twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Jumat, 31 Agustus 2012

HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan unsur alam yang terdiri dari berbagai macam proses ekologi yang merupakan suatu kesatuan. Proses-proses tersebut merupakan mata rantai atau siklus penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup terhadap pembangunan. Lingkungan hidup juga mempunyai fungsi sebagai penyangga perikehidupan yang sangat penting, oleh karena itu pengelolaan dan pengembangannya diarahkan untuk mempertahankan keberadaannya dalam keseimbangan yang dinamis melalui berbagai usaha perlindungan dan rehabilitasi serta usaha pemeliharaan keseimbangan antara unsur-unsur secara terus menerus. Manusia dan alam lingkungannya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena berhubungan dan saling mengadakan interaksi. Dengan adanya interaksi dan hubungan tersebut sehingga akan membentuk suatu yang harmonis. Dalam rangkaian kesatuan itu semua unsur menjalin suatu interaksi yang harmonis dan stabil sehingga terwujud komposisi lingkungan hidup yang serasi dan seimbang. Diantara unsur-unsur tersebut di bawah ini yaitu : hewan, manusia dan tumbuh-tumbuhan atau benda mati saling mempengaruhi yang akan terbentuk dalam berbagai macam bentuk dan sifat serta reaksi suatu golongan atas pengaruh dari lainnya yang berbeda-beda. Masalah lingkungan di Indonesia merupakan problem khusus bagi pemerintah dan masyarakat karenamasalah lingkungan hidup merupakan masalah yang kompleks di manalingkungan lebih banyak bergantung kepada tingkah laku manusia yangsemakin lama semakin menurun baik dalam kualitas maupun kuantitas dalam menunjang kehidupan. Pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkattentu akan berkembang pula kebutuhan hidup baik lahiriah maupun batiniah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah mengadakan pembangunan di segala bidang. Karena luasnya ruang lingkup pembangunan, maka dalam pencapaiannya dilakukan secara bertahap tetapi simultan. Dengan adanya pelaksanaan pembangunan ini maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, karena pembangunan ini maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, karena pembangunan berarti perubahan dan pertumbuhan yang berangsur-angsur atau secara cepat merubah rona, sifat dan keadaan lingkungan hidup, agar menjadi lebih baik dan sehat. Pembangunan yang dilakukan selama ini, selain bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan rakyat, dalam kenyataannya juga menimbulkan dampak yang positif maupun negatif. Hal ini berarti selain membawa manfaat bagi umat manusia, pembangunan juga menimbulkan risiko bagi lingkungan. Demikian halnya pembangunan di sektor industri. Dalam usaha untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pendapatan, pemerintah semakin mendorong lahirnya industri. Sehingga perkembangan industri mempunyai peran yang cukup luas dan kompleks dalam pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan pengawasan dan pembinaan di bidang perindustrian sehingga dapat mencegah timbulnya dampak negatif sebagai akibat dari perkembangan industri dan teknologi. Perencanaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan harus memuat perkiraan dampaknya yang penting terhadaplingkungan hidup, guna dijadikan pertimbangan apakah untuk rencana tersebut perlu dibuat analisis mengenai dampak lingkungan.Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, berbunyi sebgai berikut : “Setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Dengan latar belakang seperti diuraikan di atas maka dikemukakan judul penelitian: “HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN SERTA MASALAH LINGKUNGAN HIDUP SEHINGGA TIMBUL KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP DI TINGKAT GLOBAL DAN NASIONAL”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat diajukan pokok-pokok perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hakikat makna lingkungan hidup ? 2. Bagaimana kaitan antara Pembangunan dan Lingkungan Hidup ? 3. Seperti apakah masalah-masalah lingkungan hidup dan penyebabnya ? 4. Bagaimana Lahirnya Kesadaran Lingkungan Hidup di Tingkat Global dan Nasional ? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. untuk mengetahui hakikat makna lingkungan hidup 2. untuk mengetahui kaitan antara pembangunan dan lingkungan hidup 3. untuk mengetahui masalah-masalah lingkungan hidup dan penyebabnya 4. untuk mengetahui lahirnya kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional D. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini semoga dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah khususnya lembaga yang menangani masalah pencemaran air dan perusakan lingkungan hidup. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum lingkungan dan memberikan tambahan khasanah pustaka bagi siapa saja yang ingin mempelajari, mengetahui dan meneliti secara mendalam mengenai masalah yang dibahas BAB II PEMBAHASAN A. Hakikat Dan Makna Lingkungan Bagi Manusia Manusia hidup pasti mempunyai hubungan dengan lingkungan hidupnya. Pada mulanya, manusia mencoba mengenal lingkungan hidupnya, kemudian barulah manusia berusaha menyesuaikan dirinya. Lebih dari itu, manusia telah berusaha pula mengubah lingkungan hidupnya demi kebutuhan dan kesejahteraan. Dari sinilah lahir peradaban istilah Toynbee sebagai akibat dari kemampuan manusia mengatasi lingkungan agar lingkungan mendukung kehidupannya. Misalnya, manusia menciptakan jembatan agar bisa melewati sungai yang membatasinya. Lingkungan adalah suatu media di mana makhluk hidup tinggal, mencari, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil (Elly M. Setiadi, 2006). Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelanngsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup. Menurut Pasal 2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup Lingkungan amat penting bagi kehidupan manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatankan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Arti penting lingkungan bagi manusia adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan merupakan tempat hidup manusia. Manusia hidup, berada, tumbuh, dan berkembang, diatas bumi sebagai lingkungan. 2. Lingkungan memberi sumber-sumber penghidupan manusia. 3. Lingkungan memengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia yanng mendiaminya. 4. Lingkungan memberi tantangan bagi kemajuan peradaban manusia. 5. Manusia memperbaiki, mengubah, bahkan menciptakan lingkungan untuk kebutuhan dan kebahagiaan hidup. Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Juni. Peringatan ini dimaksudkan untuk menggugah kepedulian manusia dan masyarakat pada lingkungan hidup yang cenderung semakin rusak. Hari Lingkungan Hidup Sedunia pertama kali dicetuskan pada tahun 1972 sebagai rangkaian kegiatan lingkungan dari dua tahun sebelumnya ketika seorang senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson menyaksikan betapa kotor dan cemarnya bumi oleh ulah manusia. Selanjutnya, ia mengambil prakarsa bersama LSM untuk mencurahkan satu hari bagi usaha penyelamatan bumi dari kerusakan. Dari Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup yang diselanggarakan pada tanggal 5 Juni 1972 di Stockholm, Swedia. Tanggal 5 Juni tersebut di tetapkan sebagai hari Lingkungan Hidup Sedunia.Warga atau masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kesempatan berperan serta itu dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut: 1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan. 2. Menumbuhkankembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat. 3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial. 4. Memberikan saran dan pendapat. 5. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan. B. Pembangunan Dan Lingkungan Hidup Sejalan dengan gagasan ecodevelopment maka pembentukan WCED(World Commission on Environment and Development) oleh PBB tahun 1983 mempunyai andil yang sangat besar dalam merumuskan wawasan lingkungan dalam pembangunan di semua sektor. Pendekatan yang dilakukan WCED terhadap lingkungan dan pembangunan dari 6 (enam) aspek yaitu : keterkaitan, berkelanjutan, pemerataan, sekuriti dan resiko lingkungan, pendidikan dan komunikasi serta kerjasama internasional. Laporan WCED yang dibuat oleh Komisi Brundtland(Brundtland Commission) di tahun 1987 yaitu ”Hari Depan Kita Bersama”(Our Common Future) telah mencuatkan gagasan sustainable development(pembangunan berkelanjutan). Tugas komisi tersebut telah ditentukan yaitu mendefinisikan hubungan antara pembangunan dan lingkungan. Dalam laporan tersebut pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (development that meet the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs). Di dalamnya terkandung dua gagasan penting : 1. Gagasan “kebutuhan”, khususnya kebutuhan essensial kaum miskin sedunia, yang harus diberi prioritas utama; 2. Gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Nilai hakiki yang tersirat dalam pernyataan di atas adalah generasi yang hidup saat ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana bahwa sumber daya alam yang terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik mungkin dengan memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu : menjaga, memelihara, memanfaatkan serta melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang. Hal ini menandakan bahwa generasi yang hidup di zamannya tidak boleh menghabiskan sumber daya alam atau penggunaanya tidak melampaui kemampuan ekosistem yang mendukung kehidupannya sehingga akan mengakibatkan generasi mendatang tidak tersisa lagi atau mewariskan malapetaka lingkungan yang pada akhirnya menghancurkan generasi umat manusia. Berkelanjutan merupakan kegiatan yang secara terus-menerus dan pendefinisiannya didasarkan pada keadaan saat itu. Keberlanjutan suatu kegiatan untuk masa yang akan datang tidak dapat dijamin kepastiannya, oleh karena banyak faktor yang mempengaruhi dan bersifat tidak terduga. Akan tetapi konsep moral yang mendasari hal ini adalah tindakan konservasi dalam setiap kegiatan yang akan merusak, mencemari lingkungan hidup, mampu untuk mempelajari dampak dari kegiatan yang dilakukan serta banyak belajar dari setiap kesalahan. Anthony Giddens menanggapi kosepsi pembangunan berkelanjutan tersebut sebagai sebuah definisi yang sangat sederhana yaitu sebagai kemampuan generasi sekarang “untuk memastikan bahwa perkembangan tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”. Karena generasi sekarang tidak mengetahui kebutuhan generasi mendatang, atau bagaimana perubahan teknologi mempengaruhi pemanfaatan sumber daya alam, gagasan pembangunan berkelanjutan tidak pernah akurat, dan karena itu tidak mengejutkan bahwa ada empat puluh definisi yang berbeda tentang hal itu. Pembangunan berkelanjutan dengan demikian lebih merupakan prinsip panduan ketimbang sebuah formula yang akurat. Donald. N. Dewees menyebutkan bahwa pembanguan berkelanjutan adalah pembangunan di mana kebutuhan sosial melampaui biaya sosial dalam jangka panjang. Hal ini berarti terjadinya peningkatan yang berkesinambungan dalam pendapatan nyata per orang dan kualitas hidup; memperkecil perbedaan tingkat pendapatan, menghilangkan penderitaan fisik yang disebabkan oleh kemiskinan, mencegah kepunahan spesies atau ekosistem, memelihara keharmonisan sosial dan keamanan, dan memelihara peninggalan kebudayaan secara baik. Disebutkan pula oleh Donald. N. Dewees terdapat dua faktor yang membatasi pembangunan berkelanjutan ialah pencemaran dan konsumsi dari sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources). Pencemaran lingkungan dapat mengurangi produktivitas pertanian, perikanan, kehutanan, dan merusak kesehatan. Akan sangat besar jumlah biaya yang dibutuhkan untuk membersihkannya, mengembalikan dalam keadaan semula, ataupun untuk menetralisasinya daripada untuk mengontrol supaya lingkungan tidak tercemar. Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan memerlukan peraturan serta kebijaksanaan yang tepat untuk mengatur pencemaran lingkungan, bukan saja terhadap pencemar, tetapi juga dampaknya untuk jangka panjang. Menurut pasal 1 (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan; C. Masalah-Masalah Lingkungan Hidup Dan Penyebabnya Lingkungan sosial merupakan wilayah tempat berlangsungnya berbagai kegiatan dan interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta terkait dengan ekosistem (sebagai komponen lingkungan alam) dan tata ruang atau peruntukan ruang (sebagai bagian dari lingkungan binaan/buatan). Manusia hidup berkaitan dengan lingkungan, baik fisik (alam dan buatan) maupun lingkungan sosial. 1. Interaksi dalam Lingkungan Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal balik antara perorangan, antara kelompok manusia dalam bentuk akomodasi, kerja sama, persaingan, dan pertikaian. Interaksi sosial dapat terjadi apabila ada kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan usaha pendekatan pertemuan fisik dan mental. Kontak sosial dapat bersifat primer (face to face) dan dapat berbentuk sekunder (melalui media perantara, koran, radio, tv, dan lain-lain). Komunikasi merupakan usaha penyampaian informasi kepada manusia lain. Tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi interaksi sosial. Komunikasi bisa berbentuk lisan, tulisan, atau simbol lainnya. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), akomodasi (accomodation), persaingan (competition), dan pertikaian (conflict). Kerja sama sebagai segala bentuk usaha guna mencapai tujuan bersama. Akomodasi sebagai keadaan menunjukan kenyataan adanya keseimbangan dalam interaksi sosial. Akomodasi sebagai proses menunjukan pada usaha manusia untuk meredakan pertentangan, yaitu usaha mencapai kestabilan. Persaingan merupakan proses sosial dimana seseorang atau kelompok sosial bersaing memperebutkan nilai atau keuntungan dalam kehidupan melalui cara-cara menarik perhatian publik. Pertikaian merupakan interaksi sosian di mana seseorang atau kelompok sosial berusaha memenuhi kebutuhannya dengan jalan menantang lawannya dengan ancaman atau kekerasan. 2. Pranata dalam Lingkungan Sosial Pranata sosial (dalam bahasa Inggris Istilahnya institution) menunjuk pada sistem pola-pola resmi yang dianut suatu warga masyarakat dalam berinteraksi (Koentjaraningrat, 1996). Pranata adalah suatu sistem norma khusus yang menata rangkaian tinakan berpola mantap guna memenuhi keperluan yang khusus dalam kehidupan masyarakat. Sistem norma khusus dimaksudkan sebagai sistem aturan-atuaran, artinya perilaku itu didasarkan pada aturan-aturan yang telah ditetapkan. 3. Problema dalam Kehidupan Sosial Problema sosial merupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problema sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya, maka problema sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Soerjono Soekanto, 1982): a) Problema sosial karena faktor ekonomi, seperti kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran. b) Problema sosial karena faktor biologis, seperti wabah penyakit. c) Problema sosial karena faktor psikologis, seperti bunuh diri, sakit jiwa, dan disorganisasi. d) Problema sosial karena faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama. Masalah-Masalah Lingkungan Hidup dapat diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Bab II tentang asas, tujuan, dan sasaran yang terangkum dalam, Pasal 3 yaitu Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat; kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan local, tata kelolapemerintahan yang baik; dan otonomi daerah. Sedangkan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah : a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; b. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup; c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; f. terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Sehingga dari pengimplementasian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat teratasi apabila dilaksanakan sesuai aturan yang ada. D. Lahirnya Kesadaran Lingkungan Hidup di Tingkat Global dan Nasional Kesadaran terhadap masalah lingkungan berupa kesadaran terhadap kemunduran kualitas lingkungan, yang diakibatkan oleh pencemaran, pengrusakan, dan gangguan. Kesadaran itu timbul pada tataran global/internasional yang dituangkan/dinyatakan dalam Deklarasi, Konvensi, Kesepakatan, dan pembentukan kelembagaan dunia regional, serta nasional. Masalah-masalah global yang muncul dalam kerangka hubungan antar bangsa dan masalah-masalah nasional timbul dalam rangka internal masing-masing Negara, baik dimensi public maupun privat karena berbagai kepentingan yang terkait tidak saja kepetingan kolektif (Collective Rights) tetapi juga berkaitan dengan hak dan kepentingan indivual (Individual Rights), oleh karenanya pelaku perusakan lingkungan dapat pula besifat individual (Individual Crime), kolektif (Collective Crime) maupun dilakukan oleh badan hukum ( Corporate Crime); Dengan demikian kerusakan lingkunganpun yang semakin luas tidak hanya alam,flora danfauna ( The Ecological Approcah) tetapi juga masa depan generasi manusia yang memungkinkan menderita akibatkerusakan mutu lingkungan hidup. Masalah-masalah ingkungan global maupun nasional tentunya diperlukan pengaturan yang bersifat global dan nasional pula, agar kasadaran akan lingkungan yang baik dan sehat dalam konteks pembangunan berkelanjutan bisa di tata dengan memperhatikan berbagai disiplim ilmu, termasuk ilmu hukum untuk mengendalikan perilaku manusia karena manusialah yang mempunyai peran dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan mengembangkan yang baik dan bermanfaat dan mengeliminer yang tidak/kurang baik bagi kehidupan manusia. Kita melihat sejauh ini menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2010 kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam masa transisi dengan bebrapa cotoh sebagai berikut : • Deforestasi (Kalimantan, Sumatera, Sulawesi & Papua antara 85-97, 1,7 juta hektar/tahun (estimasi Dephut 0,6 - 1,3 juta hektar/tahun) • Illegal logging 1994-1997, 20 juta m/tahun (modus: menebang kayu di kawasan lindung oleh pihak ketiga, melanggar ketentuan-ketentuan HPH,dll); • Kebakaran hutan (1997-1998), areal yang terbakar 9,7 juta hektar (4,8 juta hektar areal hutan). Kerugian ekonomi 9,3 milyar dolar US dan 7,9 juta dolar US merupakan beban masyarakat dan dunia usaha. 1,4 juta dolar US merupakan beban global yang diakibatkan oleh perubahan iklim global. Penyebab: 34 % diakibatkan oleh konversi lahan skala besar; 25 % peladang berpindah; 17 %pertanian; 14 % kelalaianmanusia dan konflik masyarakatdengan pemegang konsesi; 8 % proyek transmigrasi; dan 1 % diakibatkan oleh alam; • Perusakan terumbu karang pada sumber daya perikanan dan kelautan, 7% dalam keadaan baik, 70% dalam keadaan yang sangat rusak (OJL-LIPI) • Kasus-kasus pertambangan yang berdampak pada ekosistem dan kehidupan masyarakat (Freeport, Newmont Minahasa, Kelian Equatorial Mining, Antam, Dll; • Pencemaran air permukaan, air bawah tanah, dan udara (industry maupun kendaraan bermotor) Demikian juga terjadi pemanasan global atau Global Warming yang dipahami sebagai adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca.Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut. Pemanasan Global atau Global Kesadaran global/Internasional akan lingkungan hidp ketika diadakan konferensi Internasional tentang lingkungan hidup manusia yang diselenggarakan di Stockholm Swedia pada tanggal 5-16 Juni 1972 yang diikuti oleh 113 Negara dan bebrapa puluh peninjau. Hasil konferen Stockholm declaration, 4 yang melahirkan 26 prinsip/asas dimanaPrinsip I Deklarasi Stockholm 1972 : di katakana “Setiap manusia memiliki hak fundamental atas lingkunganyang sehat dan layak bagi kehidupan”dan “Setiap manusia bertanggung jawab untuk melindungilingkungan demi kepentingan generasi kini dan mendatang”. Namun demikian hasil konferensi Stockholm tidak efektif karena karusakan lingkugan masih terus terjadi baik di Negara maju maupun dunia ketiga, hal ini membuat keprihatinan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kemudian membentuk apa yang dinamakan dengan World Commission on Environment and Development yang pada akhirnya melahirkan bebrapa konsep salah satunya adalah Sustaineble Development dimana dikatakan berbagaipengembangan sektoral,seperti: pertanian, kehutanan,industry, energy, perikanan, investasi, perdagangan, bantuan ekonomi. Apabila bercermin pada Pasal 6 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup akan lahir kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional, seperti yang disebutkan dalam butir-butir pasal tersebut yang menyebutkan bahwa : 1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan. 2. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Serta pasal Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa : 1. Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. 2. Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara: a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; d. memberikan saran pendapat; e. menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelanngsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputikebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yangmemadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan; Masalah - masalah Lingkungan Hidup merupakan persoalan yang menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problema sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki dan dapat diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Bab II tentang asas, tujuan, dan sasaran Apabila bercermin pada Pasal 6 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup akan lahir kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional, seperti yang disebutkan dalam butir-butir pasal tersebut yang menyebutkan bahwa : 1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan. 2. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. b. Saran 1. Diharapkan dapat memaknai hakikat dan lingkungan agar manusia melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup 2. Generasi yang hidup saat ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana bahwa sumber daya alam yang terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik mungkin dengan memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu : menjaga, memelihara, memanfaatkan serta melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang. 3. Diharapkan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan untuk pengelolaan lingkungan hidup. DAFTAR PUSTAKA - Soemarwoto, Otto, Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 1996. - Rangkuti, Siti Sundari Instrumen Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup, Seminar Pemikiran Perubahan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 2003 - Widjaja, HAW.Majalah Lingkungan & Pembangunan, Jakarta, 2001. - http: // sastrakelabu. Wordpress .com /2009/12/14/ hukum lingkungan berdasarkan -uu- nomor- 23- tahun- 1997- tentang- pengelolaan- lingkungan-hidup/ “HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN SERTA MASALAH LINGKUNGAN HIDUP SEHINGGA TIMBUL KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP DI TINGKAT GLOBAL DAN NASIONAL”. DISUSUN OLEH: NURI SULISTIANINGSIH SEKOLAH TINGGI HUKUM GARUT

HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP (cttn kul di STHG)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan unsur alam yang terdiri dari berbagai macam proses ekologi yang merupakan suatu kesatuan. Proses-proses tersebut merupakan mata rantai atau siklus penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup terhadap pembangunan. Lingkungan hidup juga mempunyai fungsi sebagai penyangga perikehidupan yang sangat penting, oleh karena itu pengelolaan dan pengembangannya diarahkan untuk mempertahankan keberadaannya dalam keseimbangan yang dinamis melalui berbagai usaha perlindungan dan rehabilitasi serta usaha pemeliharaan keseimbangan antara unsur-unsur secara terus menerus. Manusia dan alam lingkungannya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena berhubungan dan saling mengadakan interaksi. Dengan adanya interaksi dan hubungan tersebut sehingga akan membentuk suatu yang harmonis. Dalam rangkaian kesatuan itu semua unsur menjalin suatu interaksi yang harmonis dan stabil sehingga terwujud komposisi lingkungan hidup yang serasi dan seimbang. Diantara unsur-unsur tersebut di bawah ini yaitu : hewan, manusia dan tumbuh-tumbuhan atau benda mati saling mempengaruhi yang akan terbentuk dalam berbagai macam bentuk dan sifat serta reaksi suatu golongan atas pengaruh dari lainnya yang berbeda-beda. Masalah lingkungan di Indonesia merupakan problem khusus bagi pemerintah dan masyarakat karenamasalah lingkungan hidup merupakan masalah yang kompleks di manalingkungan lebih banyak bergantung kepada tingkah laku manusia yangsemakin lama semakin menurun baik dalam kualitas maupun kuantitas dalam menunjang kehidupan. Pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkattentu akan berkembang pula kebutuhan hidup baik lahiriah maupun batiniah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah mengadakan pembangunan di segala bidang. Karena luasnya ruang lingkup pembangunan, maka dalam pencapaiannya dilakukan secara bertahap tetapi simultan. Dengan adanya pelaksanaan pembangunan ini maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, karena pembangunan ini maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, karena pembangunan berarti perubahan dan pertumbuhan yang berangsur-angsur atau secara cepat merubah rona, sifat dan keadaan lingkungan hidup, agar menjadi lebih baik dan sehat. Pembangunan yang dilakukan selama ini, selain bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan rakyat, dalam kenyataannya juga menimbulkan dampak yang positif maupun negatif. Hal ini berarti selain membawa manfaat bagi umat manusia, pembangunan juga menimbulkan risiko bagi lingkungan. Demikian halnya pembangunan di sektor industri. Dalam usaha untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pendapatan, pemerintah semakin mendorong lahirnya industri. Sehingga perkembangan industri mempunyai peran yang cukup luas dan kompleks dalam pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan pengawasan dan pembinaan di bidang perindustrian sehingga dapat mencegah timbulnya dampak negatif sebagai akibat dari perkembangan industri dan teknologi. Perencanaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan harus memuat perkiraan dampaknya yang penting terhadaplingkungan hidup, guna dijadikan pertimbangan apakah untuk rencana tersebut perlu dibuat analisis mengenai dampak lingkungan.Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, berbunyi sebgai berikut : “Setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Dengan latar belakang seperti diuraikan di atas maka dikemukakan judul penelitian: “HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN SERTA MASALAH LINGKUNGAN HIDUP SEHINGGA TIMBUL KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP DI TINGKAT GLOBAL DAN NASIONAL”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat diajukan pokok-pokok perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hakikat makna lingkungan hidup ? 2. Bagaimana kaitan antara Pembangunan dan Lingkungan Hidup ? 3. Seperti apakah masalah-masalah lingkungan hidup dan penyebabnya ? 4. Bagaimana Lahirnya Kesadaran Lingkungan Hidup di Tingkat Global dan Nasional ? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. untuk mengetahui hakikat makna lingkungan hidup 2. untuk mengetahui kaitan antara pembangunan dan lingkungan hidup 3. untuk mengetahui masalah-masalah lingkungan hidup dan penyebabnya 4. untuk mengetahui lahirnya kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional D. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini semoga dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah khususnya lembaga yang menangani masalah pencemaran air dan perusakan lingkungan hidup. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum lingkungan dan memberikan tambahan khasanah pustaka bagi siapa saja yang ingin mempelajari, mengetahui dan meneliti secara mendalam mengenai masalah yang dibahas BAB II PEMBAHASAN A. Hakikat Dan Makna Lingkungan Bagi Manusia Manusia hidup pasti mempunyai hubungan dengan lingkungan hidupnya. Pada mulanya, manusia mencoba mengenal lingkungan hidupnya, kemudian barulah manusia berusaha menyesuaikan dirinya. Lebih dari itu, manusia telah berusaha pula mengubah lingkungan hidupnya demi kebutuhan dan kesejahteraan. Dari sinilah lahir peradaban istilah Toynbee sebagai akibat dari kemampuan manusia mengatasi lingkungan agar lingkungan mendukung kehidupannya. Misalnya, manusia menciptakan jembatan agar bisa melewati sungai yang membatasinya. Lingkungan adalah suatu media di mana makhluk hidup tinggal, mencari, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil (Elly M. Setiadi, 2006). Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelanngsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup. Menurut Pasal 2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup Lingkungan amat penting bagi kehidupan manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatankan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Arti penting lingkungan bagi manusia adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan merupakan tempat hidup manusia. Manusia hidup, berada, tumbuh, dan berkembang, diatas bumi sebagai lingkungan. 2. Lingkungan memberi sumber-sumber penghidupan manusia. 3. Lingkungan memengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia yanng mendiaminya. 4. Lingkungan memberi tantangan bagi kemajuan peradaban manusia. 5. Manusia memperbaiki, mengubah, bahkan menciptakan lingkungan untuk kebutuhan dan kebahagiaan hidup. Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Juni. Peringatan ini dimaksudkan untuk menggugah kepedulian manusia dan masyarakat pada lingkungan hidup yang cenderung semakin rusak. Hari Lingkungan Hidup Sedunia pertama kali dicetuskan pada tahun 1972 sebagai rangkaian kegiatan lingkungan dari dua tahun sebelumnya ketika seorang senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson menyaksikan betapa kotor dan cemarnya bumi oleh ulah manusia. Selanjutnya, ia mengambil prakarsa bersama LSM untuk mencurahkan satu hari bagi usaha penyelamatan bumi dari kerusakan. Dari Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup yang diselanggarakan pada tanggal 5 Juni 1972 di Stockholm, Swedia. Tanggal 5 Juni tersebut di tetapkan sebagai hari Lingkungan Hidup Sedunia.Warga atau masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kesempatan berperan serta itu dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut: 1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan. 2. Menumbuhkankembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat. 3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial. 4. Memberikan saran dan pendapat. 5. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan. B. Pembangunan Dan Lingkungan Hidup Sejalan dengan gagasan ecodevelopment maka pembentukan WCED(World Commission on Environment and Development) oleh PBB tahun 1983 mempunyai andil yang sangat besar dalam merumuskan wawasan lingkungan dalam pembangunan di semua sektor. Pendekatan yang dilakukan WCED terhadap lingkungan dan pembangunan dari 6 (enam) aspek yaitu : keterkaitan, berkelanjutan, pemerataan, sekuriti dan resiko lingkungan, pendidikan dan komunikasi serta kerjasama internasional. Laporan WCED yang dibuat oleh Komisi Brundtland(Brundtland Commission) di tahun 1987 yaitu ”Hari Depan Kita Bersama”(Our Common Future) telah mencuatkan gagasan sustainable development(pembangunan berkelanjutan). Tugas komisi tersebut telah ditentukan yaitu mendefinisikan hubungan antara pembangunan dan lingkungan. Dalam laporan tersebut pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (development that meet the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs). Di dalamnya terkandung dua gagasan penting : 1. Gagasan “kebutuhan”, khususnya kebutuhan essensial kaum miskin sedunia, yang harus diberi prioritas utama; 2. Gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Nilai hakiki yang tersirat dalam pernyataan di atas adalah generasi yang hidup saat ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana bahwa sumber daya alam yang terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik mungkin dengan memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu : menjaga, memelihara, memanfaatkan serta melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang. Hal ini menandakan bahwa generasi yang hidup di zamannya tidak boleh menghabiskan sumber daya alam atau penggunaanya tidak melampaui kemampuan ekosistem yang mendukung kehidupannya sehingga akan mengakibatkan generasi mendatang tidak tersisa lagi atau mewariskan malapetaka lingkungan yang pada akhirnya menghancurkan generasi umat manusia. Berkelanjutan merupakan kegiatan yang secara terus-menerus dan pendefinisiannya didasarkan pada keadaan saat itu. Keberlanjutan suatu kegiatan untuk masa yang akan datang tidak dapat dijamin kepastiannya, oleh karena banyak faktor yang mempengaruhi dan bersifat tidak terduga. Akan tetapi konsep moral yang mendasari hal ini adalah tindakan konservasi dalam setiap kegiatan yang akan merusak, mencemari lingkungan hidup, mampu untuk mempelajari dampak dari kegiatan yang dilakukan serta banyak belajar dari setiap kesalahan. Anthony Giddens menanggapi kosepsi pembangunan berkelanjutan tersebut sebagai sebuah definisi yang sangat sederhana yaitu sebagai kemampuan generasi sekarang “untuk memastikan bahwa perkembangan tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”. Karena generasi sekarang tidak mengetahui kebutuhan generasi mendatang, atau bagaimana perubahan teknologi mempengaruhi pemanfaatan sumber daya alam, gagasan pembangunan berkelanjutan tidak pernah akurat, dan karena itu tidak mengejutkan bahwa ada empat puluh definisi yang berbeda tentang hal itu. Pembangunan berkelanjutan dengan demikian lebih merupakan prinsip panduan ketimbang sebuah formula yang akurat. Donald. N. Dewees menyebutkan bahwa pembanguan berkelanjutan adalah pembangunan di mana kebutuhan sosial melampaui biaya sosial dalam jangka panjang. Hal ini berarti terjadinya peningkatan yang berkesinambungan dalam pendapatan nyata per orang dan kualitas hidup; memperkecil perbedaan tingkat pendapatan, menghilangkan penderitaan fisik yang disebabkan oleh kemiskinan, mencegah kepunahan spesies atau ekosistem, memelihara keharmonisan sosial dan keamanan, dan memelihara peninggalan kebudayaan secara baik. Disebutkan pula oleh Donald. N. Dewees terdapat dua faktor yang membatasi pembangunan berkelanjutan ialah pencemaran dan konsumsi dari sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources). Pencemaran lingkungan dapat mengurangi produktivitas pertanian, perikanan, kehutanan, dan merusak kesehatan. Akan sangat besar jumlah biaya yang dibutuhkan untuk membersihkannya, mengembalikan dalam keadaan semula, ataupun untuk menetralisasinya daripada untuk mengontrol supaya lingkungan tidak tercemar. Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan memerlukan peraturan serta kebijaksanaan yang tepat untuk mengatur pencemaran lingkungan, bukan saja terhadap pencemar, tetapi juga dampaknya untuk jangka panjang. Menurut pasal 1 (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan; C. Masalah-Masalah Lingkungan Hidup Dan Penyebabnya Lingkungan sosial merupakan wilayah tempat berlangsungnya berbagai kegiatan dan interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta terkait dengan ekosistem (sebagai komponen lingkungan alam) dan tata ruang atau peruntukan ruang (sebagai bagian dari lingkungan binaan/buatan). Manusia hidup berkaitan dengan lingkungan, baik fisik (alam dan buatan) maupun lingkungan sosial. 1. Interaksi dalam Lingkungan Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal balik antara perorangan, antara kelompok manusia dalam bentuk akomodasi, kerja sama, persaingan, dan pertikaian. Interaksi sosial dapat terjadi apabila ada kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan usaha pendekatan pertemuan fisik dan mental. Kontak sosial dapat bersifat primer (face to face) dan dapat berbentuk sekunder (melalui media perantara, koran, radio, tv, dan lain-lain). Komunikasi merupakan usaha penyampaian informasi kepada manusia lain. Tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi interaksi sosial. Komunikasi bisa berbentuk lisan, tulisan, atau simbol lainnya. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), akomodasi (accomodation), persaingan (competition), dan pertikaian (conflict). Kerja sama sebagai segala bentuk usaha guna mencapai tujuan bersama. Akomodasi sebagai keadaan menunjukan kenyataan adanya keseimbangan dalam interaksi sosial. Akomodasi sebagai proses menunjukan pada usaha manusia untuk meredakan pertentangan, yaitu usaha mencapai kestabilan. Persaingan merupakan proses sosial dimana seseorang atau kelompok sosial bersaing memperebutkan nilai atau keuntungan dalam kehidupan melalui cara-cara menarik perhatian publik. Pertikaian merupakan interaksi sosian di mana seseorang atau kelompok sosial berusaha memenuhi kebutuhannya dengan jalan menantang lawannya dengan ancaman atau kekerasan. 2. Pranata dalam Lingkungan Sosial Pranata sosial (dalam bahasa Inggris Istilahnya institution) menunjuk pada sistem pola-pola resmi yang dianut suatu warga masyarakat dalam berinteraksi (Koentjaraningrat, 1996). Pranata adalah suatu sistem norma khusus yang menata rangkaian tinakan berpola mantap guna memenuhi keperluan yang khusus dalam kehidupan masyarakat. Sistem norma khusus dimaksudkan sebagai sistem aturan-atuaran, artinya perilaku itu didasarkan pada aturan-aturan yang telah ditetapkan. 3. Problema dalam Kehidupan Sosial Problema sosial merupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problema sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya, maka problema sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Soerjono Soekanto, 1982): a) Problema sosial karena faktor ekonomi, seperti kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran. b) Problema sosial karena faktor biologis, seperti wabah penyakit. c) Problema sosial karena faktor psikologis, seperti bunuh diri, sakit jiwa, dan disorganisasi. d) Problema sosial karena faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama. Masalah-Masalah Lingkungan Hidup dapat diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Bab II tentang asas, tujuan, dan sasaran yang terangkum dalam, Pasal 3 yaitu Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat; kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan local, tata kelolapemerintahan yang baik; dan otonomi daerah. Sedangkan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah : a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; b. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup; c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; f. terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Sehingga dari pengimplementasian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat teratasi apabila dilaksanakan sesuai aturan yang ada. D. Lahirnya Kesadaran Lingkungan Hidup di Tingkat Global dan Nasional Kesadaran terhadap masalah lingkungan berupa kesadaran terhadap kemunduran kualitas lingkungan, yang diakibatkan oleh pencemaran, pengrusakan, dan gangguan. Kesadaran itu timbul pada tataran global/internasional yang dituangkan/dinyatakan dalam Deklarasi, Konvensi, Kesepakatan, dan pembentukan kelembagaan dunia regional, serta nasional. Masalah-masalah global yang muncul dalam kerangka hubungan antar bangsa dan masalah-masalah nasional timbul dalam rangka internal masing-masing Negara, baik dimensi public maupun privat karena berbagai kepentingan yang terkait tidak saja kepetingan kolektif (Collective Rights) tetapi juga berkaitan dengan hak dan kepentingan indivual (Individual Rights), oleh karenanya pelaku perusakan lingkungan dapat pula besifat individual (Individual Crime), kolektif (Collective Crime) maupun dilakukan oleh badan hukum ( Corporate Crime); Dengan demikian kerusakan lingkunganpun yang semakin luas tidak hanya alam,flora danfauna ( The Ecological Approcah) tetapi juga masa depan generasi manusia yang memungkinkan menderita akibatkerusakan mutu lingkungan hidup. Masalah-masalah ingkungan global maupun nasional tentunya diperlukan pengaturan yang bersifat global dan nasional pula, agar kasadaran akan lingkungan yang baik dan sehat dalam konteks pembangunan berkelanjutan bisa di tata dengan memperhatikan berbagai disiplim ilmu, termasuk ilmu hukum untuk mengendalikan perilaku manusia karena manusialah yang mempunyai peran dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan mengembangkan yang baik dan bermanfaat dan mengeliminer yang tidak/kurang baik bagi kehidupan manusia. Kita melihat sejauh ini menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2010 kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam masa transisi dengan bebrapa cotoh sebagai berikut : • Deforestasi (Kalimantan, Sumatera, Sulawesi & Papua antara 85-97, 1,7 juta hektar/tahun (estimasi Dephut 0,6 - 1,3 juta hektar/tahun) • Illegal logging 1994-1997, 20 juta m/tahun (modus: menebang kayu di kawasan lindung oleh pihak ketiga, melanggar ketentuan-ketentuan HPH,dll); • Kebakaran hutan (1997-1998), areal yang terbakar 9,7 juta hektar (4,8 juta hektar areal hutan). Kerugian ekonomi 9,3 milyar dolar US dan 7,9 juta dolar US merupakan beban masyarakat dan dunia usaha. 1,4 juta dolar US merupakan beban global yang diakibatkan oleh perubahan iklim global. Penyebab: 34 % diakibatkan oleh konversi lahan skala besar; 25 % peladang berpindah; 17 %pertanian; 14 % kelalaianmanusia dan konflik masyarakatdengan pemegang konsesi; 8 % proyek transmigrasi; dan 1 % diakibatkan oleh alam; • Perusakan terumbu karang pada sumber daya perikanan dan kelautan, 7% dalam keadaan baik, 70% dalam keadaan yang sangat rusak (OJL-LIPI) • Kasus-kasus pertambangan yang berdampak pada ekosistem dan kehidupan masyarakat (Freeport, Newmont Minahasa, Kelian Equatorial Mining, Antam, Dll; • Pencemaran air permukaan, air bawah tanah, dan udara (industry maupun kendaraan bermotor) Demikian juga terjadi pemanasan global atau Global Warming yang dipahami sebagai adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca.Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut. Pemanasan Global atau Global Kesadaran global/Internasional akan lingkungan hidp ketika diadakan konferensi Internasional tentang lingkungan hidup manusia yang diselenggarakan di Stockholm Swedia pada tanggal 5-16 Juni 1972 yang diikuti oleh 113 Negara dan bebrapa puluh peninjau. Hasil konferen Stockholm declaration, 4 yang melahirkan 26 prinsip/asas dimanaPrinsip I Deklarasi Stockholm 1972 : di katakana “Setiap manusia memiliki hak fundamental atas lingkunganyang sehat dan layak bagi kehidupan”dan “Setiap manusia bertanggung jawab untuk melindungilingkungan demi kepentingan generasi kini dan mendatang”. Namun demikian hasil konferensi Stockholm tidak efektif karena karusakan lingkugan masih terus terjadi baik di Negara maju maupun dunia ketiga, hal ini membuat keprihatinan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kemudian membentuk apa yang dinamakan dengan World Commission on Environment and Development yang pada akhirnya melahirkan bebrapa konsep salah satunya adalah Sustaineble Development dimana dikatakan berbagaipengembangan sektoral,seperti: pertanian, kehutanan,industry, energy, perikanan, investasi, perdagangan, bantuan ekonomi. Apabila bercermin pada Pasal 6 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup akan lahir kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional, seperti yang disebutkan dalam butir-butir pasal tersebut yang menyebutkan bahwa : 1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan. 2. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Serta pasal Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa : 1. Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. 2. Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara: a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; d. memberikan saran pendapat; e. menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelanngsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputikebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yangmemadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan; Masalah - masalah Lingkungan Hidup merupakan persoalan yang menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problema sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki dan dapat diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Bab II tentang asas, tujuan, dan sasaran Apabila bercermin pada Pasal 6 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup akan lahir kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional, seperti yang disebutkan dalam butir-butir pasal tersebut yang menyebutkan bahwa : 1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan. 2. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. b. Saran 1. Diharapkan dapat memaknai hakikat dan lingkungan agar manusia melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup 2. Generasi yang hidup saat ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana bahwa sumber daya alam yang terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik mungkin dengan memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu : menjaga, memelihara, memanfaatkan serta melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang. 3. Diharapkan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan untuk pengelolaan lingkungan hidup. DAFTAR PUSTAKA - Soemarwoto, Otto, Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 1996. - Rangkuti, Siti Sundari Instrumen Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup, Seminar Pemikiran Perubahan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 2003 - Widjaja, HAW.Majalah Lingkungan & Pembangunan, Jakarta, 2001. - http: // sastrakelabu. Wordpress .com /2009/12/14/ hukum lingkungan berdasarkan -uu- nomor- 23- tahun- 1997- tentang- pengelolaan- lingkungan-hidup/ “HAKIKAT LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN SERTA MASALAH LINGKUNGAN HIDUP SEHINGGA TIMBUL KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP DI TINGKAT GLOBAL DAN NASIONAL”. DISUSUN OLEH: NURI SULISTIANINGSIH SEKOLAH TINGGI HUKUM GARUT

Selasa, 28 Agustus 2012

PERIZINAN (CATATAN KUL D STH GARUT)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan saat ini bukan lagi semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan seluruh aktor dalam sebuah negara. Meskipun demikian, peran pemerintah tentunya masih sangat dibutuhkan terkait dengan penyediaan pelayanan publik. Pada dasarnya, pelayanan publik mencakup tiga aspek, yaitu pelayanan barang, jasa, dan administratif. Wujud pelayanan administratif adalah layanan berbagai perizinan, baik yang bersifat nonperizinan maupun perizinan. Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan publik, demikian juga perizinan yang terkait dengan kegiatan usaha. Proses perizinan, khususnya perizinan usaha, secara langsung akan berpengaruh terhadap keinginan dan keputusan calon pengusaha maupun investor untuk menanamkan modalnya. Demikan pula sebaliknya, jika proses perizinan tidak efisien, berbelit-belit, dan tidak transparan baik dalam hal waktu, biaya, maupun prosedur akan berdampak terhadap menurunnya keinginan orang untuk mengurus perizinan usaha, dan mereka mencari tempat investasi lain yang prosesnya lebih jelas dan transparan. Hal ini tentu saja selanjutnya akan berdampak terhadap ketersediaan lapangan kerja dan masalah-masalah ketenagakerjaan lainnya. Penerapan otonomi daerah memberikan ruang yang cukup besar bagi daerah untuk mengatur dan mengurus pelayanan publiknya, termasuk dalam hal perizinan. Implikasinya, sebagian daerah menggunakan kesempatan ini untuk melakukan inovasi demi menarik investor, namun sebagian lain justru menggunakannya untuk menarik retribusi sebesar mungkin dari proses perizinan yang diterapkan, semata-mata demi meningkatkan penerimaan pendapatan daerah setempat (PAD). Pada era otonomi daerah yang telah menginjak satu dasawarsa, banyak daerah otonomi yang cukup berhasil membangun daerahnya yang diawali dengan pemberian layanan perizinan investasi yang mudah dan murah. Dengan tujuan untuk menarik investor, upaya pembangunan daerah dilakukan dengan menciptakan multiplier effects dari penanaman investasi di daerah yang bersangkutan. Investasi yang masuk menjadi salah satu driving forces dalam percepatan pembangunan daerah. Tulisan ini mengekplorasi penerapan best practice pelayanan perizinan usaha yang dilakukan oleh daerah serta dampak yang ditimbulkan bagi percepatan pembangunan daerah. Daerah memiliki inovasi yang berbeda dan karakteristik berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya pelaksanaan sistem perizinan yang dibangun. Secara umum, dapat dinilai sebagai daerah yang paling berhasil di antara dua lainnya, baik dalam hal system perizinan maupun dampaknya terhadap pembangunan daerah.Analisis yang dilakukan tidak hanya terkait dengan dampak langsung dari perizinan yang biasa dilakukan secara kuantitatif, tetapi juga menyentuh aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat setempat yang turut berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan sistem perizinan. Gambaran tipologi pelayanan perizinan yang ditemukan dalam penelitian ini turut memberikan perspektif baru bagi masyarakat luas. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi semua stakeholder untuk mengapresiasi penyelenggaraan pelayanan perizinan sebagai instrumen pembangunan daerah. Rekonstruksi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan pasca-terselenggaranya otonomi daerah. Instrumen desentralisasi turut mengubah pengelolaan sumber daya lokal sebagai bentuk pendelegasian wewenang dari pusat pada daerah otonom untuk lebih mandiri. Pelayanan pendukung dari aktivitas usaha seperti izin usaha, kepastian hukum, dan iklim usaha yang kondusif pun peranannya tidak lagi terfragmentasi pada pemerintah pusat semata. Pemerintah daerah kini diharapkan menjadi aktor lokal dalam menciptakan sistem perizinan yang mendukung mekanisme kegiatan usaha dan pengelolaan sumber daya daerah bagi kemaslahatan masyarakat lokal. Setelah sebelas tahun kebijakan desentralisasi bergulir sebagai wahana perubahan bagi daerah, gradasi tingkat kesejahteraan dan efektivitas pelayanan di daerah otonomi masih belum merata. Tujuan otonomi daerah yang diharapkan mampu menjadi katalis dalam mendekatkan pelayanan kepada masyarakat lokal tidak tercipta secara komprehensif, justru cenderung berjalan parsial (tidak sama di setiap tempat). Indikasi ini antara lain terlihat dari ketidaksiapan beberapa pemerintah daerah untuk menciptakan mekanisme pelayanan perizinan usaha sebagai gerbang utama penyelenggaraan kegiatan usaha di daerah. Alhasil, tidak responsifnya pemda untuk menciptakan pelayanan perizinan yang akuntabel dan responsif saat ini menjadi penghambat utama dalam melakukan pengelolaan sumber daya daerah. Gambaran ini setidaknya tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh Komite Pengawas Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) pada tahun 2006 di mana penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah masih jauh dari harapan ideal. Identifikasi ini terlihat dari segi waktu yang belum ideal dan biaya tidak resmi yang semakin besar dalam proses berinvestasi. Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian yang berjudul “ REFORMASI DI BIDANG PERIZINAN DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH di KABUPATEN GARUT ” B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana penyelenggaraan layanan perizinan usaha di daerah setelah diterapkannya otonomi daerah? 2. Bagaimana penerapan best practice dalam layanan perizinan usaha pada era otonomi daerah? 3. Bagaimana pengaruh penerapan best practice layanan perizinan usaha terhadap terciptanya multiplier effect yang mendukung percepatan pembangunan daerah? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Penyelenggaraan layanan perizinan usaha di daerah setelah diterapkannya otonomi daerah 2. Penerapan best practice dalam layanan perizinan usaha pada era otonomi daerah 3. Pengaruh penerapan best practice layanan perizinan usaha terhadap terciptanya multiplier effect yang mendukung percepatan pembangunan daerah D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini dapat menambah literatur mengenai konsep tata penyelenggaraan sistem pelayanan publik khususnya bidang pelayanan perijinan investasi di era reformasi dan otonomi daerah yang merupakan salah satu kajian utama dalam ilmu pemerintahan saat ini. 2. Secara Praktis a. Bagi penulis Dapat menambah ilmu, pengetahuan, wawasan serta pengalaman dalam menerapkan teori-teori tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang selama ini diperoleh melalui bangku perkuliahan ke dalam kehidupan nyata. b. Bagi Kabupaten Garut Dapat menjadi salah satu referensi dalam merumuskan kebijaksanaan yang terkait dengan peningkatan kualitas layanan publik khususnya dibidang perijinan investasi daerah. E. Kerangka Teori Menurut Kotler dan Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung seseorang dengan orang lain dalam menyediakan kepuasan pelanggan. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Aparatur Negera Nomor 63 Tahun 2003 mendefinisikan pelayanan umum sebagai berikut : ”Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, Daerah dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Merujuk pada kutipan di atas, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB II PEMBAHASAN Perbaikan pelayanan perizinan sejatinya dilakukan secara komprehensif. Salah satu aspek fundamental dari legitimasi pelayanan perizinan usaha adalah adanya aturan main yang dibuat oleh institusi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Sebelum adanya otonomi daerah, pemerintah pusatlah yang intens dalam mengeluarkan paket kebijakan investasi bagi para investor yang menanamkan modalnya di Indonesia. Selain untuk keseragaman aturan main, paket kebijakan juga memiliki banyak kelebihan karena satu peraturan dengan peraturan lainnya sudah diintegrasikan. Strategi ini cukup berhasil melihat dampak dan respons dari para pelaku usaha yang positif. Bagian ini mencoba menggambarkan beberapa ilustrasi paket kebijakan kegiatan investasi sebelum era otonomi daerah. A. Penyelenggaraan layanan perizinan usaha di daerah setelah diterapkannya otonomi daerah - Peraturan Perizinan Sebelum Otonomi Daerah Paket Deregulasi Tahun 1993 (Pakto 1993) dan Tahun 1994 Keluarnya Paket deregulasi 23 Oktober tahun 1993 tidak lepas dari paham neoliberalisme, terutama dari aspek keuangan dan ekonomi pada tahun 1980-an. Sejak saat itu, munculah berbagai paket kebijakan deregulasi di bidang investasi. Pembuatan paket tahun 1993 pada prinsipnya merupakan aturan yang dibuat untuk memudahkan investor asing menanamkan modalnya di Indonesia. Insentif lain dari paket kebijakan Pakto tahun 1993 adalah penghapusan berbagai surat dan persetujuan. Secara umum, kebijakan ini mengatur lima bidang usaha, yaitu: a. Bidang ekspor; b. Bidang penanaman modal asing; c. Bidang perizinan untuk investasi; d. Bidang Kesehatan; dan e. Bidang penyederhaaan prosedur Amdal. Perkembangan mengenai paket kebijakan investasi kemudian dilanjutkan satu tahun berikutnya (1994). Pemerintah memperbarui paket kebijakan investasi untuk lebih menarik investor masuk ke Indonesia. Salah satu insentif yang diberikan pemerintah dari PP No.20 Tahun 1994 di mana kepemilikan modal asing diperbolehkan hingga 95-100%, termasuk penguasaan atas sarana hidup orang banyak seperti pelabuhan, tenaga listrik, kereta api, pembangkit tenaga nuklir, dan media massa. Beberapa hal yang penting sehubungan dengan dikeluarkannya deregulasi tersebut, yaitu: 􀂃Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk: a. Usaha patungan antara modal asing dan modal modal dalam negeri atau badan hokum Indonesia, dengan ketentuan peserta Indonesia harus memiliki paling sedikit 5% dari jumlah modal disetor sejak pendirian perusahaan PMA; b. Atau investasi langsung dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan atau badan hukum asing, dengan ketentuan dalam waktu paling lama 15 tahun sejak produksi komersil sebagian saham asing harus dijual kepada warga negara dan/atau badan hukum Indonesia melalui pemilikan langsung berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak dan/atau melalui pasar modal. Dengan demikian, persyaratan pemilikan saham lokal mayoritas yang berlaku sebelum deregulasi telah dihapus. 􀂃 Ketentuan investasi minimum bagi bagi PMA ditiadakan. Jumlah investasi yang ditanamkan dalam rangka PMA diterapkan berdasarkan kelayakan ekonomi kegiatan usahanya; 􀂃 Perusahaan PMA yang sudah berproduksi komersil dapat mendirikan perusahaan baru dan/atau membeli saham perusahaan yang didirikan berdasarkan PMDN dan/atau bukan PMDN melalui pemilikan langsung, sepanjang bidang usaha dari perusahaan yang sahamnya dibeli tersebut dinyatakan terbuka bagi PMA; 􀂃 Kegiatan usaha PMA dapat berlokasi diseluruh Indonesia, namun bagi daerah yang telah memiliki Kawasan Berikat (Kawasan Industri, lokasi kegiatan PMA tersebut diutamakan didalam kawasan tersebut); dan 􀂃 Izin usaha PMA berlaku untuk jangka 30 tahun dihitung sejak produksi komersil, dan dapat diperpanjang bila perusahaan yang dimaksud masih tetap menjalankan usahanya yang bermanfaat bagi perekonomian dan pembangunan nasional. - Peraturan Perizinan Setelah Otonomi Daerah Otonomi daerah sejatinya mendekatkan penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat. Dalam bidang perizinan, pendelegasian otoritas kewenangan sebenarnya juga telah diatur dalam peraturan otonomi daerah. Berdasarkan Keppres No.117/1999, keterlibatan daerah dalam bidang penanaman modal, khususnya pelayanan perizinan yaitu penerbitan Izin Lokasi, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Izin Gangguan (HO). Izin-izin ini sebenarnya diperlukan oleh pemilik modal (investor) yang akan melakukan kegiatan usaha di daerah. Nantinya, setelah izin-izin selesai dibuat, maka investor akan mendapatkan Izin Usaha Tetap. B. Penerapan best practice dalam layanan perizinan usaha pada era otonomi daerah Perihal kewenangan daerah di bidang penanaman modal ditegaskan kemudian dalam UU No.32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa lingkup kewenangan daerah di bidang penanaman modal adalah dalam penyelenggaraaan pelayanan administrasi penananaman modal. Tidak ada penjelasan detail tentang ketentuan tersebut, demikian pula belum ada kebijakan turunan untuk menjabarkan ketentuan dimaksud. Namun demikian, penggunaan istilah “administrasi” tampaknya merupakan pembatasan terhadap kewenangan daerah di bidang penanaman modal. Dengan pembatasan kewenangan ini, daerah tidak lagi memiliki kewenangan terkait dengan pengambilan keputusan strategik seperti pemberian izin persetujuan penanaman modal, izin pelaksanaan, dan fasilitas penanaman modal. Dengan demikian, berdasarkan UU No.32/2004 Pemerintah Pusat dapat mengembalikan kewenangan daerah di bidang penanaman modal pada kondisi sebelum ditetapkannya UU No.22/1999, yakni kewenangan dalam pemberian perizinan: Izin Lokasi, Izin Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pengelolaan, IMB, dan Izin UUG/HO. a. Keputusan Presiden No.29 Tahun 2004 Keluarnya Keppres ini merupakan bagian dari kebijakan pemerintah pusat dalam memberikan kemudahan bagi para investor sekaligus sebagai daya tarik untuk menarik investasi ke Indonesia. Pertimbangan utama lahirnya Keppres ini dalam rangka meningkatkan efektivitas menarik investor berinvestasi di Indonesia. Banyaknya survei dan kajian yang memberikan gambaran tidak responsifnya aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan perizinan turut membentuk lahirnya pendekatan Sistem Pelayanan Satu Pintu (One Stop Services) untuk pelayanan perizinan. Selain itu, perlunya penyederhanaan pelayanan penyelenggaraan penanaman modal turut menguatkan implementasi pola Pelayanan Satu Atap. b. Peraturan Menteri dalam Negeri No.24 Tahun 2006 Peraturan yang ditandatangani oleh Mendagri Moh. Ma’ruf pada tahun 2006 ini boleh dikatakan sebagai peremajaan peraturan sebelumnya (Keppres No.29 Tahun 2004) tentang penyelenggaraan Pelayanan Satu Atap (One Stop Service). Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, khususnya dalam memberikan peran yang lebih besar kepada usaha mikro, kecil, dan menengah, maka diperlukan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan terpadu sesuai Instruksi Presiden No.3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Tujuan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu ini adalah meningkatkan kualitas layanan publik serta memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik. Sasaran yang ingin dicapai dari pelayanan satu pintu ini adalah terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau yang pada akhirnya akan meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik, khususnya pelayanan perizinan. Beberapa perbaikan yang dilakukan pemerintah pusat terkait penyelenggaraan Pelayanan Satu Pintu memang cukup jelas dibandingkan dengan Keppres No.29 Tahun 2004 tentang penyelenggaraan Pelayanan Satu Atap. Beberapa penyederhanaan yang dilakukan antara lain menyangkut waktu, perangkat lembaga, biaya, prosedur pelayanan perizinan, penanganan pengaduan, sumber daya aparatur pemberi layanan, dan keterbukaan informasi. Dalam Pasal 4 ayat penyederhaan perizinan meliputi: 1. Pelayanan atas permohonan perizinan dan nonperizinan dilakukan oleh PPTSP; 2. Percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah; 3. Kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah; 4. Kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian perizinan dan nonperizinan sesuai dengan urutan prosedurnya; 5. Mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau Lebih permohonan perizinan; 6. Pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan 7. Pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan. c. Instruksi Presiden No.3 Tahun 2006 Guna mendukung peningkatan ekspor dan peningkatan investasi untuk pemulihan ekonomi nasional, pemerintah memandang perlu mengambil langkah-langkah yang mendukung peningkatan ekspor dan peningkatan investasi. Salah satunya dengan membentuk Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi. Instruksi ini ditujukan kepada seluruh jajaran pembantu presiden (menteri dalam kabinet) dan seluruh pemangku kebijakan di tingkat local untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka pelaksanaan Paket Kebijakan Iklim Investasi. Salah satu paket kebijakan yang disasar dari Instruksi Presiden ini adalah memperkuat kelembagaan pelayanan investasi. Program-program yang dibuat antara lain mempercepat perizinan kegiatan usaha dan penanaman modal, serta pembentukan perusahaan. Tindakan yang dilakukan guna mengefektifkan program di antaranya dengan melakukan peninjauan sejumlah ketentuan-ketentuan perizinan di bidang perdagangan, pembentukan sekaligus pengaktifan forum diskusi dengan dunia usaha, penyederhanaan proses pembentukan perusahaan dan izin usaha, serta merealisasikan sistem pelayanan terpadu untuk penanaman modal dengan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah yang jelas. Instruksi Presiden ini juga mengatur sinkronisasi peraturan pusat dan peraturan daerah dengan cara melakukan peninjauan Perda-Perda yang menghambat investasi. Bidang kepabeanan dan cukai juga diatur dalam instruksi ini agar dapat mendukung pelaksanaan kegiatan investasi agar lebih baik. d. Inpres No.6 Tahun 2007 Pada tahun 2007 di mana pemerintah pusat kembali mengeluarkan Instruksi Presiden tentang Paket Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Rill dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Keputusan yang diambil pemerintah ini tampaknya ingin mendorong pelaku ekonomi menengah ke bawah (UMKM) untuk ikut berpartisipasi dalam percepatan pembangunan ekonomi. Sektor UMKM tidak dapat dipungkiri sebagai instrumen pelaku ekonomi yang tidak mudah digocang oleh krisis dan instabilitas ekonomi lainnya. Banyak yang menduga bahwa paket kebijakan ekonomi jilid II ini (sebelumnya adalah Paket Kebijakan Inpres No.3 Tahun 2006 berisi serangkaian program dan tindakan untuk perbaikan iklim investasi) tidak disambut baik oleh para pengusaha walau kehadiran paket kebijakan ini sangat penting untuk memacu perekonomian. Apatisme ini wajar karena belajar dari kebijakan paket deregulasi ekonomi sebelumnya hanya ramai dibicarakan pada saat awal implementasi, adapun target dan realisasi paket kebijakan ini masih jauh dari harapan. Menilik lebih jauh tidak terintegrasinya harapan dan kenyataan dari paket kebijakan ekonomi ternyata terletak pada inkonsistensi dan tidak tuntasnya paket kebijakan yang dibuat. Seringkali jangka waktu yang sangat sempit antara paket kebijakan satu dengan yang lain menimbulkan kontraproduktif sekaligus overlapping kebijakan. Paket investasi kebijakan yang dilegitimasi melalui Inpres No.6 tahun 2007 ini mencakup beberapa isu, seperti perbaikan iklim investasi, paket reformasi sistem keuangan, pemberdayaan UMKM, dan percepatan infrastruktur atau pembangunan. Substansi paket kebijakan ini terdiri atas paket perbaikan iklim investasi (terdiri dari 41 kebijakan), reformasi sektor keuangan (terdiri dari 43 kebijakan), percepatan pembangunan infrastruktur (28 kebijakan), dan pemberdayaan UMKM (29 kebijakan). Dari semua departemen yang mengambil peran kebijakan dalam paket kebijakan investasi ini, Departemen Keuangan memiliki porsi kebijakan paling banyak karena mengeluarkan 60 tindakan kebijakan. Inpres No.6 tahun 2007 ini secara umum merinci 141 tindakan yang akan dilakukan untuk empat isu utama dengan penanggung jawabnya adalah 19 menteri di bawah koordinasi Menteri bidang Perekonomian. Pada prinsipnya, substansi kebijakan iklim investasi, reformasi sektor keuangan, dan percepatan pembangunan merupakan lanjutan dari paket kebijakan investasi sebelumnya. C. Pengaruh Penerapan Best Practice Layanan Perizinan Usaha Terhadap Terciptanya Multiplier Effect Yang Mendukung Percepatan Pembangunan Daerah Menengok ke belakang pembuatan paket-paket stimulus kebijakan investasi ekonomi selama ini memang bagian dari strategi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menitikberatkan triple track strategy sebagai basis utama pembangunan ekonomi. Pengungkit kebijakan yang mampu memaksimalkan strategi yang pro-growth, pro-job, pro-poor salah satunya adalah Inpres No.6 tahun 2007 ini. Paket kebijakan ini selain memperkuat paket kebijakan investasi sebelumnya, diharapkan juga dapat menjadi katalisator dalam mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran. Namun, tampaknya Inpres No.6 tahun 2007 ini sama nasibnya dengan paket kebijakan investasi lainnya yang berjalan kurang maksimal. Selain jangka waktu yang sangat singkat antara satu kebijakan dengan kebijakan yang lain, tumpang tindih kebijakan dan tidak terintegrasinya kebijakan-kebijakan yang dibuat justru menimbulkan hambatan baru. Respons dari sektor riil dan kalangan dunia usaha sendiri tidak maksimal terkait permasalahan tersebut. Walaupun setia paket kebijakan ini selalu membuat program, tindakan, keluaran, dan sasaran yang terukur dengan jelas serta target waktu, tetapi tidak mampu diimplementasikan secara maksimal. Sampai dengan akhir Maret 2008, dari semua program kebijakan yang telah dirancang Tinjauan Objektif Perizinan di Daerah Pada bagian ini, penulis mencoba memberikan gambaran mengenai kondisi objektif pelayanan perizinan di daerah. Deskripsi yang dipaparkan bersifat umum, dan tidak mewakili kondisi perizinan daerah tertentu. Berikut ulasan selengkapnya. a. Sebelum Era Otonomi Daerah Fenomena di berbagai daerah menunjukkan bahwa perizinan berpengaruh terhadap terciptanya iklim investasi di suatu wilayah, baik lingkup nasional maupun daerah. Di Indonesia, sebelum diterapkannya asas desentralisasi yang diwujudkan melalui pemberian otonomi kepada daerah, segala hal terkait dengan kebijakan perizinan bersifat sentralistis di mana pemerintah pusat adalah pembuat keputusan yang mutlak. Begitu pula dalam hal penetapan izinnya, semua harus melalui persetujuan pemerintah pusat. Faktor utama tumbuhnya penyelenggaraan investasi di Indonesia tidak lepas dari dua hal utama, yaitu stabilitas politik dan sosial. Peran penting investor, khususnya PMA sebagai salah satu penggerak pembangunan ekonomi di tengah keterpurukan kondisi ekonomi orde lama tidak dapat disangkal. Akselerasi pertumbuhan PMA mencapai puncaknya pada rentang tahun 1980-an sampai dengan tahun 1995. - Era Otonomi Daerah Permasalahan umum yang terjadi di Indonesia terkait dengan desentralisasi adalah kesiapan daerah dalam menerima kewenangan yang dilimpahkan dari pusat. Ketiadaksiapan hamper sebagian besar daerah ketika otonomi daerah dilaksanakan menimbulkan resistensi terhadapkualitas pelayanan sampai inefisiensi pengelolaan sumber daya lokal. Pemetaan permasalahan utama kegiatan investasi di Indonesia menurut survei KPPOD tahun 2002 adalah faktor daya tarik investasi daerah, kondisi sosial politik, infrastruktur fisik, kondisi ekonomi daerah, dan produktivitas tenaga kerja. - Reformasi Perizinan Reformasi birokrasi yang tengah dilakukan oleh pemerintah dewasa ini menuai berbagai tanggapan dari masyarakat. Sebagian mengatakan reformasi itu masih jalan di tempat, sebagian lagi memvonis bahwa apa pun namanya yang tengah dilakukan ini hanyalah perjuangan untuk mendapatkan tunjangan kesejahteraan yang meningkat, dan lain sebagainya. Deregulasi perizinan di Indonesia pasca-otonomi daerah sebenarnya telah dilakukan melalui berbagai instrumen kebijakan. Akan tetapi, patron birokrasi Indonesia yang sangat Webberian dan hierarkis menimbulkan inkonsistensi reformasi perizinan itu sendiri. Di dalam tubuh birokrasi, khususnya menyangkut unit pelaksana pelayanan perizinan ada beberapa identifikasi permasalahan yang ditemukan ditengarai menjadi penghambat reformasi perizinan. Berdasarkan Laporan Pendahuluan Penataan Sistem Pengaturan Tatalaksana Perizinan Bidang Perekonomian yang disusun oleh Prof. Eko Prasojo et.al., Pertama, penyelenggaraan perizinan selama ini belum mampu menciptakan servis yang baik. Hal ini tidak terlepas dari adanya ketimpangan sumber daya manusia dalam birokrasi yang masih terbatas di level daerah. Gradasi kecukupan sumber daya antardaerah saat ini masih terjadi sehingga penyelenggaraan pelayanan perizinan usaha mengalami perbedaan di setiap daerah otonom. Kedua, pelaksanaan perizinan usaha di Indonesia masih identik dengan biaya yang tidak pasti. Transparansi biaya yang tidak pasti menjadi alasan utama bagi calon investor untuk menanamkan modalnya. Biaya yang tidak pasti dapat timbul karena aturan main yang tidak mengatur transparansi biaya, atau moral hazard yang dilakukan aparatur negara dengan pembuat izin. Hasil penelitian di Kota Makassar memberikan gambaran bahwa perilaku seperti ini masih muncul dalam proses perizinan. Selain karena faktor budaya lokal, kesempatan kompromi antara pemberi dan penerima layanan turut menimbulkan biaya yang tidak seperti pungutan liar di luar tarif resmi yang ditetapkan. Ketiga, budaya elitis lokal yang mengedepankan kedekatan kekuasaan juga menjadi ranah terjadinya inkonsistensi penyelenggaraan perizinan. Pada era otonomi daerah, kedekatan dengan penguasa menjadi jurus ampuh dalam mendapatkan proyek dan berbagai kemudahan usaha lainnya. Kedekatan ini didasari atas kepentingan kelompok, individu, dan kekerabatan keluarga. Seringkali, proses transparansi perizinan tidak terjadi jika melibatkan permohonan izinizin yang berafiliasi dengan elit lokal. Keempat, ketimpangan kompetensi dalam pelayanan perizinan usaha dari sisi SDM serta sarana dan prasarana turut memengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pelayanan perizinan. Keterbatasan jumlah dan kualitas SDM akan memengaruhi kinerja organisasi secara umum. Minimnya sarana dan prasarana juga menjadi permasalahan mendasar yang hampir ditemui di daerah. Hal ini tidak lepas dari dukungan dana dan political will dari kepala daerah untuk mereformasi pelayanan perizinan usaha sebagai katub masuknya investasi ke daerah. BAB III KESIMPULAN Penyelenggaraan perizinan selama ini belum mampu menciptakan servis yang baik. Hal ini tidak terlepas dari adanya ketimpangan sumber daya manusia dalam birokrasi yang masih terbatas di level daerah. Gradasi kecukupan sumber daya antardaerah saat ini masih terjadi sehingga penyelenggaraan pelayanan perizinan usaha mengalami perbedaan di setiap daerah otonom. Pelaksanaan perizinan usaha di Indonesia masih identik dengan biaya yang tidak pasti. Transparansi biaya yang tidak pasti menjadi alasan utama bagi calon investor untuk menanamkan modalnya. Biaya yang tidak pasti dapat timbul karena aturan main yang tidak mengatur transparansi biaya, atau moral hazard yang dilakukan aparatur negara dengan pembuat izin. Gambaran bahwa perilaku seperti ini masih muncul dalam proses perizinan. Selain karena faktor budaya lokal, kesempatan kompromi antara pemberi dan penerima layanan turut menimbulkan biaya yang tidak seperti pungutan liar di luar tarif resmi yang ditetapkan. Budaya elitis lokal yang mengedepankan kedekatan kekuasaan juga menjadi ranah terjadinya inkonsistensi penyelenggaraan perizinan. Pada era otonomi daerah, kedekatan dengan penguasa menjadi jurus ampuh dalam mendapatkan proyek dan berbagai kemudahan usaha lainnya. Kedekatan ini didasari atas kepentingan kelompok, individu, dan kekerabatan keluarga. Seringkali, proses transparansi perizinan tidak terjadi jika melibatkan permohonan izinizin yang berafiliasi dengan elit lokal. Ketimpangan kompetensi dalam pelayanan perizinan usaha dari sisi SDM serta sarana dan prasarana turut memengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pelayanan perizinan. Keterbatasan jumlah dan kualitas SDM akan memengaruhi kinerja organisasi secara umum. Minimnya sarana dan prasarana juga menjadi permasalahan mendasar yang hampir ditemui di daerah. Hal ini tidak lepas dari dukungan dana dan political will dari kepala daerah untuk mereformasi pelayanan perizinan usaha sebagai katub masuknya investasi ke daerah. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku : A. Nurmadi, Manajemen Pelayanan Umum, Bina Aksara, Jakarta, 1995. hal: 43 Poltak Lijan sinambela, Reformasi Pelayanan Publik Teori kebijakan dan implementasi, (Jakarta: Bumi Aksara , 2006) , hlm: 4 Prof. Dr. Abdul Halim, M.B.A., Akt., Analisis Investasi (Belanja Modal) Sektor Publik- Pemerintah Daerah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2008), hlm: 5 Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005. Manajemen Pelayanan. Jakarta : Pustaka Pelajar : hlm: 19 Internet : Salama Fahmy. 2005. One-Stop Shop. A case study. dikutip dalam http://bkpm.go.id/, diakses 20 april 2012.

(FILSAFAT HUKUM)“SEBABNYA NEGARA BERHAK MENGHUKUM SESEORANG”

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filsafat hukum adalah merupakan cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum. Filsafat adalah suatu pendasaran diri dan renungan diri secara radikal dan mendalam, ia merefleksikan terutama tentang segala yang ada, yaitu “hal ada” dalam keumumannya.Sehingga menemukan hakeket yang sebenarnya, bukan untuk mencari perpecahan dari suatu cabang ilmu, sehingga muncul cabang ilmu baru yang mempersulit kita dalam mencari suatu kebanaran dikarenakan suatu pertentangan sudut pandang. Sesungguhnya manusia akan melihat dari kenyataan empiris sebagai bekal mengkaji secara mendalam, memberikan makna filosofis dengan mengetahui hakikat kebenaran yang hakiki. Filsafat hukum ingin mendalami “hakikat” dari hukum, dari hukum, berarti bahwa filsafat hukum ingin memahami hukum sebagai penampilan atau manifestasi dari suatu yang melandasinya. Dan hukum adalah sebagai suatu bagaian dari “kenyataan” dan dengan demikian memiliki sifat-sifat kenyataannya. Filsafat adalah filsafat hal merefleksi, suatu kegiatan berpikir dan juga memiliki sifat rasional, sehingga filsafat berada dalam dimensi dari komunikasi intersubjektif yang merupakan hasil dari pengembangan suatu hubungan-diskusi (diskursif) terbuka dari subjek-subjek dan antara yang lainnya sehingga filsafat tidak memiliki nilai-nilai pendirian dagmatik suatu kemutlakan yang harus diikuti.Filsafat hukum sangat menentukan dengan kaitannya dengan pembentukan produk hukum, Hukum dapat ditaati oleh masyarakat dapat di telaah hukum tersebut ditaati karena dibuat oleh pejabat yang berwenang atau atas kesadaran masyarakat karena atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Berkenaan pernyataan diatas tersebut, maka orang tunduk pada hukum karena wajib mentaatinya karena hukum adalah kehendak negara dan atas dasar itu pula negara dapat menghukum orang yang bersalah atau melanggar peraturan negara.Maka dari itu berdasarkan uraian diatas, kami mencoba mengadakan suatu pemecahan permasalahan tentang “SEBABNYA NEGARA BERHAK MENGHUKUM SESEORANG” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut : 1. Apa dasar mengikatnya hukum bagi negara yang dapat menghukum seseorang ? 2. Bagaimana teori-teori yang dijadikan dasar pembenaran negara memberi hukuman pada seseorang ? 3. Seperti apa hak-hak Negara untuk menghukum seseorang ? C. Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dasar mengikatnya hukum bagi negara yang dapat menghukum seseorang 2. Untuk mengetahui teori-teori yang dijadikan dasar pembenaran negara memberi hukuman pada seseorang 3. Untuk mengetahui Seperti apa hak-hak Negara untuk menghukum seseorang D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. 1. Kegunaan secara teoritis a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran-pemikiran yang lebih normatif, rasional dan akuntabel untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya perkembangan pengetahuan b. Menambah referensi ilmu pengetahuan hukum , baik masyarakat Kabupaten Garut maupun di lingkungan Sekolah Tinggi Hukum Garut 2. Kegunaan Secara Praktis Memberikan masukan kepada semua pihak khususnya kepada kami sebagai penyusun makalah. BAB II PEMBAHASAN A. Dasar Mengikatnya Hukum Bagi Negara Yang Dapat Menghukum Seseorang Terkait dengan wewenang negara untuk menghukum warganya yang melanggar hukum, yang dapat mengakibatkan goncangan, bahaya dalam masyarakat, serta meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Membahas tentang dasar kekuatan mengikat dari hukum sebabnya negara berhak menghukum seseorang. Ada berbagai teori kedaulatan sebagaimana diatas tersebut, maka seseorang dapat dilihat sebab mengapa mereka tunduk dan taat hukum. Negara memiliki tugas sangat berat, mewujudkan cita-cita bangsa, sehingga negara akan memberi hukuman kepada siapapun yg menghambat usaha mencapai cita-cita tadi . Bahwa dalam usaha menjawab dasar mengikat sesuatu hukum tersirat juga ulasan wewenang negara untuk menghukum warganya terutama atas segala perbuatan yang dapat menggoncangkan dan membahayakan dan meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat . B. Terdapat tiga teori kedaulatan yang dapat dijadikan dasar pembenaran negara memberi hukuman pada seseorang a) Teori Kedaulatan Tuhan, (Abad ke-19) Negara adalah badan yang mewakili Tuhan di dunia yang memiliki kekuasaan penuh untuk menyelenggarakan ketertiban hukum di dunia. Para pelanggar ketertiban itu perlu memperoleh hukuman agar ketertiban hukum tetap terjamin ( Friedrich Julius Stone) Orang dapat dihukum karena dia dapat merusak dan membahayakan serta meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Negara adalah badan yang mewakili Tuhan (Allah) didunia yang mempunyai kekuasaan penuh untuk menyelenggarakan ketertiban hukumdi dunia. negara sbg badan yg mewakili Tuhan di dunia ini untuk mewujudkan ketertiban hukum di dunia, shg berhak menghukum bagi pelanggar hukum. b) Teori Perjanjian Masyarakat, Otoritas negara yang bersifat monopoli pada khendak manusia itu sendiri menghendaki adanya kedamaian, ketertiban dan ketenteraman dalam masyarakat. Mereka berjanji mentaati segala ketentuan yang dibuat oleh negara, di lain pihak bersedia dihukum jika tingkah lakunya dipandang mengganggu ketertiban dalam masyarakat. Orang dapat di hukum karena negara mempunyai otoritas negara yang bersifat monopoli pada kehendak masyarakat itu sendiri adanya kedamaian serta ketentraman dalam masyarakat. rakyat telah memberikan kekuasaan pd negara untuk membentuk peraturan dan menjatuhkan hukuman pd pelanggar demi ketertiban dan kedamaian à konsekuensi: rakyat berjanji mentaati dan bersedia dijatuhi hukuman. c) Teori Kedaulatan Negara, Negara berdaulat, negara yang bergerak menghukum seseorang yang mencoba mengganggu ketertiban dalam masyarakat; Negara menciptakan hukum, sehingga segala sesuatu harus tunduk kepada negara; Hukum ciptaan negara adalah hukum pidana; Hak negara menjatuhkan hukuman didasari pemikiran bahwa negara memiliki tugas berat, yaitu berusaha mewujudkan segala tujuan yang menjadi cita-cita dan keinginan seluruh warganya dengan jalan memberikan hukuman pada pelaku kejahatan (0ffender). Orang dapat di hukum karena negaralah yang berdaulat sehingga hanya negara itu sendiri yang berhak menghukum seseorang yang melanggar ketertiban dalam masyarakat. Negara dianggap sebagai sesuatu yang mencipatakan peraturan-peraturan hukum. hanya negara yg berdaulat dan berkuasa untuk membentuk hukum. Adanya dan berlakunya hukum krn dikehendaki negara, shg negara berhak memberi hukuman. Karena negaralah yang berdaulat , maka hanya negara itu sendiri yang berhak menghukum seseorang yang mencoba mengganggu ketertiban dalam masyarakat. Negara yang menciptakan hukum , jadi segala sesuatu harus tunduk pada negara Adanya hukum karena adanya Negara . • Hukum sendiri sebenarnya juga kekuasaan Dalam kaitan ini , van Aveldoorn membagi ; 1. Hukum obyektif – Kekuasaan yang bersifat mengatur 2. Hukum subyektif – kekuasaan yang diatur oleh hukum obyektif • Hukum merupakan salah satu sumber kekuasaan. • Hukum merupakan pembatas kekuasaan guna menghindari penyalah gunaan kekuasaan (abuse of power) C. Hak-hak Negara Untuk Menghukum Seseorang Dalam arti subyektif Ius Poeniendi, yaitu sejumlah aturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Hak untuk menghukum itu terdiri atas : 1. Hak untuk mengancam perbuatan dengan hukuman. Hak ini terutama terletak pada negara. Ancaman hukuman ini adalah misalnya seperti apa yang tercantum pasal 62 KUHP. 2. Hak untuk menjatuhkan hukuman, yang juga diletakkan pada alat-alat kelengkapan negara. 3. Hak untuk melaksanakan hukuman, yang juga diletakkan pada alat-alat kelengkapan negara. 4. Dalam hal ini terdapat hubungan antara Ius Poenale dengan Ius Poniendi, yaitu Ius Poniendi adalah hak negara untuk menghukum yang bersandar pada Ius Poenale, sehingga hak untuk menghukum itu baru timbul, setelah di dalam Ius Poenale ditentukan perbuatan yang dapat dihukum. Jelaslah dengan ini, bahwa negara tidak dapat menggunakan haknya itu dengan sewenang-wenang, karena dibatasi oleh Ius Poenale. Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa hak negara untuk memidanakan atau menjatuhkan hukuman haruslah berdasarkan Hukum Pidana Materiel dan adanya Hukum Pidana Formil / KUHAP adalah untuk memungkinkan berlakunya Hukum Pidana untuk memungkinkan berlakunya Hukum Pidana Materiel secara benar dan tidak sewenang-wenang. Negara hukum yang berdasarkan Rule of Law tidak boleh hanya memiliki KUHAP yang menjamin Hak-hak azasi manusia belaka, namun harus juga mempunyai KUHP dan/atau Hukum Pidana tertulis dan tidak tertulis lain, yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip rule of law (prinsip asas negara hukum). Adalah suatu kenyataan bahwa dibeberapa daerah di tanah air, masih terdapat ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis, yang hidup dan diakui sebagai hukum ditempat-tempat yang bersangkutan, yang menentukan bahwa pelanggaran atas hukum patut dipidana. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Negara memiliki tugas sangat berat, mewujudkan cita-cita bangsa, sehingga negara akan memberi hukuman kepada siapapun yg menghambat usaha mencapai cita-cita tadi, dalam usaha menjawab dasar mengikat sesuatu hukum tersirat juga ulasan wewenang negara untuk menghukum warganya terutama atas segala perbuatan yang dapat menggoncangkan dan membahayakan dan meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Teori-teori tentang negara berhak menghukum seseorang didasarkan pada teori ketuhanan, teori perjanjian masyarakat dan teori perjanjian masyarakat. Negara dianggap sebagai sesuatu yang mencipatakan peraturan-peraturan hukum. hanya negara yg berdaulat dan berkuasa untuk membentuk hukum. Adanya dan berlakunya hukum krn dikehendaki negara, sehingga negara berhak memberi hukuman. Hak negara untuk memidanakan atau menjatuhkan hukuman haruslah berdasarkan Hukum Pidana Materiel dan adanya Hukum Pidana Formil adalah untuk memungkinkan berlakunya Hukum Pidana secara benar dan tidak sewenang-wenang. B. SARAN Filsafat secara hakiki menuntut pertanggungjawaban. Karena itu setiap langkah harus terbuka terhadap segala macam pertanyaan dan dipertahankan secara argumentatif, obyektif dan difahami oleh semua orang. Begitupun persoalan negara berdasarkan hukum yang mengkaji berhaknya negara menghukum seseorang diharapkan orang mampu menelaah arti tersebut sehingga maklah ini bermanfaat bagi semua kalangan khusunya kami sebagai pemecah permasalahan pembahasan tersebut.