi manusia adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan merupakan tempat hidup manusia. Manusia hidup, berada, tumbuh, dan berkembang, diatas bumi sebagai lingkungan. 2. Lingkungan memberi sumber-sumber penghidupan manusia. 3. Lingkungan memengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia yanng mendiaminya. 4. Lingkungan memberi tantangan bagi kemajuan peradaban manusia. 5. Manusia memperbaiki, mengubah, bahkan menciptakan lingkungan untuk kebutuhan dan kebahagiaan hidup. Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Juni. Peringatan ini dimaksudkan untuk menggugah kepedulian manusia dan masyarakat pada lingkungan hidup yang cenderung semakin rusak. Hari Lingkungan Hidup Sedunia pertama kali dicetuskan pada tahun 1972 sebagai rangkaian kegiatan lingkungan dari dua tahun sebelumnya ketika seorang senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson menyaksikan betapa kotor dan cemarnya bumi oleh ulah manusia. Selanjutnya, ia mengambil prakarsa bersama LSM untuk mencurahkan satu hari bagi usaha penyelamatan bumi dari kerusakan. Dari Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup yang diselanggarakan pada tanggal 5 Juni 1972 di Stockholm, Swedia. Tanggal 5 Juni tersebut di tetapkan sebagai hari Lingkungan Hidup Sedunia.Warga atau masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kesempatan berperan serta itu dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut: 1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan. 2. Menumbuhkankembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat. 3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial. 4. Memberikan saran dan pendapat. 5. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan. B. Pembangunan Dan Lingkungan Hidup Sejalan dengan gagasan ecodevelopment maka pembentukan WCED(World Commission on Environment and Development) oleh PBB tahun 1983 mempunyai andil yang sangat besar dalam merumuskan wawasan lingkungan dalam pembangunan di semua sektor. Pendekatan yang dilakukan WCED terhadap lingkungan dan pembangunan dari 6 (enam) aspek yaitu : keterkaitan, berkelanjutan, pemerataan, sekuriti dan resiko lingkungan, pendidikan dan komunikasi serta kerjasama internasional. Laporan WCED yang dibuat oleh Komisi Brundtland(Brundtland Commission) di tahun 1987 yaitu ”Hari Depan Kita Bersama”(Our Common Future) telah mencuatkan gagasan sustainable development(pembangunan berkelanjutan). Tugas komisi tersebut telah ditentukan yaitu mendefinisikan hubungan antara pembangunan dan lingkungan. Dalam laporan tersebut pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (development that meet the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs). Di dalamnya terkandung dua gagasan penting : 1. Gagasan “kebutuhan”, khususnya kebutuhan essensial kaum miskin sedunia, yang harus diberi prioritas utama; 2. Gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Nilai hakiki yang tersirat dalam pernyataan di atas adalah generasi yang hidup saat ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana bahwa sumber daya alam yang terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik mungkin dengan memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu : menjaga, memelihara, memanfaatkan serta melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang. Hal ini menandakan bahwa generasi yang hidup di zamannya tidak boleh menghabiskan sumber daya alam atau penggunaanya tidak melampaui kemampuan ekosistem yang mendukung kehidupannya sehingga akan mengakibatkan generasi mendatang tidak tersisa lagi atau mewariskan malapetaka lingkungan yang pada akhirnya menghancurkan generasi umat manusia. Berkelanjutan merupakan kegiatan yang secara terus-menerus dan pendefinisiannya didasarkan pada keadaan saat itu. Keberlanjutan suatu kegiatan untuk masa yang akan datang tidak dapat dijamin kepastiannya, oleh karena banyak faktor yang mempengaruhi dan bersifat tidak terduga. Akan tetapi konsep moral yang mendasari hal ini adalah tindakan konservasi dalam setiap kegiatan yang akan merusak, mencemari lingkungan hidup, mampu untuk mempelajari dampak dari kegiatan yang dilakukan serta banyak belajar dari setiap kesalahan. Anthony Giddens menanggapi kosepsi pembangunan berkelanjutan tersebut sebagai sebuah definisi yang sangat sederhana yaitu sebagai kemampuan generasi sekarang “untuk memastikan bahwa perkembangan tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”. Karena generasi sekarang tidak mengetahui kebutuhan generasi mendatang, atau bagaimana perubahan teknologi mempengaruhi pemanfaatan sumber daya alam, gagasan pembangunan berkelanjutan tidak pernah akurat, dan karena itu tidak mengejutkan bahwa ada empat puluh definisi yang berbeda tentang hal itu. Pembangunan berkelanjutan dengan demikian lebih merupakan prinsip panduan ketimbang sebuah formula yang akurat. Donald. N. Dewees menyebutkan bahwa pembanguan berkelanjutan adalah pembangunan di mana kebutuhan sosial melampaui biaya sosial dalam jangka panjang. Hal ini berarti terjadinya peningkatan yang berkesinambungan dalam pendapatan nyata per orang dan kualitas hidup; memperkecil perbedaan tingkat pendapatan, menghilangkan penderitaan fisik yang disebabkan oleh kemiskinan, mencegah kepunahan spesies atau ekosistem, memelihara keharmonisan sosial dan keamanan, dan memelihara peninggalan kebudayaan secara baik. Disebutkan pula oleh Donald. N. Dewees terdapat dua faktor yang membatasi pembangunan berkelanjutan ialah pencemaran dan konsumsi dari sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources). Pencemaran lingkungan dapat mengurangi produktivitas pertanian, perikanan, kehutanan, dan merusak kesehatan. Akan sangat besar jumlah biaya yang dibutuhkan untuk membersihkannya, mengembalikan dalam keadaan semula, ataupun untuk menetralisasinya daripada untuk mengontrol supaya lingkungan tidak tercemar. Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan memerlukan peraturan serta kebijaksanaan yang tepat untuk mengatur pencemaran lingkungan, bukan saja terhadap pencemar, tetapi juga dampaknya untuk jangka panjang. Menurut pasal 1 (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan; C. Masalah-Masalah Lingkungan Hidup Dan Penyebabnya Lingkungan sosial merupakan wilayah tempat berlangsungnya berbagai kegiatan dan interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta terkait dengan ekosistem (sebagai komponen lingkungan alam) dan tata ruang atau peruntukan ruang (sebagai bagian dari lingkungan binaan/buatan). Manusia hidup berkaitan dengan lingkungan, baik fisik (alam dan buatan) maupun lingkungan sosial. 1. Interaksi dalam Lingkungan Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal balik antara perorangan, antara kelompok manusia dalam bentuk akomodasi, kerja sama, persaingan, dan pertikaian. Interaksi sosial dapat terjadi apabila ada kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan usaha pendekatan pertemuan fisik dan mental. Kontak sosial dapat bersifat primer (face to face) dan dapat berbentuk sekunder (melalui media perantara, koran, radio, tv, dan lain-lain). Komunikasi merupakan usaha penyampaian informasi kepada manusia lain. Tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi interaksi sosial. Komunikasi bisa berbentuk lisan, tulisan, atau simbol lainnya. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), akomodasi (accomodation), persaingan (competition), dan pertikaian (conflict). Kerja sama sebagai segala bentuk usaha guna mencapai tujuan bersama. Akomodasi sebagai keadaan menunjukan kenyataan adanya keseimbangan dalam interaksi sosial. Akomodasi sebagai proses menunjukan pada usaha manusia untuk meredakan pertentangan, yaitu usaha mencapai kestabilan. Persaingan merupakan proses sosial dimana seseorang atau kelompok sosial bersaing memperebutkan nilai atau keuntungan dalam kehidupan melalui cara-cara menarik perhatian publik. Pertikaian merupakan interaksi sosian di mana seseorang atau kelompok sosial berusaha memenuhi kebutuhannya dengan jalan menantang lawannya dengan ancaman atau kekerasan. 2. Pranata dalam Lingkungan Sosial Pranata sosial (dalam bahasa Inggris Istilahnya institution) menunjuk pada sistem pola-pola resmi yang dianut suatu warga masyarakat dalam berinteraksi (Koentjaraningrat, 1996). Pranata adalah suatu sistem norma khusus yang menata rangkaian tinakan berpola mantap guna memenuhi keperluan yang khusus dalam kehidupan masyarakat. Sistem norma khusus dimaksudkan sebagai sistem aturan-atuaran, artinya perilaku itu didasarkan pada aturan-aturan yang telah ditetapkan. 3. Problema dalam Kehidupan Sosial Problema sosial merupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problema sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya, maka problema sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Soerjono Soekanto, 1982): a) Problema sosial karena faktor ekonomi, seperti kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran. b) Problema sosial karena faktor biologis, seperti wabah penyakit. c) Problema sosial karena faktor psikologis, seperti bunuh diri, sakit jiwa, dan disorganisasi. d) Problema sosial karena faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama. Masalah-Masalah Lingkungan Hidup dapat diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Bab II tentang asas, tujuan, dan sasaran yang terangkum dalam, Pasal 3 yaitu Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat; kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan local, tata kelolapemerintahan yang baik; dan otonomi daerah. Sedangkan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah : a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; b. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup; c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; f. terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Sehingga dari pengimplementasian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat teratasi apabila dilaksanakan sesuai aturan yang ada. D. Lahirnya Kesadaran Lingkungan Hidup di Tingkat Global dan Nasional Kesadaran terhadap masalah lingkungan berupa kesadaran terhadap kemunduran kualitas lingkungan, yang diakibatkan oleh pencemaran, pengrusakan, dan gangguan. Kesadaran itu timbul pada tataran global/internasional yang dituangkan/dinyatakan dalam Deklarasi, Konvensi, Kesepakatan, dan pembentukan kelembagaan dunia regional, serta nasional. Masalah-masalah global yang muncul dalam kerangka hubungan antar bangsa dan masalah-masalah nasional timbul dalam rangka internal masing-masing Negara, baik dimensi public maupun privat karena berbagai kepentingan yang terkait tidak saja kepetingan kolektif (Collective Rights) tetapi juga berkaitan dengan hak dan kepentingan indivual (Individual Rights), oleh karenanya pelaku perusakan lingkungan dapat pula besifat individual (Individual Crime), kolektif (Collective Crime) maupun dilakukan oleh badan hukum ( Corporate Crime); Dengan demikian kerusakan lingkunganpun yang semakin luas tidak hanya alam,flora danfauna ( The Ecological Approcah) tetapi juga masa depan generasi manusia yang memungkinkan menderita akibatkerusakan mutu lingkungan hidup. Masalah-masalah ingkungan global maupun nasional tentunya diperlukan pengaturan yang bersifat global dan nasional pula, agar kasadaran akan lingkungan yang baik dan sehat dalam konteks pembangunan berkelanjutan bisa di tata dengan memperhatikan berbagai disiplim ilmu, termasuk ilmu hukum untuk mengendalikan perilaku manusia karena manusialah yang mempunyai peran dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan mengembangkan yang baik dan bermanfaat dan mengeliminer yang tidak/kurang baik bagi kehidupan manusia. Kita melihat sejauh ini menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2010 kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam masa transisi dengan bebrapa cotoh sebagai berikut : • Deforestasi (Kalimantan, Sumatera, Sulawesi & Papua antara 85-97, 1,7 juta hektar/tahun (estimasi Dephut 0,6 - 1,3 juta hektar/tahun) • Illegal logging 1994-1997, 20 juta m/tahun (modus: menebang kayu di kawasan lindung oleh pihak ketiga, melanggar ketentuan-ketentuan HPH,dll); • Kebakaran hutan (1997-1998), areal yang terbakar 9,7 juta hektar (4,8 juta hektar areal hutan). Kerugian ekonomi 9,3 milyar dolar US dan 7,9 juta dolar US merupakan beban masyarakat dan dunia usaha. 1,4 juta dolar US merupakan beban global yang diakibatkan oleh perubahan iklim global. Penyebab: 34 % diakibatkan oleh konversi lahan skala besar; 25 % peladang berpindah; 17 %pertanian; 14 % kelalaianmanusia dan konflik masyarakatdengan pemegang konsesi; 8 % proyek transmigrasi; dan 1 % diakibatkan oleh alam; • Perusakan terumbu karang pada sumber daya perikanan dan kelautan, 7% dalam keadaan baik, 70% dalam keadaan yang sangat rusak (OJL-LIPI) • Kasus-kasus pertambangan yang berdampak pada ekosistem dan kehidupan masyarakat (Freeport, Newmont Minahasa, Kelian Equatorial Mining, Antam, Dll; • Pencemaran air permukaan, air bawah tanah, dan udara (industry maupun kendaraan bermotor) Demikian juga terjadi pemanasan global atau Global Warming yang dipahami sebagai adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca.Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut. Pemanasan Global atau Global Kesadaran global/Internasional akan lingkungan hidp ketika diadakan konferensi Internasional tentang lingkungan hidup manusia yang diselenggarakan di Stockholm Swedia pada tanggal 5-16 Juni 1972 yang diikuti oleh 113 Negara dan bebrapa puluh peninjau. Hasil konferen Stockholm declaration, 4 yang melahirkan 26 prinsip/asas dimanaPrinsip I Deklarasi Stockholm 1972 : di katakana “Setiap manusia memiliki hak fundamental atas lingkunganyang sehat dan layak bagi kehidupan”dan “Setiap manusia bertanggung jawab untuk melindungilingkungan demi kepentingan generasi kini dan mendatang”. Namun demikian hasil konferensi Stockholm tidak efektif karena karusakan lingkugan masih terus terjadi baik di Negara maju maupun dunia ketiga, hal ini membuat keprihatinan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kemudian membentuk apa yang dinamakan dengan World Commission on Environment and Development yang pada akhirnya melahirkan bebrapa konsep salah satunya adalah Sustaineble Development dimana dikatakan berbagaipengembangan sektoral,seperti: pertanian, kehutanan,industry, energy, perikanan, investasi, perdagangan, bantuan ekonomi. Apabila bercermin pada Pasal 6 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup akan lahir kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional, seperti yang disebutkan dalam butir-butir pasal tersebut yang menyebutkan bahwa : 1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan. 2. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Serta pasal Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa : 1. Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. 2. Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara: a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; d. memberikan saran pendapat; e. menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelanngsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputikebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yangmemadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan; Masalah - masalah Lingkungan Hidup merupakan persoalan yang menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problema sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki dan dapat diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Bab II tentang asas, tujuan, dan sasaran Apabila bercermin pada Pasal 6 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup akan lahir kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional, seperti yang disebutkan dalam butir-butir pasal tersebut yang menyebutkan bahwa : 1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan. 2. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. b. Saran 1. Diharapkan dapat memaknai hakikat dan lingkungan agar manusia melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup 2. Generasi yang hidup saat ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana bahwa sumber daya alam yang terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik mungkin dengan memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu : menjaga, memelihara, memanfaatkan serta melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang. 3. Diharapkan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan untuk pengelolaan lingkungan hidup. DAFTAR PUSTAKA - Soemarwoto, Otto, Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 1996. - Rangkuti, Siti Sundari Instrumen Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup, Seminar Pemikiran Perubahan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 2003 - Widjaja, HAW.Majalah Lingkungan & Pembangunan, Jakarta, 2001. - http: // sastrakelabu. Wordpress .com /2009/12/14/ hukum lingkungan berdasarkan -uu- nomor- 23- tahun- 1997- tentang- pengelolaan- lingkungan-hidup/ “HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN SERTA MASALAH LINGKUNGAN HIDUP SEHINGGA TIMBUL KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP DI TINGKAT GLOBAL DAN NASIONAL”. DISUSUN OLEH: NURI SULISTIANINGSIH SEKOLAH TINGGI HUKUM GARUT