twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Minggu, 12 Juni 2011

catatan kuliah SEKOLAH TINGGI HUKUM GARUT ==istilah otonomi daerah

Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia

Dekonsentrasi
berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.

Otonomi daerah
dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Sentralisasi
memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.

Medebewind
pemberian tugas oleh pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya tentang urusan yang menjadi kewenangannya kepada satuan pemerintahan yang lebih rendah disertai anggarannya yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah yang diberi tugas



1) Daerah otonom

yaitu daerah di dalam suatu negara yang memiliki kekuasaan otonom, atau kebebasan dari pemerintah di luar daerah tersebut. Biasanya suatu daerah diberi sistem ini karena keadaan geografinya yang unik atau penduduknya merupakan minoritas negara tersebut, sehingga diperlukan hukum-hukum yang khusus, yang hanya cocok diterapkan untuk daerah tersebut.

2) Otonomi daerah
dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3) Desentralisasi

Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka munculnya otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Contoh = pemerintah pusat tidak berhak membuat kebijakan bagi kota otonom.


4) Dekonsentrasi

Secara singkat, dekosentrasi adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat. Maksudnya, pemerintah pusat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada aparat pemerintah pusat yang ada di daerah.
Contoh = di pusat ada departemen perhubungan. nah, untuk di tingkat daerah, ada namanya dinas perhubungan.


5) Sentralisasi
Yaitu memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.



6) Medebewind

pemberian tugas oleh pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya tentang urusan yang menjadi kewenangannya kepada satuan pemerintahan yang lebih rendah disertai anggarannya yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah yang diberi tugas.


- Desentralisasi ialah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah (pusat) kepada daerah dalam kerangka sistem Negara
.
- Dekonsentrasi ialah pelimpahan wewenang dari pemerintah (pusat) kepada daerah sebagai wakil pemerintah / perangkat pusat daerah.

- Medebewind (pembantuan) adalah penugasan pemerintah (pusat) ke daerah dan desa dam dari daerah kedesa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana.

-Daerah otonom adalah daerah di dalam suatu negara yang memiliki kekuasaan otonom, atau kebebasan dari pemerintah di luar daerah tersebut. Biasanya suatu daerah diberi sistem ini karena keadaan geografinya yang unik atau penduduknya merupakan minoritas negara tersebut, sehingga diperlukan hukum-hukum yang khusus, yang hanya cocok diterapkan untuk daerah tersebut.




Diajukan guna memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Hukum Pemda

Di susun Oleh : NURI SULISTIANINGSIH
Npm : 200929030


Dosen : Drs Djohan Djauhari SH.,MH

SEKOLAH TINGGI HUKUM GARUT
(STH-G) 2011

PENGERTIAN DASAR HUKUM PERUSAHAAN

PENGERTIAN DASAR HUKUM PERUSAHAAN
1. PENGERTIAN
Secara historis, istilah Perusahaan berasal dari Hukum Dagang yang merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum Dagang ini merupakan hukum perdata khusus yang dirancang atau diciptakan bagi kaum pedagang. Artinya, permberlakuannya hanya diperuntukkan bagi kaum pedagang saja, tidak untuk digunakan oleh orang-orang di luar pedagang.
Istilah Perusahaan lahir sebagai wujud perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha yang kemudian diakomodir dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Masuknya istilah Perusahaan dalam KUHD diawali dengan ditemukannya beberapa kekurangan atau kelemahan dalam KUHD. Namun istilah Perusahaan ini tidak dirumuskan secara eksplisit seperti apa yang terjadi dalam istilah Pedagang dan Pebuatan Perdagangan. Namun demikian, beberapa ahli hukum sudah memberikan beberapa rumusan sebagai pegangan yang akan dipaparkan lebih lanjut di bawah ini. Sebelumnya akan dijelaskan beberapa pokok pikiran yang menjadi alasan atau latar belakang terjadinya pembaharuan dalam Hukum Dagang sehingga melahirkan istilah Perusahaan dan pada akhirnya melahirkan istilah dan rumusan Hukum Perusahaan.
Saat ini, beberapa pasal dari Buku I KUHD tentang pedagang pada umumnya, sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam dunia usaha atau perdagangan. Ketidaksesuaian itu disebabkan adanya kekurangan dan atau kelemahan yang dikandung oleh definisi pedagang dan perbuatan perdagangan (perniagaan), sehingga menyebabkan terbatasnya ruang lingkup usaha yang bisa dilakukan dan menjadi bagian kajian dalam Hukum Dagang. Hal inilah yang kemudian mendorong pembuat undang-undang mengambil keputusan mencabut ketentuan Pasal 2 s/d Pasal 5 KUHD perihal pedagang dan perbuatan perniagaan. Menurut Pasal 2 KHUD (lama), pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari. Perbuatan perniagaan itu selanjutnya diperjelas oleh Pasal 3 KUHD (lama), yaitu perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual kembali. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 KUHD (lama) tersebut, HMN. Purwosutjipto mencatat bahwa:
a. Perbuatan perniagaan hanya menyangkut perbuatan pembelian saja, sedangkan perbuatan penjualan tidak termasuk didalamnya, karena penjualan adalah tujuan pembelian; dan
b. Pengertian barang di sini hanya berarti barang bergerak saja, tidak termasuk di dalamnya barang tetap (tidak bergerak).
Pasal 4 KUHD (lama) kemudian memerinci lagi beberapa kegiatan yang termasuk dalam kategori perbuatan perniagaan, yang salah satunya adalah perbuatan jual-beli perlengkapan kapal dan keperluan kapal. Dengan demikian, bila mengacu pada pendapat Purwosutjipto di atas mengenai ketentuan Pasal 3 KUHD (lama), kelihatan bertentangan dengan Pasal 4 KUHD (lama) yang menyebut jual-beli sebagai perbuatan perniagaan.
Sedangkan Pasal 5 KUHD (lama) hanya menambahkan kegiatan-kegiatan yang termasuk perbuatan perniagaan khususnya perbuatan-perbuatan perniagaan di laut, seperti perbuatan yang timbul dari kewajiban–kewajiban menjalankan kapal untuk melayari laut, kewajiban-kewajiban mengenai tubrukan kapal, tolong-menolong dan menyimpan barang di laut, dan lain-lain.
Dengan demikian, ada beberapa keberatan yang dapat disimpulkan dan termuat dalam Pasal 2 s/d Pasal 5 KUHD, sekaligus keberatan terhadap prinsip hukum dagang bagi pedagang, yaitu:
1. Perkataan “barang” dalam Pasal 3 KUHD (lama) hanya diartikan barang-barang bergerak saja. Padahal dalam lalu lintas perniagaan sekarang, barang-barang tidak bergerak juga merupakan obyek perniagaan.
2. Perbuatan “menjual” dalam Pasal 3 KUHD (lama), tidak termasuk dalam pengertian perbuatan perniagaan, hal ini bertolak belakang dengan ketentuan Pasal 4 KUHD (lama), yang menyebutkan perbuatan menjual adalah termasuk dalam pengertian perbuatan perniagaan. Jadi, ada pertentangan antara Pasal 3 dan Pasal 4 KUHD (lama).
3. Bila terjadi perselisihan antara pedagang dengan non-pedagang, muncul beberapa pendapat mengenai pemberlakuan hukum dagang:
a. Menurut H.R, hukum dagang baru berlaku bila bagi tergugat perbuatan yang dipertentangkan adalah perbuatan perniagaan. Ini artinya bila tergugat adalah pedagang, dan penggugat bukan pedagang, maka disini akan berlaku hukum dagang. Akhirnya hukum dagang juga diberlakukan bagi non-pedang. Pendapat H.R ini telah melanggar prinsip hukum dagang bagi pedagang. (pendapat ini bertitik tolak pada subjek hukum di pihak tergugat)
b. Pendapat kedua, menyatakan bahwa hukum dagang berlaku kalau perbuatan yang disengketakan itu bagi kedua belah pihak merupakan perbuatan perniagaan. (pendapat ini bertitik tolak pada obyek sengketa)
Dari pendapat di atas terlihat jelas bahwa prinsip hukum dagang bagi pedagang tidak bisa dipertahankan lagi dalam situasi saat ini. Karena pedagang memiliki peluang melakukan sengketa dengan siapapun termasuk yang bukan pedagang. Oleh karena itu, terhitung sejak tanggal 17 Juli 1938, dimulailah babak baru pemberlakuan Hukum Dagang (KUHD) tidak semata-mata bagi kalangan pedagang tetapi juga mereka yang berprofesi bukan pedagang. Selanjutnya istilah pedagang dan perbuatan perdagangan (perniagaan) dihapuskan dan diganti dengan istilah “Perusahaan”.
Sebagai wujud keberadaan dan penerimaan istilah Perusahaan dalam KUHD, bisa diperhatikan rumusan pasal-pasal antara lain sebagai berikut:
1. Pasal 6 ayat (1): “Setiap orang yang menyelenggarakan perusahaan diwajibkan untuk membuat catatan-catatan menurut syarat-syarat perusahaannya tentang keadaan hartanya dan tentang apa saja yang berhubungan dengan perusahaannya, dengan cara yang demikian sehingga dari catatan-catatan yang diselenggarakan itu sewaktu-waktu dapat diketahui segala hak dan kewajibannya”.
2. Pasal 16 KUHD : “Firma adalah suatu perusahaan yang didirikan untuk menjalankan suatu usaha dengan nama bersama”.
3. Pasal 36 ayat (1) KUHD : “Perseroan Terbatas tidaak mempunyai Firma, dan tidak memakai nama salah seorang atau lebih dari para persero, melainkan mendapat namanya hanya dari tujuan perusahaan saja”.
Istilah “Perusahaan” adalah istilah yang lahir sebagai akibat adanya pembaharuan dalam Hukum Dagang. Oleh karena itulah, sejak beberapa pasal dalam Buku I KUHD dicabut, maka sejak saat itu pula istilah dan pengertian pedagang dan perbuatan perdagangan (perniagaan) tidak layak lagi mewakili kepentingan kaum pedagang khususnya dan masyarakat pada umumnya yang kemungkinan memiliki hubungan, kepentingan dan atau ikut ambil bagian dalam aktivitas perusahaan.
Salah satu bagian penting perkembangan dalam Hukum Dagang adalah munculnya istilah baru yang berusaha mengambil alih peranan Hukum Dagang, yaitu istilah Hukum Perusahaan. Istilah Hukum Perusahaan ini jelas merupakan rangkaian tak terputus dengan istilah Perusahaan. Bahkan saat ini Hukum Perusahaan sudah dijadikan materi kuliah wajib dibeberapa perguruan tinggi yang terkesan berdiri sendiri berdampingan dan atau menggantikan Hukum Dagang. Walaupun secara subtansi keduanya hampir tidak ada perbedaan (karena Hukum Perusahaan merupakan bagian khusus dari Hukum Dagang), tetapi secara umum bidang hukum baru ini lebih diminati dan mudah pahami bila dibandingkan dengan Hukum Dagang. Hukum Dagang lebih banyak dikenal oleh mahasiswa-mahasiswa fakultas hukum, sedangkan Hukum Perusahaan (Organisasi Perusahaan) merupakan materi kuliah yang selalu disajikan pada fakultas-fakultas ekonomi sehingga wajar bila Hukum Perusahaan lebih banyak dikenal oleh mahasiswa-mahasiswa fakultas ekonomi.
Hingga saat ini istilah Hukum Perusahaan masih belum bisa menjadi istilah yang berdiri sendiri karena ia termasuk istilah yang lahir dari lapangan Hukum Perdata (Hukum Dagang). Dalam KUHD, istilah dan pengertian Hukum Perusahaan juga tidak dijumpai karena ia senasib dengan istilah Perusahaan. Pembentuk undang-undang tampaknya mulai sadar bahwa dengan membuat rumusan pengertian Perusahaan (termasuk didalamnya Hukum Perusahaan) berarti mengulangi kesalahan yang sama seperti yang terjadi pada rumusan pengertian pedagang dan perbuatan perdagangan. Pembuat undang-undang berkeinginan agar istilah Perusahaan dan Hukum Perusahaan berkembang dengan sendirinya mengikuti perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha atau perusahaan.
Menurut Soekardono, Perusahaan adalah salah satu pengertian ekonomi yang juga masuk ke dalam lapangan Hukum Perdata, khususnya Hukum Dagang. Melalui Staatblad 1938/276, istilah Perusahaan masuk ke dalam Hukum Dagang dengan menggantikan istilah pedagang dan perbuatan perdagangan.
Istilah Perusahaan di dalam bahasa Indonesia mempunyai 3 (tiga) pengertian yang diadopsi dari istilah Belanda, yaitu:
1. Onderneming.
Dalam istilah onderneming tercermin seakan-akan adanya suatu kesatuan kerja (wekeenheid), namun ini terjadi dalam suatu perusahaan.
2. Bedrijf
Bedrijf diterjemahkan dengan “perusahaan”, yang mana dalam hal ini tercermin adanya penonjolan pengertian yang bersifat ekonomis yang bertujuan mendapatkan laba, dalam bentuk suatu usaha yang menyelenggarakan suatu perusahaan. Dengan kata lain, bedrijf ini merupakan kesatuan teknik untuk produksi, seperti misalnya Huisvlijt (home industri/industri rumah tangga), Nijverheid (kerajinan/keterampilan khusus), Fabriek (pabrik).


3. Vennootschap
Vennootschap mengandung pengertian juridis karena adanya suatu bentuk usaha yang ditimbulkan dengan suatu perjanjian untuk kerja sama dari beberapa orang sekutu atau pesero.
Dengan demikian dapat disimpulkan perbedaan pengertian bedrijf (perusahaan) dan onderneming yaitu jika bedrijf mengandung pengertian kesatuan finansial-ekonomis, maka onderneming merupakan suatu kesatuan kerja (werkeenheid) yang semata-mata mengandung pengertian ekonomis saja, dan kedua-duanya mengandung pengertian yang bersifat non juridis. Sedangkan vennootschap mengandung pengertian yang bersifat juridis.
Beberapa ahli atau ilmuan memberikan pendapat tentang istilah Perusahaan, sebagai berikut:
1. Pemerintah Belanda (Mentri Kehakiman Belanda) ketika membacakan Memorie van Toelichting (rencana undang-undang) Wetboek van Koophandel (WvK) di depan parlemen, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus, dengan terang-terangan, dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba.
2. Molengraaff (dalam bukunya Leindraad I halaman 38) berpendapat bahwa perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan. Di sini Molengraaff memandang perusahaan dari sudut ekonomi.
3. Polak (dalam bukunya Handboek I halaman 88) memberikan pendapat bahwa sebuah perusahaan dianggap ada bila diperlukan adanya perhitungan-perhitungan tentang laba-rugi yang dapat diperkirakan, dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan. Di sini Polak memandang perusahaan dari sudut komersil.
Dalam beberapa undang-undang juga ditemukan uraian mengenai definisi perusahaan, antara lain:
1. Pasal 1 huruf b UU No.3 Tahun 1992, tentang Wajib Daftar Perusahaan, mendefiniskan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
2. Pasal 1 butir 2 UU No.8 Tahun 1997, tentang Dokumen Perusahaan, menyebutkan bahwa perusahaan adalah bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dangan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh perseorangan maupun badan usaha, baik berbentuk badan hukum ataupun bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Kalau meneliti Bab I (Pasal 2 s/d Pasal 5 yang sudah dihapuskan) KUHD, maka istilah perbuatan dagang meliputi perbuatan membeli dan menjual barang-barang saja. Berdasarkan definisi ini, bisa dipahami bahwa istilah Perusahaan lebih luas artinya daripada istilah perbuatan dagang. Maka segala sesuatu yang dapat menghasilkan keuntungan secara materil dapat dimaksudkan dengan Perusahaan. Besar kecilnya, ataupun bentuk perusahaan tidak menjadi soal.
Dalam pada itu, Mahkamah Agung Belanda (Hoge Raad) telah memberi definisi dalam arrestnya 25 Nopember 1925, bahwasanya “dianggap ada suatu perusahaan kalau seseorang menyelenggarakan sesuatu secara teratur (sifatnya terus-menerus; ada pembukuan, penulis), yang ada hubungannya dengan menjalankan perdagangan untuk mendapatkan keuntungan berupa uang”.
Berbicara mengenai pengertian Hukum Perusahaan, maka hal ini juga tidak bisa dipisahkan dengan pengertian Hukum Dagang. Sudah diketahui bahwa Hukum Dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Bila merujuk pada pendapat salah satu ahli tentang istilah Perusahaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Hukum Perusahaan adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan dalam lapangan perusahaan, yang dilakukan secara tidak terputus-putus, bertindak keluar, terang-terangan, dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba atau penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan.
Berkembangnya dunia usaha dan atau perdagangan membawa akibat berkembangnya pengertian perusahaan, baik menyangkut bentuk, bidang kegiatan/usaha dan sebagainya. Dalam perkembangan ini muncullah apa yang disebut Hukum Perusahaan atau Corporate Law.
Di lihat dari obyek pengaturannya, maka Hukum Perusahaan ini diatur di dalam:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD); dan
3. Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Dengan demikian, Hukum Perusahaan dapat dikatakan merupakan pengkhususan dari beberapa bab di dalam KUHPerdata dan KUHD, ditambah dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang Perusahaan.
Apabila Hukum Dagang merupakan hukum khusus (lex specialis) dari Hukum Perdata (yang bersifat lex generalis), maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa Hukum Perusahaan merupakan pengkhususan lebih lanjut dari Hukum Dagang. Dari sudut pandang ini (kedudukan), Hukum Perusahaan diartikan sebagai hukum yang secara khusus mengatur tentang bentuk-bentuk badan usaha (perusahaan) serta segala aktivitas yang berkaitan dengan perusahaan.
Mengacu pada Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan (Pasal 1 huruf b UU No.3 Tahun 1992, tentang Wajib Daftar Perusahaan), maka perusahaan dapat didefinisikan sebagai “setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan meperoleh keuntungan dan atau laba”. Bertitik tolak dari definisi tersebut, maka lingkup pembahasan Hukum Perusahaan meliputi dua hal pokok, yaitu bentuk usaha dan jenis usaha. Dengan demikian, Hukum Perusahaan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang bentuk usaha dan jenis usaha.
Dari beberapa definisi perusahaan yang dikemukakan di atas, sesuatu disebut perusahaan apabila memenuhi unsur-unsur di bawah ini:
a. Ia merupakan bentuk usaha
b. Bentuk usaha itu diselenggarakan oleh perseorangan maupun badan usaha, baik berbentuk badan hukum ataupun bukan badan hukum;
c. Melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus;
d. Bertindak keluar dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian;
e. Membuat perhitungan tentang laba-rugi yang dicatat dalam pembukuan
f. Bertujuan memperoleh keuntungan atau laba
Dengan demikian, ketika bicara perusahaan sudah dipastikan hal itu berhubungan dengan bentuk-bentuk usaha dan segala hal yang berkaitan dengan bentuk usaha (hukum perusahaan) yang kesemuanya berujung pada laba sebagai unsur mutlak. Unsur laba ini juga menjadi tujuan bagi perbuatan perniagaan. Namun demikian, perbuatan perusahaan lebih luas dari perbuatan perniagaan, sebab ada beberapa perbuatan yang termasuk dalam pengertian perusahaan tetapi tidak termasuk dalam pengertian perbuatan perniagaan, seperti dokter, pengacara, notaris, juru sita, akuntan, dan lain-lain.
B. SEJARAH HUKUM PERUSAHAAN
Mempelajari sejarah Hukum Perusahaan di Indonesia tidak lepas kaitannya dengan sejarah Hukum Dagang yang pada dasarnya memiliki hubungan erat dengan sejarah hukum dagang Belanda. Sejarah hukum dagang Belanda tentu ada kaitannya dengan sejarah hukum dagang Perancis. Sedangkan hukum dagang Perancis tidak bisa dipisahkan dari hukum Romawi yang dikenal dengan Corpus Iuris Civilis. Corpus Iuris Civilis peninggalan Romawi tersebut terdiri dari 4 buku:
(1) Institusionil (lembaga). Buku I ini memuat tentang lembaga-lembaga yang ada pada masa kekaisaran Romawi, termasuk didalamnya Consules Mercatorum (pengadilan untuk kaum pedagang).
(2) Pandecta. Buku II ini memuat asas-asas dan adagium hukum, seperti “ asas facta sun servanda (berjanji harus ditepati); asas partai otonom (kebebasan berkontrak); unus testis nullus testis (satu saksi bukanlah saksi), dan lain-lain.
(3) Codex. Memuat uraian pasal demi pasal yang tidak memisahkan antara hukum perdata dan hukum dagang.
(4) Novelete. Berisi karangan atau cerita.
Perkembangan pesat Hukum Dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad pertengahan di Eropah, kira-kira dari tahun 1000 sampai tahun 1500. Asal mula perkembangan hukum ini dapat dihubungkan dengan tumbuh dan berkembangnya kota-kota dagang di Eropah Barat. Pada zaman itu di Italia dan Perancis Selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan, seperti Genoa, Florence, Vennetia, Marseille, Bercelona, dan lain-lain. Hukum Romawi (Corpus Iuris Civilis) ternyata tidak dapat menyelesaikan seluruh perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Oleh karena itulah di kota-kota Eropah Barat disusun peraturan-peraturan hukum baru yang berdiri sendiri disamping Hukum Romawi yang berlaku.
Hukum yang baru dan berdiri sendiri ini berlaku hanya bagi pedagang dan hubungan-hubungan perdagangan, sehingga lebih populer ia disebut “Hukum Pedagang” (Koopmansrecht). Kemudian, pada abad ke-16 dan ke-17 sebagian besar kota di Perancis mulai menyelenggarakan pengadilan-pengadilan istimewa khusus menyelesaikan perkara-perkara di bidang perdagangan (pengadilan pedagang).
Hukum pedagang ini awalnya belum merupakan unifikasi (berlakunya satu sistem hukum untuk seluruh daerah), karena berlakunya masih bersifat kedaerahan. Tiap-tiap daerah mempunyai hukum pedagang sendiri-sendiri yang berbeda satu sama lainnya. Kemudian, disebabkan pesatnya perkembangan dalam dunia perdagangan dan eratnya hubungan antar daerah, ditambah dengan banyaknya konflik-konflik dagang yang menemui jalan buntu di masa itu, telah mendorong keinginan untuk membentuk satu kesatuan hukum (unifikasi) di bidang perdagangan yang berlaku untuk seluruh daerah.
1. Perancis
Pada abad 17 di Perancis, masa pemerintahan Raja Louis XIV (1643-1715). Raja Louis XIV ini memiliki seorang Perdana Mentri bernama Colber, dan Colber ini dikenal memiliki minat yang sangat tinggi dengan perkembangan hukum. Oleh karena itu ia memerintahkan untuk membuat ordonansi yang mengatur tentang perdagangan.
Kodifikasi hukum dagang pertama dibuat pada tahun 1673, yang dikenal dengan nama Ordonance de Commerce. Ordonansi ini isinya tentang pedagang, bank dan pedagang perantara (makelar), catatan-catatan dagang, badan usaha, perbuatan dagang, surat berharga (seperti wesel), paksaan badan terhadap pedagang (gijzeling), pemisahan barang-barang antara suami-istri dimana salah satunya menjadi pedagang melalui huwelijk overeenskomst, pernyataan pailit dan peradilan dalam perkara-perkara dagang, dan sebagainya.
Kemudian pada tahun 1681, lahirlah kodifikasi hukum dagang kedua yang dikenal dengan nama Ordonance de la Marine. Dalam ordonansi ini dimuat segala peraturan-peraturan mengenai kapal dan perlengkapan kapal, nahkoda dan anak buah kapal, perjanjian perdagangan di laut, polisi pelabuhan dan perikanan laut. Pada umumnya ordonansi ini mencakup semua hal berkaitan dengan kodifikasi hukum laut atau hukum perdagangan laut (untuk pedagang-pedagang kota pelabuhan.
Kedua kitab hukum tersebut dijadikan sumber bagi pengkodifikasian hukum dagang baru yang mulai dikerjakan pada permulaan abad ke-19. Kodifikasi hukum dagang baru tersebut bernama Code de Commerce yang mulai berlaku pada tahun 1807. Beberapa tahun sebelum kodifikasi hukum dagang berlaku, sebenarnya juga sudah disahkan kodifikasi hukum perdata yaitu Code Civil (1804). Dengan demikian, pada tahun 1807 di Perancis terdapat Hukum Dagang yang dikodifikasikan dalam Code de Commerce yang dipisahkan dari Hukum Perdata (Sipil) yang dikodifikasikan dalam Code Civil. Code de Commerce ini memuat peraturan-peraturan hukum yang timbul dalam bidang perdagangan sejak zaman pertengahan.
Di Romawi, ditemukan adanya sebuah pengadilan khusus bagi para pedagang yang dinamakan Consules Mercatorum, yang kemudian oleh hukum dagang Perancis diambil alih dengan nama Judge et Consuls. Hakim-hakim Consules Mercatorum diambil dari para pedagang itu sendiri. Badan peradilan ini berdiri sendiri, terpisah dari badan peradilan umum lainnya. Lembaga penyelesaian sengketa dagang ini mirip dengan “Arbitration” (pertamakali diperkenalkan di Amerika) yang memang lebih popular diberlakukan saat ini dalam hubungan-hubungan dagang atau bisnis yang berskala internasional.
Sebenarnya, masuknya pengaruh hukum Romawi dalam hukum dagang Perancis ini disebut dengan gejala Resepsi hukum Romawi. Pemisahan hukum perdata dan hukum dagang di Perancis adalah masuk akal disebabkan adanya perbedaan strata sosial dan golongan-golongan masyarakat yang berbeda, yang tidak persis sama dengan keadaan di Belanda.
2. Belanda
Belanda sebagai negara bekas jajahan Perancis, kondisinya agak berbeda, dimana telah terjadi pluralisme (keanekaragaman) hukum di bidang hukum perdata. Ada hukum Romawi, hukum Perancis, hukum Belgia, hukum German, dan peraturan-peraturan Raja atau Gubernur. Dapat dibayangkan bahwa pluralisme hukum tersebut telah menyebabkan tidak adanya kepastian hukum.
Setahun setelah Belanda merdeka dari Perancis (tahun 1813), memperhatikan keadaan pluralisme hukum tersebut dan dampaknya, serta atas amanat UUD Belanda untuk mengkodifikasi hukum privat (hukum perdata dan hukum dagang), maka Raja Lodewijk Napoleon memerintahkan pembentukan sebuah Komisi Pembuat Undang-undang. Komisi ini diketuai oleh ahli hukum (seorang guru besar) Belanda yang bernama Van Kemper. Komisi ini terbentuk pada tahun 1814. Dua tahun berikutnya (1816) berhasil disiapkan sebuah RUU yang dinamakan “Ont Werp Kemper” (naskah rancangan Kemper) yang terdiri dari 4000 pasal, yang bertujuan untuk menghapuskan pengaruh hukum Perancis. Tetapi RUU ini harus dilimpahkan lebih dahulu ke Paerlemen Belanda. Hasilnya, Parlemen Belanda menolak RUU ini untuk disahkan menjadi UU karena terlalu berbau Belanda. Penolakan ini dilakukan atas prakarsa seorang hakim tinggi Belanda keturunan Belgia bernama Nikolai, yang tidak senang dengan RUU tersebut. Karena ditolak, Raja kemudian mengembalikan RUU tersebut kepada Komisi. Selanjutnya Kemper berusaha menyelesaikan revisi RUU tersebut selama 4 tahun yang dinamakan dengan “Ont Werp Kemper II” (1820). Namun demikian, RUU revisi itu ditolak untuk kedua kalinya oleh Paerlemen Belanda, sehingga tugas komisi tersebut dinyatakan gagal. Kemper kemudian frustasi dan tidak mau lagi menjadi Ketua Komisi, Ia kemudian meninggal dunia pada tahun 1824.
Dalam usul KUHD Belanda 1820 (Ont Werp Kemper II) telah direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 kitab, akan tetapi didalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan, dan perkara-perkara dagang itu untuk selanjutnya diselesaikan di muka pengadilan biasa. Walaupun Ont Werp Kemper II ditolak, namun usul penghapusan pengadilan khusus bagi pedagang tetap menjadi muatan penting yang ditindaklanjuti oleh pengganti Kemper.
Pengganti Kemper sebagai Ketua Komisi Perancang Hukum Dagang adalah Nikolai. Dalam pekerjaannya, Komisi dibawah pimpinan Nikolai ternyata tidak mampu mewujudkan gagasannya dalam menciptakan Hukum Dagang baru. Akhirnya setelah melalui sebuah rapat Komisi, diputuskanlah untuk mengadakan studi banding ke Perancis. Komisi memutuskan untuk mengambil alih Code Civil dan Code du Commerce Perancis untuk dialihbahasakan menjadi BW dan WvK (1838).
Pada akhir abad 19, Molengraaff merencanakan suatu UU Kepailitan yang akan menggantikan Buku III KUHD Belanda. Rencana Molengraaff ini berhasil diwujudkan menjadi UU Kepailitan tahun 1893 (mulai berlaku tahun 1896). Berdasarkan asas konkordansi, perobahan ini juga dilakukan di Indonesia pada tahun 1906 yang dikenal dengan Failissement Verordenig Stb. 1905/217 jo Stb. 1906/348Stb.
Dari beberapa hal diatas, sarjana Van Kant beranggapan bahwa hukum dagang itu merupakan hukum tambahan daripada hukum perdata, yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus.
Akibat adanya hukum dagang khusus bagi pedagang (hukum pedagangatau koopmanrecht). Konsekuensinya, hanya para pedagang saja yang bisa melakukan kegiatan dagang seperti mendirikan CV, Fa, NV. Bagi non pedagang, hanya dibolehkan mendirikan badan usaha lain seperti maatschap yang diatur dalam KUHPerdata.
Melihat keadaan tersebut di atas, Molengraff dan Van Apeldooren tidak setuju adanya diskriminasi hukum yang membedakan antara pedagang dan non pedagang. Atas anjuran dua sarjana itu (khususnya Molengraff) menyebabkan dicabutnya Pasal 2 s/d Pasal 5 KUHD dengan stb. 1938/276 tanggal 17 Juli 1938. Sedangkan di negeri Belanda pencabutan pasal-pasal tersebut sudah lebih dahulu dilakukan pada tanggal 2 Juli 1934 melalui stb. 1934/347.
3. Indonesia (Hindia Belanda)
Ketika keinginan untuk memberlakukan hukum Belanda di Hindia Belanda (Indonesia), muncullah dua perbedaan pendapat:
a. Pendapat I: Menginginkan agar seluruh hukum Belanda diberlakukan di Hindia Belanda agar penjajahan Belanda di Hindia Belanda bisa langgeng.
b. Pendapat II: Tidak setuju asas konkordansi dilaksanakan secara utuh di Hindia Belanda, sebab di masyarakat Indonesia sudah ada hukum yang hidup dan mengatur perikehidupan masyarakatnya yang lebih dikenal dengan sebutan hukum adat (adatrecht). Disamping itu, kenyataannya banyak sekali hukum Belanda (Eropah) yang bertentangan dengan hukum asli orang Indonesia (hukum adat). Namun demikian, tidak ada larangan bagi orang Indonesia untuk menundukkan diri secara sukarela pada hukum Eropah. Untuk mengakomodasi hal ini dibentuklah Lembaga Tunduk Sukarela.
Akhirnya, berdasarkan asas konkordansi kedua kodifikasi itu juga diberlakukan di Indonesia (dahulu Hindia Belanda) dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). KUHD sendiri dipublikasikan pada tanggal 30 April 1847 dalam Stb.1847/23, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
C. SUMBER HUKUM PERUSAHAAN
Sumber Hukum Perusahaan adalah setiap pihak yang menciptakan kaidah atau ketentuan Hukum Perusahaan. Pihak-pihak tersebut dapat berupa badan legislatif yang menciptakan undang-undang, pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yang menciptakan kontrak, hakim yang memutus perkara yang menciptakan yurisprudensi, masyarakat pengusaha yang menciptakan kebiasaan mengenai perusahaan. Dengan demikian, Hukum Perusahaan itu terdiri dari kaidah atau ketentuan yang tersebar dalam perundang-undangan, kontrak, yurisprudensi, dan kebiasaan mengenai perusahaan.

1. Perundang-undangan
Perundang-undangan ini meliputi ketentuan undang-undang peninggalan zaman Hindia Belanda dahulu, yang masih berlaku hingga sekarang berdasarkan aturan peralihan UUD 1945, seperti ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata dan KUHD. Selain itu, sudah banyak undang-undang yang diciptakan oleh Pembuat Undang-undang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengenai perusahaan yang berkembang cukup pesat hingga saat ini.
Berlakunya KUHPerdata terhadap semua perjanjian dapat diketahui berdasarkan ketentuan Pasal 1319 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian baik bernama maupun tidak bernama tunduk pada ketentuan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu. Yang dimaksud dengan bab ini adalah bab kedua tentang perikatan yang timbul karena perjanjian, sedangkan yang dimaksud dengan bab yang lalu adalah bab kesatu tentang perikatan pada umumnya. Kedua bab tersebut terdapat dalam Buku III KUHPerdata yang mengatur tentang perikatan (verbintenis). Dengan demikian, KUHPerdata berkedudukan sebagai hukum umum (lex generalis). Sedangkan KUHD berkedudukan sebagai hukum khusus (lex specialis). Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 KUHD yang menentukan bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur dalam kitab undang-undang ini (KUHD), sekedar dalam undang-undang ini tidak diatur secara khusus menyimpang. Misalnya dalam KUHPerdata diatur tentang pemberian kuasa (lastgeving), dalam KUHD diatur juga pemberian kuasa secara khusus mengenai surat berharga. Dalam hal ini, ketentuan mengenai pemberian kuasa dalam KUHD yang diberlakukan.
Ada beberapa pendapat sarjana tentang hubungan kedua hukum ini, antara lain:
1. Van Kant: Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum Perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus.
2. Van Apeldoorn: Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari lapangan Hukum Perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Buku III KUHPerdata.
3. Sukardono: Bahwa Pasal 1 KUHD memelihara kesatuan Hukum Perdata Umum dengan Hukum Dagang, sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHPerdata.
4. Tirtaamijaya: Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil yang istimewa.
Di negara Swiss, pengaturan hukum perdatanya dibagi dua, yaitu Zivilgesetzbuch dan Obligationenrecht. Yang pertama sama dengan KUHPerdata Indonesia minus hukum perikatan. Sedangkan yang kedua, khusus mengenai hukum perikatan dan hukum dagang. Hubungan keduanya bersifat “koordinasi” dan saling melengkapi.
Saat ini di Belanda, sudah terjadi penyatuan BW dan WvK, dengan sebutan BW Baru Belanda (Nieuw Nederland Burgelijk Wetboek). Dengan demikian, di Belanda sudah tidak dikenal pembagian yang terpisah antara hukum perdata (umum) dan hukum dagang (khusus).
Adapun sistematika BW Baru Belanda, terdiri dari:
1. Buku I, tentang Hukum Orang dan Keluarga (Personen en Famillierecht),
2. Buku II, tentang Badan Hukum (Rechtspersonen),
3. Buku III, tentang Hukum Kekayaan Pada Umumnya (Vermogensrecht in het Algemeen),
4. Buku IV, tentang Hukum Waris (Erfrecht),
5. Buku V, tentang Hukum Benda (Zakelijk Rechten),
6. Buku VI, tentang Hukum Perikatan Pada Umumnya (Algemeen Gedeelte van het Verbintenissenrecht),
7. Buku VII, tentang Perjanjian-perjanjian Khusus (Bijzondere Overeenkomsten), dan
8. Buku VIII, tentang Sarana Lalu Lintas dan Pengangkutan (Verkeersmiddelen en Vervoer).
Selain dari ketentuan yang masih berlaku di dalam KUHPerdata dan KUHD, juga sudah diundangkan banyak sekali undang-undang yang dibuat oleh Pembuat Undang-Undang RI yang mengatur tentang perusahaan antara lain mengenai;
a. Badan usaha milik negara (BUMN);
b. Hak milik intelektual (HAKI);
c. Pengangkutan darat, perairan, dan udara;
d. Perasuransian (kerugian, sejumlah uang, dan sosial);
e. Perdagangan dalam dan luar negeri;
f. Perkoperasian dan UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah);
g. Pasar modal dan penanaman modal;
h. Hak-hak jaminan atas tanah;
i. Izin usaha dan pendaftaran perusahaan;
j. Perbankan dan lembaga pembiayaan;
k. Perseroan terbatas;
l. Dokumen perusahaan;

2. Kontrak Perusahaan
Pada zaman modern ini semua perjanjian atau kontrak perusahaan selalu dibuat tertulis, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. Kontrak perusahaan ini merupakan sumber utama kewajiban dan hak serta tanggung jawab pihak-pihak. Jika terjadi perselisihan mengenai pemenuhan kewajiban dan hak, pihak-pihak juga telah sepakat untuk menyelesaikannya secara damai. Tetapi jika tidak tercapai kesepakatan antara kedua pihak, biasanya mereka sepakat untuk menyelesaikannya melalui arbitrase atau pengadilan. Hal ini secara tegas dicantumkan dalam kontrak.
Dalam pelaksanaan kontrak perusahaan selalu melibatkan pihak ketiga, baik mengenai cara penyerahan barang maupun cara pembayaran harga. Dalam penyerahan barang, pihak ketiga yang dapat dilibatkan adalah perusahaan ekspedisi, pengangkutan, pergudangan, asuransi. Sedangkan dalam pembayaran harga, pihak ketiga yang selalu dilibatkan adalah bank. Pada perusahaan modern, semua lalu lintas pembayaran selalu dilakukan melalui bank dengan menggunakan surat berharga yang disertai oleh dokumen-dokumen penting lainnya.
Kontrak perusahaan selalu terikat dengan ketentuan undang-undang berdasarkan asas pelengkap, yaitu asas yang menyatakan bahwa kesepakatan pihak-pihak yang tertuang dalam kontrak merupakan ketentuan yang utama yang wajib diikuti oleh pihak-pihak. Tetapi jika dalam kontrak tidak ditentukan, maka ketentuan undang-undang yang diberlakukan. Pada kontrak yang bertaraf nasional mungkin tidak ada masalah mengenai ketentuan undang-undang ini. Pada kontrak yang bertaraf internasional mungkin timbul masalah, yaitu ketentuan undang-undang pihak mana yang diberlakukan, disini pihak-pihak berhadapan dengan masalah pilihan hukum (choice of law).
3. Yurisprudensi
Yurisprudensi merupakan sumber hukum perusahaan yang dapat diikuti oleh pihak-pihak terutama jika terjadi sengketa mengenai pemenuhan kewajiban dan hak tertentu. Dalam yurisprudensi, kewajiban dan hak yang telah ditetapkan oleh hakim dipandang sebagai dasar yang adil untuk menyelesaikan sengketa kewajiban dan hak antara pihak-pihak. Melalui yurisprudensi, hakim dapat melakukan pendekatan terhadap sistem hukum yang berlainan, misalnya sistem hukum Anglo Saxon. Dengan demikian, kekosongan hukum dapat diatasi, sehingga perlindungan hukum terhadap pihak-pihak terutama yang berusaha di Indonesia dapat terjamin, misalnya perusahaan penanaman modal asing di Indonesia.
Banyak sudah yurisprudensi yang bisa dijadikan sumber hukum perusahaan dan sudah terjadi di Indonesia, misalnya mengenai penggunaan merek dagang, jual beli perdagangan, pilihan hukum, leasing, seperti putusan Mahkamah Agung berikut ini:
a). Perkara merek Nike, No.220/PK/Pdt/1986, 16 Desember 1986
b). Perkara merek Snoopy dan Woodstok, No.1272/1984, 15 Januari 1987
c). Perkara merek Ratu Ayu, No. 341/PK/Pdt/1986, 4 Maret 1987
d). Perkara penyerahan barang impor tanpa bill of lading (konosemen), No.1997/Pdt/1986, 1987
e). Perkara pilihan hukum, No.3253/Pdt/1990, 30 November 1993
f). Perkara Leasing, No. 1131 K/Pdt/1987, 14 November 1988

4. Kebiasaan
Dalam praktik perusahaan, kebiasaan merupakan sumber yang dapat diikuti oleh para pengusaha. Dalam undang-undang dan perjanjian, tidak semua hal mengenai pemenuhan kewajiban dan hak itu diatur. Jika tidak ada pengaturannya, maka kebiasaan yang berlaku dan berkembang di kalangan para pengusaha dalam menjalankan perusahaan dapat diikuti guna mencapai tujuan yang telah disepakti. Masalahnya adalah apa kriterianya kebiasaan yang dapat diikuti itu.
Kebiasaan yang dapat diikuti dalam praktik perusahaan adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a). Perbuatan yang bersifat keperdataan;
b). Mengenai kewajiban dan hak yang seharusnya dipenuhi;
c). Tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatutan;
d). Diterima oleh pihak-pihak secara sukarela karena dianggap hal yang logis dan patut; dan
e). Menuju akibat hukum yang dikehendaki oleh pihak-pihak.

D. KEDUDUKAN HUKUM PERUSAHAAN
Ruang lingkup Hukum Perusahaan ada pada lapangan Hukum Perdata (khususnya Hukum Dagang) dan sebagian ada pada Hukum Administrasi Negara yang tercermin pada peraturan perundang-undangan di luar KUHPerdata dan KUHD. Namun apabila dilihat dari obyek usaha dan tata perniagaannya, Hukum Perusahaan termasuk di dalam lapangan Hukum Perdata khususnya bidang Hukum Harta Kekayaan yang mana di dalamnya terletak Hukum Dagang. Sedang apabila dilihat dari segi kegiatan usahanya yang bergerak di dalam kegiatan ekonomi pada umumnya, maka Hukum Perusahaan ini termasuk di dalam cakupan Hukum Ekonomi.
Dengan demikian, kedudukan Hukum Perusahaan terletak pada Hukum Dagang (termasuk Hukum Perdata) sekaligus juga terletak pada Hukum Administrasi Negara dan Hukum Ekonomi. Dengan kata lain, Hukum Perusahaan terletak dalam Hukum Privat sekaligus pada Hukum Publik dan Hukum Ekonomi. Sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan mempunyai tiga aspek sekaligus, yaitu Ekonomi Perusahaan, Hukum Dagang/Perdata (Privat) dan Hukum Administrasi Negara (publik).

E. BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN
Bentuk-bentuk perusahaan/badan usaha (business organization) yang dapat dijumpai di Indonesia sekarang ini demikian beragam jumlahnya. Sebagian besar dari bentuk-bentuk badan usaha tersebut merupakan peninggalan masa lalu (pemerintah Belanda), diantaranya ada yang telah diganti dengan sebutan dalam bahasa Indonesia, tetapi masih ada juga sebagian yang tetap mempergunakan nama aslinya. Nama-nama yang masih terus digunakan dan belum diubah pemakainnya misalnya, Burgelijk Maatschap/Maatschap, Vennootschap onder Firma atau Firma (Fa), dan Commanditaire Vennootschap (CV). Selain itu, ada pula yang sudah di Indonesiakan seperti Perseroan Terbatas atau PT, yang sebenarnya berasal dari Naamloze Vennootschap (NV). Disini kata “Vennootschap” diartikan menjadi kata “perseroan”, sehingga dengan demikian dapat dijumpai sebutan Perseroan Firma, Perseroan Komanditer dan Perseroan Terbatas. Bersamaan dengan itu, ada juga yang menggunakan kata perseroan dalam arti luas, yaitu sebagai sebutan perusahaan pada umumnya.
Apabila diperhatikan kata “perseroan”, berasal dari kata “sero” yang artinya saham atau andil, sehingga perusahaan yang mengeluarkan saham atau sero disebut perseroan, sedangkan yang memiliki sero dinamakan “pesero” atau lebih dikenal dengan sebutan pemegang saham. Kemudian tentu dipertanyakan, bagaimana halnya dengan perusahaan yang tidak mengeluarkan sero (saham)? Ternyata perusahaan tersebut juga disebut perseroan.
Barangkali, yang paling sesuai untuk pemakaian kata “perseroan” adalah dalam hal penyebutan Perseroan Terbatas (PT), karena dalam kenyataannya PT itu memang mengeluarkan saham atau sero. Seluruh modal PT terbagi dalam saham, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas. Namun untuk bentuk usaha seperti Maatschap (demikian juga Firma dan CV) sebaiknya tetap diterjemahkan dengan menggunakan kata “persekutuan” daripada memakai kata perseroan. Hal ini sesuai dengan arti kata perseroan itu sendiri dan pula Maatschap, Firma dan CV tidak menerbitkan saham. Jadi, kata “persekutuan” tetap dipakai untuk padanan Maatschap, Firma dan CV dan ini sesuai pula dengan terjemahan yang dipakai dalam KUHPerdata. Tetapi perlu diingat bahwa CV juga mengenal sekutu pelepas uang, sehingga ada salah satu jenis CV yang disebut “CV atas saham” yang modalnya dibentuk dari kumpulan saham-saham. Barangkali untuk jenis “CV atas saham” tidak ada salahnya untuk menyebutnya sebagai “perseroan”.
Bila kembali pada beberapa definisi perusahaan yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk-bentuk usaha itu bermacam-macam, diantaranya:
1. Ditinjau dari jumlah pemilik modalnya:
a. Usaha perseorangan
b. Usaha dalam bentuk institusi atau badan (persekutuan)
2. Ditinjau dari segi himpunan, badan usaha dibagi dua:
a. Himpunan orang (persoonen associatie/nirlaba). Himpunan orang ini memiliki ciri-ciri/kharakter, antara lain: pengaruh asosiasi terhadap anggotanya sangat besar; anggotanya sedikit/terbatas; dan anggotanya tidak mudah keluar/masuk (tertutup). Contohnya IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia); IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia); HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia).
b. Himpunan modal (capital associatie/laba). Contohnya Firma; CV; NV/PT
3. Baik secara teoritis maupun ditinjau dari status hukumnya, bentuk usaha/perusahaan memiliki dua bentuk:
a. Bentuk usaha/perusahaan bukan badan hukum
b. Bentuk usaha/perusahaan badan hukum
Sepintas lalu kedua badan usaha yang disebut terakhir tidak ada perbedaan. Namun jika dilihat dari perspektif hukum perusahaan, ada perbedaan yang cukup mendasar, yakni masalah tanggung jawab.
Undang-undang tidak menjabarkan definisi badan hukum. Selama ini istilah badan hukum diadopsi dari istilah belanda (rechtpersoon), atau istilah inggris (legal persons). Agar uraian dalam tulisan ini lebih sistematis, maka definisi badan hukum lebih lanjut akan dijelaskan pada Bab III.
Pada dasarnya, sebagian besar bentuk-bentuk perusahaan yang ada bentuk asalnya adalah Perkumpulan. Perkumpulan yang dimaksudkan adalah perkumpulan dalam arti luas, dimana tidak mempunyai kepribadian sendiri dan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. Kepentingan bersama;
b. Kehendak bersama;
c. Tujuan bersama; dan
d. Kerja sama
Keempat unsur ini ada pada tiap-tiap perkumpulan seperti Persekutuan Perdata, Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas. Namun sudah tentu bahwa masing-masing mempunyai unsur tambahan sebagai


KUHPerdata, Pasal 1653 hanya menyebutkan jenis-jenis perkumpulan atau badan hukum:
a. Perkumpulan yang diadakan oleh kekuasaan umum;
b. Perkumpulan yang diakui oleh kekuasaan umum;
c. Perkumpulan yang diperkenankan atau untuk suatu maksud tertentu yang tidak berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan.
Perusahaan yang bukan badan hukum meliputi bentuk-bentuk perusahaan sebagai berikut:
1. Perusahaan Perseorangan, yang wujudnya berbentuk Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD)
2. Persekutuan, yang wujudnya terdiri dari bentuk-bentuk:
a. Perdata (Maatschap)
b. Persekutuan Firma (Fa)
c. Persekutuan Komanditer (CV)
Sedangkan perusahaan berbadan hukum meliputi bentuk-bentuk perusahaan antara lain sebagai berikut:
1. Maskapai Andil Indonesia (IMA)
2. Perseroan Terbatas (PT)
3. Koperasi
4. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
a. Perusahaan Perseroan (Persero)
b. Perusahaan Umum (Perum)
Menurut ketentuan hukum yang berlaku di Amerika, ada tiga bentuk utama oragnisasi bisnis (business organizations), yaitu (1) individual atau sole proprietorships, (2) partnerships, dan corporations.
Mengingat rumusan badan hukum tidak ditemui dalam undang-undang, maka para ahli hukum mencoba membuat kriteria badan usaha/perusahaan yang dapat dikelompokkan sebagai badan hukum jika memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Adanya pemisahan harta kekayaan antara perusahaan dan harta pribadi (pemilik);
b. Mempunyai tujuan tertentu;
c. Mempunyai kepentingan sendiri;
d. Adanya organisasi yang teratur;
e. Adanya pengakuan oleh peraturan perundang-undangan; dan
f. Adanya pengesahan dari pemerintah.
Jika tidak memenuhi unsur-unsur tersebut di atas, suatu badan usaha tidak dapat dikelompokkan sebagai badan hukum. Berikut ini akan dijabarkan badan usaha atau perusahaan yang tidak termasuk dalam kelompok badan hukum dan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai badan usaha atau perusahaan yang termasuk kelompok badan hukum, masing-masing dalam bab berbeda.



H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 1: Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1995), Cetakan 11, hal.5. Disamping itu, ada beberapa definisi lain dari Hukum Dagang yang dikemukakan oleh para ahli seperti yang rumuskan oleh Soekardono yang mengatakan hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku III BW. Dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPerdata. Achmad Ichsan, mengatakan hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan atau perniagaan. Fockema Andreae (Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia), mengatakan hukum dagang atau Handelsrecht adalah keseluruhan dari aturan hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sejauhmana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan.
Selain Buku I (khusus Pasal 2 s/d Pasal 5), Buku III KUHD juga sudah dicabut dan digantikan oleh undang-undang khusus, yakni UU No. 37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sebelum UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU diberlakukan, terdapat sejumlah UU Kepailitan yang pernah berlaku, yakni Failissement Verordening (UU Kepailitan) Stb. 1905/217 jo Stb. 1906/348; Kemudian Perpu No.1 Tahun 1998, tentang Perubahan Undang-undang Kepailitan; selanjutnya Perpu ini pun ditetapkan menjadi UU No.4 Tahun 1998.
H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit hal.10
Ibid.,hal.13
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 (Bagian Pertama), (Jakarta: Dian Rakyat, 1981), hal.17
R. Rochmat Soemitro, Himpunan Kuliah-kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi, (Bandung: PT. Eresco, 1966), hal. 37-38.
M. Natzir Said, Hukum Perusahaan di Indonesia I (Perorangan), (Bandung : Alumni, 1987), hal. 29
Ibid., hal. 36-37
R. Soekardono, Op.Cit., hal. 20.
H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit., hal.15.
Ibid., hal. 16
R. Suryatin, Hukum Dagang, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1982), hal.7
Ibid., hal.12
R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumatoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan : Bentuk-bentuk perusahaan yang berlaku di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), Cetakan 1, hal. 7
Ibid.
Ibid.
Ibid., hal. 8
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 1. Bandingkan C.S.T. Kansil, dan Christine S.T.Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia: Aspek Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2005), Cetakan ke 7, hal. 68
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1986), hal. 307
Ibid.
Ibid.
Ibid.hal. 308
Ibid.
Ibid.
C.S.T. Kansil, Loc.Cit.
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal.3
Sumber hukum dalam bentuk perundang-undangan ini mencakup peraturan hukum di dalam kodifikasi dan di luar kodifikasi. Peraturan hukum di dalam kodifikasi meliputi KUHPerdata dan KUHD. Sedangkan peraturan hukum di luar kodifikasi meliputi segala produk perundang-undangan khusus yang mengatur masalah perdagangan atau perusahaan, seperti UU Perseroan Terbatas, UU Perbankan, UU Pasar Modal, dan lain-lain
Ibid.
Ibid.,hal.4
C.S.T. Kansil, Op.Cit.hal. 310. Walaupun secara fisik kedua kitab ini terpisah, tetapi memiliki keterikatan (benang merah) yang sulit dipisahkan satu sama lain. Secara materil, beberapa sebab yang menjadi keterkaitan diantara keduanya, antara lain:
a) Pasal 1 KUHD. Asas lex specialis derogat lex generalis (sebagaimana sudah disinggung di atas)
b) Pasal 15 KUHD. Isinya menyatakan “Segala perseroan yang diatur dalam KUHD dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak bersangkutan, KUHD dan oleh KUHPerdata.
c) Pasal 396 KUHD. Bahwa mengenai perjanjian kerja laut, selain ketentuan Buku II Bab IV KUHD, juga berlaku terhadapnya ketentuan Buku III Bab VII A KUHPerdata.
d) Pasal 1319 KUHPerdata, ada dua macam perjanjian, yaitu perjanjian bernama (benoemde) dan perjanjian tidak bernama (onbenoemde). Perjanjian tidak bernama diatur dalam Bab 1 s/d 4 Buku III KUHPerdata, sedangkan perjanjian bernama diatur dalam Pasal 5 s/d 18 Buku III KUHPerdata, dalam KUHD dan dalam peraturan perundangan lainnya.
e) Pasal 1774 KUHPerdata, mengatur tiga bentuk perjanjian untung-untungan, yaitu asuransi atau pertanggungan; bunga cagak hidup; dan perjudian (pertaruhan).
f) Menurut Pasal 1774 KUHPerdata ini, untuk perjanjian I akan diatur dalam KUHD, (yang dimulai Buku I Bab 9 Pasal 246).
g) Keterkaitan lain. Maatschap diatur dalam Pasal 1618-1652 KUHPerdata, dimana tujuannya adalah untuk mencari keuntungan. Maatschap diatur dalam KUHPerdata, padahal kalau bicara keuntungan mestinya hal itu diatur di dalam KUHD.
h) Masalah jual beli (Koop en Verkoop) diatur dalam KUHPerdata (Pasal 1457). Sebenarnya ia termasuk hukum transaksi dagang (hukum dagang), tetapi masalahnya ia diatur dalam KUHPerdata atau termasuk dalam kategori perjanjian perdata.
i) Kalau terjadi sengketa yang materinya menyangkut hukum dagang (hukum materil), maka yang digunakan untuk mempertahankannya (hukum formil) adalah hukum acara perdata. Kenapa tidak ada/dibuat saja hukum acara bagi pedagang ?


H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit.,hal.6
Abdulkadir Muhammad, Loc.Cit.
Ibid.,hal.5
Ibid.
Ibid.
Ibid.
Ibid.,hal.6
Ibid.
Sumantoro, Hukum Ekonomi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), hal. 1 dalam R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumatoro, Loc.Cit.
Ibid.
I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc,2005), hal.1
Ibid.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Ibid., hal.2
R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumatoro, Op.Cit.,hal. 9
Ronald A. Anderson; Ivan Fox; David P. Twomey, Bisiness Law, (Cincinnati, Ohio, USA: South-Western Publishing Co., 1984), Pg. 593
Diposkan oleh Mentawai di 22:46
Label: hukum perusahaan
0 komentar:
Sembiring, Sentosa. 2008. Hukum Dagang. Bandung: Citra Aditya Bakti.
www.google.com
penyelsaian alternatif sengketa hukum dagang
Dipasang: Saturday 1 August 2009 - Komentar 0 [ Komentar ] - Jejak Balik 0 [ Jejak Balik ]
Category: hukum dagang
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robi, Allah SWT , yang telah melimpahkan segala rahmat taufik hidayah serta nikmat yang tiada batasnya sehingga penulis dapat menyelsaikan karya tulis ini .
Tema yang di ambil oleh penulis dalam penyusunan karya tulis ini adalah penyelsaian sengketa hukum dagang dengan jalan win-win solution
Tema ini di ambil karenaProses penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang merupakan salah satu dari beberapa cara penyelesaian secara alternatif ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang asing. Sebab masyarakat (Indonesia) pada dasarnya sudah mengenal nilai-nilai konsensus/mufakat dan kooperatif dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka.
Melihat perkembangan bisnis di era perdagangan dan persaingan bebas dewasa ini , di pandang perlu melembagakan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa melalui suatu peraturan perundang-undangan yang bercorak pendekatan konsensus/mufakat, di mana penyeleseaian sengketa bisnis bukan bertujuan menempatkan para pihak pada dua ujung sisi yang berlawanan dalam posisi kalah dan menang, tetapi pemecahan masalah yang memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang bersengketa dengan mengutamakan "win-win solution".
Di samping itu prinsip-prinsip penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang berlandaskan suatu perjanjian yang mengutamakan kebebasan para pihak untuk menentukan pilihan hukum dan pilihan forum diantara mereka, dengan menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antar relasi bisnis yang telah berlangsung maupun yang akan datang, karena dunia bisnis menghendaki cara penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien, yang cara penyelesaian demikian itu sulit diperoleh dengan cara litigasi(melalui pengadilan).
Adanya alternatif penyelesaian sengketa melalui arbitrase sebagai salah satu cara yang ditempuh di dalam penyelesaian dagang itu cenderung dianggap merupakan penyelesaian yang terbaik dengan menghindari publikasi dan putusannya bersifat final and binding.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, akan dapat mengantisipasi kesulitan proses litigasi dan perkembangan bisnis di masa mendatang, terutama permasalahan penyelesaian sengketa perdagangan yang hendak diselesaikan melalui arbitrase.
Oleh karena itu dengan asas kebebasan berkontrak, pilihan hukum dan pilihan forum di dalam mengadakan perjanjian arbitrase, menentukan kompetensi absolut arbitrase dan sebaliknya pengadilan tidak berwenang untuk menyimpangi dan mengadili sengketa yang di dalamnya mengandung perjanjian arbitrase, kecuali ditentukan secara tegas oleh undang-undang. Adapun judul yang akan dikembangkan penulis dalam karya tulis ini adalah mengenai penyelsaian sengketa dagang melalui jalan alternatif
Melalui karya tulis ini penulis ingin menjelaskan tata cara penyelsaian sengketa hukum dagang dengan jalan alternatif meliputi keuntungan ,kerugian yang di peroleh melalui penyelsaian sengketa melalui win-win solution
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan karya tulis ini , diantaranya :
1. Bpk. Prof. DR. YOSSI ADI WISASTRA, (Rector Universitas Subang)
2. Bpk. Drs. DEDDY AS SHIDIK, (Dekan Fakultas Hukum )
3. Bpk. SUBHAN DJRODYATI, SH. (Wali Dosen Fakultas Hukum )
4. Ibu ,NURBAYANTI ,SH. (Dosen Hukum Dagang)
5. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan dorongan materil maupun sepiritual hingga tersusunnya karya tulis ini.
Penulis juga berharap semoga karya tulis ini bermanfaat oleh penulis khususnya dan oleh kita pada umumnya .
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangat jauh dari sempurna , karena :
1. Kurangnya sumber-sumber pokok bahasan
2. Terbatasnya waktu yang tersedia
3. Karya tukis ini merupakan karya tulis yang pertama ditulis oleh penulis . jadi , penulis kurang berpengalaman dalam pokok bahasan karya tulis ini
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca . semoga Allah SWT senantiasa mengiringi langkah kita . Amin.







………………………….

Contoh sengketa internasional beserta cara penyelesaiannya...?

1.Konflik historis antara Malaysia dan Filipina mengenai klaim Filipina atas wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur;
2.Konflik antara Malaysia dan Singapura tentang pemilikan Pulau Batu Putih (Pedra Branca) di Selat Johor;
3.Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif;
4.Konflik berlarut antara Myanmar dan Bangladesh di wilayah perbatasan;
5.Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di sekitar Kepulauan Paracel;
6.Konflik laten antara Cina di satu pihak dengan Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam di lain pihak sehubungan klaim cina atas seluruh perairan Laut Cina Selatan;
7.Konflik intensitas rendah (Low intensity) antara Cina dengan Filipina, Vietnam dan Taiwan mengenai status pemilikan wilayah perairan Kepulauan Spratly;
8.Konflik antara Cina dengan Jepang mengenai pemilikan Kepulauan Senaku (Diaoyutai);
9.Sengketa antara Cina dengan Korea Selatan mengenai pemilikan Liancourt Rocks (Take-shima atau Tak do) dibagian selatan laut Jepang;
10.Sengketa berlarut antara Rusia dengan Jepang mengenai status pemilikan Kepulauan Kuril Selatan;
11.Sengketa India dan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir.

Sebab-Sebab Timbulnya Sengketa Internasional:

Segi Politis (Adanya Pakta Pertahanan atau Pakta Perdamaian)
Pasca perang dunia kedua (1945) muncul dua blok kekuatan besar, barat (liberal membentuk pakta pertahanan NATO) di bawah pimpinan Amerika dan timur (komunis membentuk pakta pertahanan Warsawa) dipimpin Uni Soviet. Kedua blok tersebut, saling berebut pegaruh di bidang ideology dan ekonomi serta saling berlomba memperkuat senjata. Akibatnya sering terjadi konflik (sengketa) di bernagai negara yang menjadi korban. Misalnya, krisis Kuba, Korea yang terbagi menjadi Korea Utara (komunis) dan Korea Selatan (liberal), Kamboja, Vietnam, dan sebagainya.

Segi Batas Wilayah Laut (Laut Teritorial dan Alam Daratan)
Adanya ketidakjelasan batas laut teritorial antara Indonesia dengan Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan (di Kalimantan). Sengketa tersebut diserahkan ke Mahkamah Internasional, hingga akhirnya pada tahun 2003 sengketa tersebut dimenangkan oleh Malaysia. Demikian juga masalah perbatasan di Kasmir yang hingga kini masih diperdebatkan antara India dan Pakistan. Masalah kepulauan “Spartly’s dan Paracel” di laut Cina Selatan, sampai sekarang masih diperebutkan oleh negara Filipina, Malaysia, Thailand, RRC, dan Vietnam.

Kamis, 09 Juni 2011

Arbitrase atau ICSID (international Centre for the Settlement of Investment Disputes)

1
Arbitrase
a. Pengantar
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang
netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan arbitrase
dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan
sengketa-sengketa internasional.
Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan
suatu compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir; atau
melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya
lahir (clause compromissoire).
Pemilihan arbitrator sepenuhnya berada pada kesepakatan para pihak. Biasanya
arbitrator yang dipilih adalah mereka yang telah ahli mengenai pokok sengketa serta
disyaratkan netral. Ia tidak selalu harus ahli hukum. Bisa saja ia menguasai bidang-
bidang lainnya. Ia bisa insinyur, pimpinan perusahaan (manajer), ahli asuransi, ahli
perbankan, dan lain-lain.
Setelah arbitrator ditunjuk, selanjutnya arbitrator menetapkan terms of reference
atau ‘aturan permainan’ yang menjadi patokan kerja mereka. Biasanya dokumen ini
memuat pokok masalah yang akan diselesaikan, kewenangan arbitrator (jurisdiksi) dan
aturan-aturan (acara). Sudah barang tentu muatan terms of reference tersebut harus
disepakati oleh para pihak.
Seperti tersebut di atas, putusan arbitrase sifatnya mengikat dan final. Artinya,
upaya banding oleh suatu pihak tidak dimungkinkan. Namun ada beberapa aturan
arbitrase yang masih memungkinkan pembatalan terhadap putusan arbitrase.
Contoh terkenal mengenai hal ini adalah sengketa Amco Asia Corporation v.
Indonesia di hadapan Dewan Arbitrase ICSID. Kasus ini berkaitan dengan pencabutan
lisensi penanaman modal terhadap investor dalam Hotel Kartika Plaza. Pencabutan
lisensi ini dianggap tidak sah oleh investor dan kemudian membawa kasus ini kepada
badan arbitrase ICSID di Washington.
Kasus ini banyak mengundang komentar dari para sarjana paling sedikit karena
dua sebab. Pertama, kasus ini menggambarkan kelemahan sistem penyelesaian melalui
arbitrase ICSID sebagai akibat dimungkinkannya adanya ketentuan mengenai pembatalan 2
suatu putusan.kedua, kasus ini membuktikan pula bahwa membawa sengketa kepada
suatu badan arbitrase tidaklah senantiasa cepat dan murah. Kasus Amco ini memakan
waktu hampir 12 tahun dan menghabiskan biaya yang tidak kecil untuk ongkos-ongkos
penasihat hukum dari kedua belah pihak.
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin meningkat.
Dari sejarahnya, cara ini sudah tercatat sejak zaman Yunani Kuno. Namun
penggunaannya dalam arti modern dikenal pada waktu dikeluarkannya the Hague
Convention for the pacifik Settlement of International Disputes tahun 1989 dan 1907.
Konvensi ini melahirkan suatu badan arbitrase internasional yaitu Permanent Court of
Arbitrations.
Sejak itu kemudian, masyarakat internasional berupaya membentuk badan-badan
arbitrase internasional baik yang sifatnya regional maupun internasional. Badan yang
terkenal adalah the International Centre for The Settlement of Investment Disputes
(ICSID), suatu badan arbitrase yang menangani sengketa-sengketa penanaman modal
asing antara negara dengan investor asing.

b. ICSID
1) Latar Belakang
ICSID (international Centre for the Settlement of Investment Disputes) adalah
badan yang dilahirkan Bank Dunia. Konvensi yang mendirikan badan ini, yaitu Konvensi
ICSID (Convention on the Settlement of Investment Dispute between States and Nationals
of Other States), atau kadang-kadang disebut Konvensi Washington atau Konvensi Bank
Dunia, ditandatangani di Washington D.C., 18 Maret 1965. Badan arbitrase ICSID atau
the Centre berkedudukan di Washington dan berafiliasi dengan Bank Dunia. Konvensi
mulai berlaku pada 14 Otober 1966, sebulan setelah 20 negara meratifikasinya.
Terbentuknya Konvensi adalah sebagai akibat dari situasi perekonomian dunia
pada waktu1950-1960-an yaitu Khususnya dikala beberapa negara berkembang
menasionalisasi atau mengekspropriasi perusahaan-perusahaan asing yang berada di
dalam wilayahnya. Tindakan ini mengakibatkan konflik-konflik ekonomi yang dapat
berubah menjadi sengketa politik atau bahkan sengketa terbuka (perang). 3
Di antara kasus-kasus nasionalisasi yang langsung mempengaruhi dan
menggerakkan Bank Dunia membentuk Konvensi ini adalah kasus nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Perancis di Tunisia. Kasus ini bermula dengan tindakan DPR
Tunisia (the Tunisian National Assembly) yang mengeluarkan UU Nasionalisasi tanah-
tanah milik orang asing (khususnya Perancis) pada tanggal 10 Mei 1964.
Tindakan itu sangat mengejutkan pihak asing karena dengan adanya UU tersebut
berarti tanah milik orang-orang asing (Perancis) berikut kekayaan yang ternama di
dalamnya seluas 1 juta hektar ter nasionalisasi.
Dalam suatu pernyatannya, Presiden Tunisia Habib Bourgouiba menyatakan
bahwa selama itu Tunisia telah cukup menderita di bawah eksploitasi Perancis selama 83
tahun. Beliau juga menolak perjanjian yang diadakan sebelumnya antara Tunisia dan
Perancis bahwa negerinya dapat membali hak milik asing (Perancis) yang masih ada
berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum kolonial.
Bourgouiba melegalisasi tindakannya tersebut dengan alasan bahwa meski
tindakan tersebut nyata-nyata ditentang pemerintah Perancis, namun tindakan tersebut
dilancarkan juga sebab merupakan “suatu masalah antara hidup dan mati bagi Tunisia
yang merupakan negara yang baru merdeka”.
Presiden Perancis Jenderal Charles de Gaule bereaksi keras terhadap tindakan
pemerintah bekas jajahannya itu dan menyatakan tindakan tersebut sebagai tindakan
brutal dan serta merta membatalkan semua rencana bantuan keuangan (ekonomi)
negaranya kepada Tunisia. Hubungan kedua negara pada waktu itu praktis sangat tegang
dan panas.
Kasus ini sangat mengejutkan masyarakat internasional yang merasa khawatir
bahwa hubungan kedua negara dapat menjurus kearah perang terbuka yang sudah barang
tentu dapat merengut banyak korban jiwa. Pada waktu itu reaksi dari pemilik tanah dan
investor Perancis yang tanah/perusahaannya dinasionalisasi, adalah melanjutkan masalah
ini kepada lembaga internasional, antara lain, Bank Dunia. Namun upaya tersebut tidak
membawa hasil yang berarti karena lembaga-lembaga tersebut memang tidak memiliki
wewenang sama sekali dalam menangani kasus tersebut.
Beberapa waktu kemudian, setelah kasus tersebut mereda, Bank Dunia lalu
memprakarsai pembentukan suatu badan arbitrase internasional yang akan menangani 4
sengketa-sengketa penanaman modal antara lain investor asing dengan negara tuan
rumah. Upaya PBB ini membawa hasilnya yaitu dengan ditandatanganinya the
Convention on the Settlement of Investement Disputes between States and Nationals of
Other States.
Ada 2 tujuan utama dibentuknya konvensi ini. Yang pertama, menjembatani
jurang atau mengisi kekosongan upaya hukum di dalam menyelesaikan kasus-kasus
penanaman modal yakni dengan memberikan suatu mekanisme khusus berupa fasilitas
arbitrase atau konsiliasi.
Kedua, mendorong dan melindungi arus modal dari negara maju kepada negara
kita (developing countries). Tujuan pertama konvensi ini terefleksi dari peranan the
Centre (ICSID). Wewenang badan ini khusus dan terbatas pada penanaman modal saja
yang salah satu pihaknya adalah negara penerima penanaman modal (host state).
Manakala suatu sengketa muncul, the Centre akan membentuk suatu panel
arbitrase atau konsiliasi untuk menanganinya. Selanjutnya, peranan the Centre hanyalah
mengawasi jalanya persidangan dan memberikan aturan-aturan hukum acaranya.
Pada masa awal pertumbuhannya ternyata konvensi ini, meski telah diratifikasi
banyak negara, kurang mendapat angin. Sejak konvensi berlaku tahun 1966, ICSID
praktis sama sekali menganggur. Baru pada bulan Desember 1970, yang berarti 4 tahun
kemudian suatu jangka waktu yang relatif cukup lama untuk menanti suatu sengketa
penanaman modal muncul, badan arbitrase menangani kasus pertamanya.
Sampai 1981, baru 9 kasus yang dipercayakan kepada badan arbitrase ICSID
untuk diselesaikan. Pada tahun 1981-1982, kasus yang masuk meningkat tajam. Ada 13
kasus. Sepuluh kasus berkenaan dengan arbitrase, 2 konsiliasi dan 10 menyangkut
pembatalan keputusan. Dan saat ini 10 kasus sedang dalam proses penyelesaian, 12 telah
selesai dan sisanya masih belum menentu.
Jangka waktu dan prosedur penyelesaian sengketa yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu sengketa rata-rata 2 tahun. Namun seperti halnya yang terjadi pada
sengketa PT amco (investor Amerika Serikat) lawan pemerintah Republik Indonesia yang
diserahkan kepada badan arbitrase ICSID pada tahun Januari 1981, sengketa baru selesai
pada Desember 1992 (12 tahun). 5
Kurang populernya badan arbitrase ini telah disimpulkan pula oleh hasil seminar
arbitrase internasional di Roma pada tahun 1982. Para peserta seminar ini sepakat bahwa
badan arbitrase ini diabaikan dan banyak penanam modal yang tidak sadar/tahu
keberadaan badan arbitrase ICSID. Sehingga manakala suatu ketika mereka menghadapi
masalah/sengketa, wadah badan arbitrase sebagai cara penyelesaian suatu sengketa
mereka rekomendasikan adalah badan arbitrase lain, khususnya badan arbitrase menurut
ICC (Internasional Chamber of Commerce).
Namun demikian, dewasa ini kecenderungan akan semakin meningkatnya
peranan badan arbitrase ICSID ini tampak pada beberapa hal berikut. Pertama, pada
beberapa perundang-undangan nasional, persyaratan penunjukan badan arbitrase ICSID
sebagai badan arbitrase yang akan menangani sengketa-sengketa yang timbul dari adanya
kontrak penanaman modal asing telah dicantumkan di dalamnya. Kebijaksanaan hukum
seperti ini dilakukan antara lain oleh Afganistan, Kongo, Tunisia dan Niger.
Hal lain yang mendorong penggunaan badan ICSID adalah dengan adanya
perjanjian/kontrak-kontrak (bilateral) penanaman modal asing yang menyisipkan klausula
arbitrase yang menunjuk badan arbitrase ICSID untuk menyelesaiakan sengketa.
Kontrak-kontrak model ini telah berjumlah sekitar 87.
Kecenderungan lainnya adalah peran yang dimainkan oleh Bank Dunia dalam
memberikan bantuan biaya pembangunan proyek di banyak negara. Peran yang
dimainkannya yaitu memonitor atau mengawasi kontrak yang dibuat untuk pelaksanaan
proyek tersebut. Disini Bank Dunia bisa saja merekomendasikan kepada negara-negara
yang bersangkutan dalam membuat kontrak-kontraknya dan menggunakan sarana
arbitrase ICSID.
Konvensi ICSID ditujukan untuk menangani penyelesaian sengketa antara
investor dengan negara tuan rumah. Conditio Sine quo non yang berlaku agar suatu
sengketa dapat tercakup dalam badan arbitrase ICSID ini adalah kata sepakat.

2). Keanggotaan
Negara-negara yang bisa menjadi anggota konvensi ICSID adalah setiap anggota
Bank Dunia. Namun negara-negara bukan anggota Bank Dunia dapat menjadi anggota 6
konvensi asal negara tersebut adalah anggota pada Statuta Mahkamah Internasional.
Sampai 1993, 105 negara telah menjadi anggota pada konvensi ini.

3). Struktur Organisasi
Badan ICSID sendiri tidak melaksanakan persidangan-persidangan arbitrase atau
konsiliasi. Sifat badan ini halnya seperti suatu sekretariat. Ia mengelola dan memberikan
fasilitas kepada para pihak yang hendak menyelesaikan sengketa penanaman modalnya
melalui arbitrase atau konsiliasi. Dalam hal ini lembaga yang dimaksud adalah lembaga
arbitrase dan konsiliasi ICSID.
ICSID dikelola oleh suatu administrative Council (Dewan Administratif). Setiap
negara peserta konvensi memiliki seorang wakil dan memiliki satu suara. Dewan ini
memiliki ketua ex officio, yaitu Presiden Bank Dunia.
Badan utama struktur organisasi ICSID adalah Secretary General (Sekjen). Ia
berfungsi sebagai registrar (pendaftar atau panitera).
ICSID menyimpan daftar nama untuk dicantumkan ke dalam suatu panel arbitrase
atau konsiliasi. Setiap negara peserta konvensi dapat menunjuk 4 orang arbitrator atau
konsiliator ke dalam masing-masing daftar panel tersebut. Mereka dapat warga-
negaranya atau orang asing. Ketua Dewan Admintratif dapat menunjuk 10 orang pada
masing-masing panel.

4). Evaluasi
Sebagai rangkuman dari ulasan di atas, kiranya hasil penelitian Georges R
Delaume berikut ini penting sebagai referensi yang cukup signifikan. Yakni, bahwa
badan arbitrase ICSID berbeda dengan lembaga atau badan-badan arbitrase lainnya. Hal
ini tampak pada :
Pertama, tidak seperti lembaga-lembaga arbitrase komersial lainnya, ICSID
seperti telah diuraikan di muka, merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk
oleh Konvensi Washington yang berlaku pada tanggal 14 Oktober 1966.
Kedua, ICSID adalah suatu organisasi yang terkait (associated) dengan Bank
Dunia. Keterkaitan ini membawa 2 akibat penting. Seperti Bank Dunia, tujuan Bank
utama badan ICSID adalah untuk meningkatkan iklim saling percaya dan menguntungkan 7
antara negara dengan investor untuk meningkatkan arus sumber kekayaan kepada negara
sedang berkembang berdasarkan syarat-syarat yang reasonable. Oleh karena itu ICSID
tidak dapat dipandang semata-mata sebagai suatu mekanisme penyelesaian sengketa,
namun juga meningkatkan perkembangan ekonomi negara sedang berkembang. Akibat
lain dari adanya keterkaitan antara ICSID dan Bank Dunia yaitu bahwa karena Bank
Dunia mensubsidi ICSID, maka biaya arbitrase menjadi relatif lebih murah.
Ketiga, persidangan arbitrase ICSID dapat dilaksanakan dalam konteks hukum
internasional yang ditetapkan dalam konvensi ICSID dan the Regulations and Rules yang
dibuat guna pelaksanaannya. Tidak seperti arbitrase komersial, ICSID merupakan suatu
perangkat/mekanisme penyelesaian sengketa yang berdiri sendiri, terlepas dari sistem-
sistem hukum nasional suatu negara tertentu.
Keempat, Dalam konteks ICSID, peranan utama pengadilan nasional adalah
menguatkan pengakuan atas eksekusi putusan-putusan badan arbitrase ICSID. Jika salah
satu pihak bersikap apatis dan tidak mau ambil bagian dalam persidangan, ICSID akan
tetap melanjutkan persidangan, ICSID akan tetap melanjutkan persidangannya dan
mengeluarkan putusannya.
Kelima, arbitrase ICSID dimasudkan untuk menjaga atau memelihara
keseimbangan antara kepentingan investor dengan negara penerima modal (host state).
Konvensi mengandung 10 bab yang terbagi kedalam 67 pasal. Bab I bagian 1
mengatur tentang berbagai aspek tentang arbitrase, yakni milai dari pembentukan sampai
organisasi arbitrase. Bab II mengatur tentang jurisdiksi Centre, Bab III mengatur tentang
konsiliasi. Tentang arbitrase sendiri, yaitu tentang permohonan, konstitusi, wewenang
dan fungsi arbitrase serta putusan, pengakuan putusan arbitrase diatur dalam Bab V.
Tentang penggantian dan pendiskualifikasikan arbitrator (dan konsiliator), biaya
persidangan, tempat persidangan masing-masing diatur dalam Bab V sampai dengan VII.
Sengketa-sengketa para pihak, perubahan konvensi serta ketentuan-ketentuan akhir diatur
dalam Bab-bab terakhir, VIII, IX dan X.
Republik Indonesia meratifikasi konvensi ICSID dengan UU No. 5 tahun 1968
(Lembaran Negara No 32 tahun 1968) yakni undang-undang tentang persetujuan
atas konvensi tentang penyelesaian perselisihan antara negara dengan warga 8
negara asing mengenai penanaman modal. Undang-undang ini singkat saja, berisi
hanya 5 pasal.
Disebutkan bahwa sesuatu perselisihan tentng penanaman modal antara Republik
Indonesia dan warga negara asing diputuskan menerut konvensi ICSID dan mewakili
Rebuplik Indonesia dalam perselisihan tersebut untuk hak subsitusi (pasal 2). Pasal utama
penting lainnya adalah tentang pelaksanaan keputusan badan arbitrase ICSID. Dalam
pasal 3 disebutkan bahwa untuk melaksanakan putusan Mahkamah Arbitrase ICSID di
wilayah Indonesia, maka diperlukan pernyataan Mahkamah Agung untuk
melaksanakannya – Lihat Perma No.1 Tahun 1990 tanggal 1 Maret 1990, Tentang
Tatacara Pelaksanaan Arbitrase Asing.

HUKUM DAGANG

HUKUM DAGANG

I.R. Soekardono, “hukum yang mengatur saking hubungan pribadi antara manusia dengan manusia dan manusia sebagai subyek hukum karena bersamaan hidup dalam suatu masyarakat.
Dari rumusan ini dapat diketahui adanya hubungan yang bersifat pribadi (privat) antara subyek hukum. Hubungan ini bertalian dengan benda seperti:
1. barang yang dibawa pihak perempuan kedalam perkawinan
2. jual beli
3. penggadaian tanah pertanian/persawahan
4. waris, dll. Hubungan ini hanya antara subyek hukum saja. Hubungannya dengan benda hanya sebagai obyek semata.
Purwosutjipto,”hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan-perusahaan”. Rumusan ini disampaikan atas dasar letak hukum dagang dalam sistematika KUHPerdata, khusunya yang timbul dari lapangan perusahaan.
Tistaamijaya: sebelum mengemukakan rumusan apa hukum dagang itu terlebih dahulu dikemukakan suatu pertanyaan. Apa perbuatan dagang itu atau apa perbuatan perniagaan itu?
Perbuatan dagang atau perniagaan itu adalah perbuatan perantara antara produsen dan konsumen, membelikan dan menjualkan, membuat perjanjian dan menyelesaikan perjanjian itu.
Hukum dagang atau perniagaan (Tistaamijaya): “hukum yangmengatur tingkah laku orang-orang yang turut mellakukan perniagaan”.
K.R.M.T. Tirtodiningrat, “hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata yang mempunyai aturan-aturan mengenai hubungan berdasarkan atas perusahaan”
C.S.T.Kansil,”hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia-manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan”
Hukum dagang adalah serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur hubungan-hubungan hukum yang terjadi dalam lapangan perniagaan.
Istilah hukum dagang di dalam kepustakaan ilmu hukum di Indonesia masiih beraneka ragam penggunaannya seperti: Hukum perniagaan, hukum bisnis. Istilah hukum dagang merupakan istilah yang ditentukan dalam kurikulum nasional, maka konsekuen digunakan. Pengertian dan isi hukum dagang, hukum perniagaan atau hukum bisnis, sebenarnya adalah sama. Hukum dagang atau hukum perniagaan adalah terjemahan dari Handelsrecht dan hukum bisnis terjemahan dari Business law, kalau diterjemahkan juga berarti pekerjaan, perusahan, perdagangan, urusan perkara.
Dari historisnya hukum dagang adalah hukum perdata khusus bagi kaum pedagang, hal itu dapat dilihat dari isi ketentuan pasal 2 sampai dengan pasal 5 KUHD yang sejak 17 Juli Th. 1938 dihapus dengan Stb. 1938 No. 276 pasal tersebut memberi pengertian tentang pedagang dan perbuatan-perbuatan dari para pedagang yang disebut perbuatan perniagaan. Menurut pasal 2 KUHD pedagang adalah mereka yang menjalankan perbuatan-perbuatan perniagaan sebagai pekerjaannya sehari-hari. Sedangkan perbuatan pernniagaan adalah pada umumnya pembelian barang-barang untuk dijual lagi, baik secara banyak maupun secara sedikit, baik secara mentah atau kasar ataupun telah dikerjakan atau hanya untuk disewakan pemakaiannya (pasal 3). Perbuatan perniagaan labih rinci/limitative dikemukakan dalam rumusan pasal 4 dan 5.
Karena perumusan yang secara limitative itu, maka di dalam pengeterapan hukum dagang itu banyak mengalami permasalahan, sehingga pada akhirnya pembentuk UU pada waktu itu memutuskan untuk menghapuskannya. Sebagai pengganti pedagang dan perbuatan perniagaan lalu dimasukkan pengertian perusahaan yang pengertiannya tidak sama dengan epdagang dan perbuatan perniagaan, dan diserahkan kepada dunia ilmu pengetahuan serta kepada para hakim, agar diperoleh pengertian yang sesuai dengan keadaan yang nyata di dalam praktek. Di dalam peraturan perundang-undangan istilah perusahaan diketemukan antara lain pada UU No. 3 th 1982 tentang wajib daftar perusahaan dan pada UU No. 8 th. 1997 tentang dokumen perusahaan, LN. 1997 No. 18.
Dari kedua UU ini dapatlah diketahui pengertian “perusahaan” yaitu setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan oelh orang-perseorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Pengaturan/sumber hukum dagang
Pengaturan hukum dagang dapat dilihat dalam kodifikasi yaitu KUHD dan diluar kodifikasi misalnya:
1.Stb. 1939 No. 100 tentang Pengangkutan Udara
2. Stb. 1927 No. 362 tentang Pengangkutan dengan Kereta Api
3. UU No. 33 Tahun 1964 tentang Pertanggungan wajib Kecelakaan Penumpang
4. UU No. 34 Tahun 1964 tentang Kecelakaan Lalu Lintas jalan
5. UU No. 6 th 1982 tentang Hak Cipta, jo UU No. 7 Tahun 1987 dirubah lagi dengan UU No. 19 Tahun 2002
6. UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten diperbaharui dengan UU No. 13 Tahun 1997 LN 1997 No. 30 diperbaharui dengan UU No. 14 th 2001
7. UU No. 1 th 1995 tentang Perseroan Terbatas
8. UU No. 25 th 1992 tentang Koperasi
9. UU No. 15 th 2001 tentang Merk
10. UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan
11. UU No. 2 th 1992 tentang Perasuransian
12. UU No. 3 Th. 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Selain sumber itu didapat juga dalam kebiasaan-kebiasaan berlaku dan traktat-traktat internasional.
Bersumber dari kebiasaan:
1. UCP 500 ketentuan tentang letter of credit
2. The Huge Rules 1924 ketentuan tentnag Bill of Lading.
Sumber hukum yang berasal dari traktat antara lain:
1. Konvensi Warsawa 1929
2. Konvensi Roma 1952 Protokol Hague 1955
3. Protokol Guatemala 1921 dll.
Karena banyaknya hal-hal diatur diluar KUHD menunjukkan KUHD sebagai salah satu sumber hukum dagang tidaklah merupakan kodifikasi yang sempurna.
Hubungan hukum dagang dengan hukum perdata
Hukum dagang ini perluasan dari hukumperdata, dengan demikian KUHD dan KUHPerdata adalah merupakan sumber dari hukum dagang.
KUHPerdata sebagai sumber hukum dagang dapat diketahui dari pasal 1 KUHD yaitu:
“KUHPerdata seberapa jauh dari padanya dalam KUHD tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku pula terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam KUHD”
Hubungan antara KUHPerdata dengan KUHD adalah sebagai hukum umum dan hukum khusus (bersifat subordinasi dalam arti tidak salng melengkapi)
Dalam hubungan yang demikian ini, berlaku adagium “LEx Specialis Drogat Lex Generali” yang bermakna “hukum khusus mengenyampingkan hukum umum”
Pasal lain yang membuktikan hubungan khusus dan umum ini antara KUHPerdata dengan KUHD dapat diketahui dari pasal 1319, 1339, 1347 KUHPerdata. Pasal 15, 396 KUHD dll.
Pasal 1319 merumuskan:
“semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat di dalam bab ini dan bab-bab yang lalu”
Pasal 15 KUHD (mengatur tentang Perseroan) merumuskan:
“segala perseroan tersebut dalam bab ini dikuasai oelh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, oleh kitab ini dan oleh hukum perdata”
(Nb. Perhatikan perjanjian asuransi yang diatur dalam KUHD).
Aturan KUHPerdata yang mengatur Bidang Hukum Dagang (khusus terhadap perbuatan yang dilakukan dalam lapangan perusahaan)
Misalnya sebagaimana dirumuskan Pasal 113 KUHperdata:
“seorang istri yang mana dengan izin yang tegas, atau izin secara diam-diam dari suaminya, atas usaha sendiri melakukan sesuatu mata pencaharian, boleh mengikatkan dirinya, dalam segala perjanjian berkenaan dengan usaha itu, tanpa bantuan si suami”
KUHD sebagai salah satu sumber hukum dagang terbagai dalam 2 buku yaitu:
Buku kesatu, buku ini mengatur tentang dagang umumnya terdiri dari 10 BAB yaitu:
BAB I (dihapuskan)
BAB II Tentang Pemegang Buku
BAB III TEntang Beberapa Jenis Perseroan
BAB IV Tentang Bursa Dagang, Makelar dan Kasir
BAB V TEntang Komisioner, Ekspeditur, PEngangkkut dan tentang Juragan-Juragan Perahu yang melalui sungai-sungai dan perairan darat.
BAB VI Tentang Surat Wesel dan Surat Order
BAB VII Tentang CEk, Promes dan Kwitansi kepada Pembawa (aan toonder)
BAB VIII Tentang Reklame atau Penuntutan Kembali Dalam Hal Kepailitan
BAB IX Tentang Asuransi atau PErtanggungan Umumnya
BAB X TEntang PErtanggungan TErhadap Bahaya Kebakaran, Terhadap Bahaya yang Mengancam Hasil PErtanian yang Belum DIpanen, dan tentang Pertanggungan Jiwa.
Buku kedua mengatur tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari pelayaran, yang terdiri dari 13 Bab, yaitu:
BAB I Tentang Kapal-Kapal Laut dan Muatannya
BAB II Tentang PEngusaha-Pengusaha Kapal dan Perusahaan-Perusahaan Perkapalan
BAB III Tentang Nahkoda, Anak Kapal dan Penumpang
BAB IV Tentang Pencarteran Kapal
BAB V Tentang Pengangkutan Barang
BAB VI Tentang Penubrukan
BAB VII Tentang Pecahnya Kapal. Perdamparan dan Diketemukan Barang-Barang di Laut
BAB VIII Dihapuskan
BAB IX Tentang Pertanggungan Terhadap Segala Bahaya laut dan terhadap bahaya pembudakan
BAB X Tentang Pertanggungan Terhadap Bahaya Dalam Pengangkutan di Daratan, Sungai dan Perairan Darat
BAB XI Tentang Kerugian Laut (Avary).
BAB XII Tentang Berakhirnya Perikatan-Perikatan Dalam Perdagangan Laut
BAB XIII Tentang Kapal-Kapal dan Perahu-Perahu yang melalui sungai-sungai dan perairan darat.
Sebelum dikeluarkannya Stb. 1905 No. 217 (tentang Kepailitan) KUHD terdiri dari 3 buku. Buku ketiga yang mengatur tentang peraturan-peraturan dalam hal seorang pedagang berada dalam ketidakmampuan. Dikeluarkannya dari KUHD dan sekaligus diundangkan Undang-Undang Kepailitan.
Dasar pertimbangan tentang kepailitan ini dikeluarkan dari KUHD karena buku ketiga hanya berlaku untuk para pedagang, maka hanya merekalah yang dapat dinyatakan pailit, mereka yang bukan pedagang hanya dapat dinyatakan tidak mampu (bukan pailit) dengan nyata yang akibatnya berlainan dengan dinyatakan pailit, yaitu pensitaan terhadap harta kekayaannya tidak semudah dalam hal kepailitan.
Bagi yang bukan pedagang diatur dalam BRV (Burgelijk Recht Voerdering). Dualism peraturan itu dirasa kurang praktis dan menyulitkan maka terbitlah Stb. 1905 No. 217 itu. Akhirnya baik pedagang maupun bukan pedagang dapat dinyatakan pailit.
SEJARAH HUKUM DAGANG
Berlandaskan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka masih diberlakukan KUHD dan KUHPerdata di Indonesia. Kedua aturan ini dijalankan di Hindia Belanda dengan diberlakukan perundnag-undanngan baru sejak 1 Mei 1848.
Kedua kodifikasi itu adalah operan dari Nederlan dahulu dan disesuaikan dengan kondisi di Hindia Belanda waktu itu.
KUHD turunan dari Wetboek van Koophandel (WvK) dan
KUHPerdata turunan dari Burgelijk Wetboek (BW). Kedua aturan ini dibuat atas azas konkordansi, kedua kodifikasi ini telah diberlakukan di Nederlan sejak 16 Oktober 1838.
Nederlan yang dilepas oleh Perancis pada tahun 1813, kodifikasi WvK dan BW yang dijalankan di NEderlan sejak 16 Oktober 1838 belum dapat dikatakan sebagai kodifikasi nasional, karena kedua kodifikasi itu adalah operan dari Perancis, maksudnya dicontoh dari kodfikasi di Perancis.
Burgelijk Wetboek berasal dari Code Civil
Wetboek van Koophandel berasal dari Code du Commerce (1808), tetapi tentang peradilan khusus mengenai perselisihan perniagaan tidak dioper ke WvK termasuk KUHD Indonesia.
Latar belakang Perancis, Nederland demikian juga Indonesia mempergunakan dua kodifikasi tersendiri mengenai hukum perdata dan hukum dagang:
Ini adalah pelaksanaan pendapat dahulu kala, bahwa peraturan-peraturan hukum perdata pada waktu itu abad pertengahan sudah ada, peraturan hukum perdata itu berasal dari hukum Romawi purbakala. Pada waktu diperlakukan di Prancis ternyata tidak dapat memuaskan untuk memenuhi akan kebutuhan-kebutuhan hukum para pedagang.
Kebutuhan para pedagang ini makin lama makin meluas, sejajar dengan pertumbuhan perniagaan kea rah internasional. Para pedagang di waktu itu dianggap sebagai golongan tersendiri dengan perbuatan-perbuatan perniagaan serta perikatan-perikatan dagangnya yang khusus.
Perkembangan lebih lanjut, lambat laun para pedagang mengatur sendiri perihal saling hubungan diantara pedagang, bahkan mengadakan hakim-hakim sendiri untuk mengadili perselisihan mereka. Pada akhirnya tumbuhlah kelompok hukum tersendiri bagi para pedagang, semacam hukum dagang disamping berlakunya hukum perdata dati Roma purbakala itu.
Lebih lanjut diadakanlah kodifikasi di Perancis yang terdiri dari kebiasaan-kebiasaan tertentu yang berakibat hukum, yang dapat disebut hukum adat perniagaan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Molengraaf, kodifikasi pertama hukum dagang adalah Ordonance du Comerce dari tahun 1673 dan Ordonance de La Marine 1681. Kedua ordonance ini adalah dibuat atas perintah raja Lodewijk XIV di Prancis. Kodifikasi ini selanjutnya banyak memberikan pengaruh terhadap kodifikasi kemudiannya.
PENGERTIAN PEDAGANG
Pedagang (pasal 2 KUHD) adalah mereka yang menjalankan perbuatan pernigaan sebagai pekerjaannya sehari-hari.
Perbuatan perniagaan (pasal 3 KUHD) adalah yang berupa pembelian barang-barang untuk dijual lagi sehigga dari rumusan kata-kata itu dapat diartikan penjualan tidak termasuk dalam perbuatan perniagaan kecuali dia dilakukan oleh pedagang (buku AMN Purwosutjipto)
Barang : terbatas hanya barang bergerak saja, barang tidak bergerak tidak dapat dijadikan objek perdagangan/perniagaan.
Indonesia (1 Mei 1948)Staatblad 1847 No. 3
Belanda (1 Oktober 1438)
Pasal 4 KUHD, ada 10 macam perbuatan yang diklasifikasikan dengan perbuatan perniagaan:
1. perbuatan dari perushaan komisi
2. perdagangan wesel dan surat-surat berharga
3. pedagang, banker, kasir, makelar, komisioner
4. ekspedisi (ekspeditur)
5. mengenai bangunan dan perbaikan kapal di laut
6. mempekerjakan nahkoda dan anak buah kapal
7. perusahaan asuransi
8. perantara laut
9. perusahaan perkoperasian
10. jual beli perlengkapan kapal, charter mencharter kapal.
Pasal 5 KUHD
Yang intinya menyebutkan bahwa perbuatan perniagaan segala perbuatan yang berhubungan dengan menjalankan kapal di laut missal mengatur tentnag tubrukan kapal, kala karam, hak dan kewajiban kapal di laut.
Pedagang dibatasi pasal 2 KUHD perbuatan perniagaan pengertiannya dibatasi oelh pasal 3 sampai 5 sehingga sulit menerapkan dalam masyarakat. Berdasarkan 87 No.2 staatblaad.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi antara lain:
1. perkataan barang pasal 3 (pembelian barang untuk dijual lagi) terbatas hanya pada barang bergerak padahal kita tahu yang tidak bergerak pun bisa jadi objek perdagangan.
2. perbuatan menjual tidak dikategorikan sebagai perbuatna perniagaan kecuali penjualan itu dilakukan oleh pedagang.
3. bila terjadi perselisihan antara pedagang dengan orang yang bukan pedagang. Apakah hukum dagang bisa diberlakukan?
Dalam hal ini ada 3 pendapat:
1. pemerintah belanda: hukum dagang dapat diberlakukan jika bagi si tergugat perbuatan yang diperselisihkan itu adalah perbuatan perniagaan. Tergugat: pedagang, penggugat: bukan pedagang, maka dari itu terjadi penerobosan hukum dagang.
2. kemudian timbul reaksi atas pendapat dari pemerintah belanda, baik penggugat dan tergugat itu harus melakukan perbuatan perniagaan, timbul lagi reaksi atas pendapat kedua.
3. handelsgesetzbuch (German), pendapat salah satu pihak saja yang melakukan perbuatan perniagaan itu. Pedagang menggugat bukan pedagang, bukan pedagang menggugat pedagang. Karena ada kesulitan itulah, dikeluarkannya staatblaad 1938 No. 276 mulai berlaku pada 17 Juli 1938.
Staatsblaad isinya menyangkut 2 hal:
1. penghapusan pasal 2-5 KUHD lama yang mana pasal-pasal itu terdapat dalam Buku I Bab I, yang mana mengatur mengenai pedagang dan perbuatan perniagaan, jadi pengertian pedagang diganti dengan perusahaan.
2. memasukkan istilah perusahaan ke dalam KUHD yang mana dilihat dalam pasal 6, 16, 36 KUHD.
PERUSAHAAN DAN PEKERJAAN
Pengertian perusahaan (UU No. 3 Tahun 1982)
Ada 3 pendapat yang memberikan batasan mengenai pengertian perusahaan:
1. Molengraaf: perusahaan adalah satu perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, dengan terang-terangan di dalam kedudukan tertentu dan tujuannya untuk mencari keuntungan.
2. menurut pemerintah Belanda: perusahaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara terus menerus bertindak keluar dengan cara memperdagangkan barang-barang dan membuat perjanjian perdagangan untuk memecahkannya.
3. mayor Polak: perusahaan adalah suatu perbuatan secara terus menerus dengan terang-terangan untuk mencari keuntungan dan semuanya itu dicatat dalam pembukuan.
Suatu perbuatan dikategorikan perusahaan bila ada perhitungan-perhitungan tentnag laba dan rugi dicatat dalam pembukuan. Kalau perhitungan laba dan rugi tidak ada maka disebut sebagai pekerjaan.
Tapi ada yang tak sependapat dengan pendapat Polak(menjalankan pekerjaannya berdasarkan kualitas) , yaitu pemerintah Belanda (bisa saja dokter menjalankan perusahaan jika tidak sedang di rumah sakit).
Bagi yang menjalankan perusahaan ada peraturan-peraturan yang harus dipenuhi:
Pasal 6: setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan membuat catatan-catatan mengenai harta kekayaannya. Catatan merupakan membuat pembukuan mengenai harta kekayaannya. Sehingga dari catatan itu dapat diketahui hak dankewajiban pengusaha terhadap pihak ketiga. (bonafitas dari suatu perusahaan disimpan 10 tahun).
Pasal 16: persekutuan dnegan firma adalah mmerupakan perserikatan perdata dengan nama bersama yang menjalankan perusahaan. Firma: dikatakan sebagai perusahaan.
Pasal 1878 KUHPerdata:
Dalam melakukan transaksi/pembayaran dia minjam uang, tanda tangan kwitansi yang lain dianggap setuju. “surat bukti hutang sepihak dianggap cukup apabial si berhutang membubuhkan tanda tangannya saja” berarti tidak minta tanda tangan pada yang ikut memiliki perusahaan itu.
-pasal 2 KUHD dirubah jadi pasal 92 bis KUHPerdata jo pasal (396 dan 397) pedagang yang dinyatakan pailit yang mana dia tak berhasil memperlihatkan pembukuannya bisa diancam penjara dengan:
396 KUHPerdata1 tahun 4 bulan
397 KUHPerdata (bangkrut dengan tipu daya, dengan mengambil uang terlebi dahulu).7 tahun
wajib daftar perusahaan. Pengertian perusahaan pasal 113 dapat ditemui rumusannya.UU No. 3 tahun 1982
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus menerus yan gdidirikan berkedudukan dan bertempat tinggal di wilayah Negara RI dengan tujuan untuk memperoleh laba.
Bentuk usaha
bukan badan hukum-usaha perseorangan
-usaha dengan persekutuan firma
Berbadan hukum (PT dan Koperasi)
Pada hakikatnya rumusan dalam undang-undnag WDP itu mengambil pendapat dari pemerintah belanda dan Polak yang tujuannya untuk mencari keuntungan.
Wajib mendaftarkan perusahaannya 3 bulan sebelum perusahaannya beroperasi (pasal 10 UU WDP). Setelah mendaftar perusahaan akan mendapatkan TDP (Tanda Daftar Perusahaan) amsa berlaku 5 tahun.
Pasal 5 UU WDP ayat (1) setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibakan untk mendaftarkan perusahaannya. Pemilik/pengurus/ yang diberikan kuasa apabila dimiliki lebih oleh 1 orang salah satu harus mendaftarkan perusahannya.
Pasal 6 ayat (1)
Yang dikecualikan dalam WDP antara lain:
1. perusahaan Negara dalam bentuk Perjan (tak ada lagi)
2. perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri/yang hanya mempekerjakan anggota keluarganya saja dan tidak memerlukan izin usaha.
Bentuk perusahaan Negara ada 2:
1. Perusahaan Umum (Perum)
2. Perusahaan perseroan berkaitan dengan sejarah, perusahaan Negara dulu.
PEMBUKUAN DAN PERANTARAAN DAGANG
Perantara dagang dalam prakteknya, seorang pelaku usaha tidka mungkin melakukan sendiri kegiatannya maka dari itu ia membutuhkan peratara dagang. Perantara dagang bisa disebut “pembantu perusahaan” karena ikut memajukan perusahaan-perusahaan milik seseorang.
Perantara/pembantu perusahaan
1. perantara/pembantu di dalam perusahaan: seseorang/beberapa orang yang mengadakan hubungan kerja dengan pemilik perusahaan di dalam melakukan pekerjaannya mereka mendapatkan upah/gaji.
hubungan hukum yang ada pada pembantu dalam perusahaan dengan pemilik perusahaan ialah hubungan hukum perburuhan /hubungan hukum ketenagakerjaan.
Pasal 1601 KUHPerdata:
Disini ada majikan dan tenaga kerja, kedudukan dari masing-masing pihak tidak sejajar, majikan lebih tinggi kedudukannya dari tenaga kerja. Setiap melakukan pekerjaan yang diperintahkan, tanggungjawab dihandle oleh majikan (pelaku perusahaan)/pemilik. Karena tenaga kerja/karyawan ada di bawah peritnah, maka ia tidak bertanggungjawab pada pihak ketiga apabila dia membuat masalah yang tidak atas kesalahannya sendiri.
Yang termasuk pernatara/pembantu dalam perusahaan:
-pelayan toko, semua pelayan yang membatnu pengusaha dalam menjalankan perusahaannya di took. Seperti kasir, para penjual, pelayan pembukuan dll.
-pekerja keliling, pembantu took yang khusus bertugas keluar terutama memperluas dan memperbanyak perjanjian-perjanjian jual beli antara majikan dengan pihak ketiga.
-pemimpin perusahaan (manajer), pembantu perusahaan yang diberikan kekuasaan yang demikian luasnya oleh pengusaha, sehingga dia seakan-akan menggantikan pengusaha. Namun, masih tetap berada dalam ikatan perburuhan dengan pengusaha.
-pengurus filial, pembantu perusahaan yang diberikan kekuasaan penuh untuk memajukan usaha perniagaan yan gdipercayakan kepadanya. Bisa sebagai wakil manajer dan dapat mempunyai kedudukan sebagai kepala satu bagian besar dari perusahaan itu. Missal: mengakseptir wesel (pengurus filial tidak sama dengan direktur utama, direktur utama mengatur segala hal dari perusahaan dan membawahi pengurus filial)
-pemegang prokarasi, pembantu perusahaan yang mewalkili majikannya mengenai semua hal, tetapi terbatas pada suatu cabang perusahaan atau satu darah tertentu yang pemeliharaannya dimasukkan dalam tugasnya.
Hubungan hukum perantara di dalam perusahaan
1. hubungan hukum perburuhan (pasal 1601a KKUHPerdata)
2. hubungan hukum pemberian kuasa (pasal 1792 KUHPerdata)
3. perjanjian perborongan (pasal 1617 KUHPerdata)
Pasal-pasal perjanjian yang ada di KUHPerdata 1320 dan 1338 KUHPerdata sebagai basic dari hubungan kerja perantara/pembantu dagang di dalam maupun di luar perusahaan.
2. perantara di luar perusahaan
Adalah orang/perusahaan yang atas perintah pemilik perusahaan mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga baik atas namanya sendiri /atas nema pemberi perintah dan di dalam melakukan pekerjaannya mereka mendapatkan komisi/provisi.
Ket: perusahaan berbadan hukum (PT, KOPERASI, Perum)
Perusahaan tidak berbadan hukum (Firma, UD, CV).
Bedanya ialah yang paling dominan dari subjek hukumnya yang mempunyai hak dan kewajiban. Lembaga berbadan hukum mempunyai hak dan kewajiban sedangkan lembaga tidak berbadan hukum tidak mempunyi hak dan kewajiban.
Perantara di luar perusahaan antara lain:
-agen perniagaan,
Agen : seseorang /perusahaan yang bertindak sebagai penyalur untuk menjualkan barang-barang keluaran perusahaan lain, umumnya perusahaan luar negeri dengan siapa dia mempunyai hubungan tetap.
Pemilik perusahaan yang memerintahkan seorang agen disebut “principal” yaitu orang-orang/pihak yang memberikan perintah kepada agen untuk menjualkan barangnya kepada pihak lain.
Nama perjanjian antara principal dengan agen disebut “AGENTUUR CONTRACT”
Cirri khas agen: melakukan pekerjaannya dengan principal secara tetap/continue.
Produk yang diberikan oleh principal adalah macam dan sama untuk selanjutnya missal: travel agen.
Hubungan agen dengan principal dapat berupa:
a. perusahaan itu membeli barang-barang itu untuk perhitungannya sendiri dengan mendapatkan komisi dan kemudian menjualnya kembali.
b. perusahaan itu merupakan wakil dari perusahaan yang memproduksi barang-barang tersebut.
c. perusahaan itu bertindak sebagai penyalur untuk menemui pembelinya dan mengusahakan suatu penawaran pembelian.
Perkembangan sekarang, ada yang sering disebut dengan “DISTRIBUTOR” merupakan perkembangan hukum dagang yang mengarah pada bisnis. Principalnya adalah orang luar tidak boleh mendirikan perusahaan didalam negeri, dia memasangkan produknya lewat distributor yang bertanggungjawab atas pihak ketga oleh dirinya sendiri.
• Agen: tidak bertanggungjawab dengan apa yang diberrikan oleh prinsipalnya, bukan agen yang bertanggungjawab kecuali jika memang dilakukan baik sengaja/ tidak sengaja yang dapat dibuktikan bahwa agenlah yang harus bertanggungjawab. Ada juga principal yang berada di dalam negeri.
• Distributor: hampir semua/principal berada di luar negeri yang tidak bisa mendirikan perusahaan di dalam negeri, atas perintah principal, distributor bertanggungjawab sendiri.
Kedudukan agen dan principal adalah sejajar, agen melakukan pekerjaannya tetap/continue mendapatkan provisi.
Dasar hukum yang mengikat adalah pasal-pasal secara umum yang ada pada KUHPerdata 1320 dan 1338 KUHPerdata tentang sahnya suatu perjanjian.
-makelar (pasal 62-73 KUHD)
Maklar adalah seorang perantra bisa juga perusahaan yang menghubungkan pengusaha dengan pihak ketiga untuk membuat perjanjian-perjanjian atas nama pemberi perintah dengan mendapatkan upah atau provisi.
(pasal 62 KUHD)
Maklar bertugas melakukan penjualan dan pembelian bagi majikannya.
Macam-macam maklar:
1. Maklar tidak resmi. Maklar yang tidak resmi yang memang sewaktu-waktu bisa melakukan perjualan-pembelian itu. Tidak perlu ada syarat-syarat khusus. Contoh: maklar hp
2. Maklar umum: maklar yang sudah /harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh peraturan/ketentuan UU tetapi dia bisa memaklarkan/menjual/membeli barang baik yang bergerak maupun barang yang tidak bergerak.
3. Maklar khusus: maklar yang pekerjaannya hanya bisa sebagai maklar pada barang-barang yang bersifat tetap (tidak bergerak) contoh: tanah, rumah , pesawat, kapal.
Syarat-syarat menjadi maklar:
1. harus diangkat oleh pemerintah (kementerian hukum dan HAM)
2. harus bersumpah di muka pengadilan negeri dalam wilayah hukum tempat tinggalnya, bahwa ia akan memenuhi kewajibannya yang dibebankannya dengan baik.
3. belum pernah dinyatakan pailit, perusahaan yang sudah pernah pailit tidak boleh jadi maklar, biro dan direksi dan sebagainya. Pailit karena tidak mampu mambayar hutangnya.
4. sudah pernah magang selama enam bulan pada kantor maklar
5. mendapat rekomendasi dari Kadin.
Larangan untuk maklar
1. maklar yang bertindak sebagai pesuruh dengan hak perwakilan tidka boleh mempunyai hubungan kerja tetap dengan pengusaha (principalnya)
2. seorang hanya bisa menjadi maklar untuk 1 macam barang saja. Missal: maklar semen, surat berharga, maklar minyak bumi.
3. seorang maklar tidak diperbolehkan berdagang barang yang menjadi obyek perjanjian dengan principalnya
4. seorang maklar dilarang pula untuk bertindak sebagai penanggung (borg) dalam perjanjian-perjanjian yang diadakan dengan perantaranya.
Kewajiban maklar
1. mencatat semua persetujuan yang dibuat dengan perantaraannya dalam suatu buku harian
2. memberi salianan catatan-catatan itu kepada pihak-pihak yan gberkepentingan apabila dimintanya
3. menyimpan contoh barang sampai barang itu diserahkan atau diterima
4. dalam hal jual beli surat berharga, maklar harus bertanggungjawab atas keaslian dari tanda tangan dalam surat tersebut.
5. membuka buku-bukunya dalam perkara dimuka hakim dan memberikan keterangan atas buku tersebut.
pembuktian secara langsung berupa surat biasanya tak terpakai/tidak sah, tapi pembukuan harus.Pasal 1881
Sanksi maklar
1. apabila maklar melanggar aturan yang telah ditetapkan, maklar dapat diberhentikan sementara atau dipecat (pasal 71 KUHD)
2. jika maklar sudah dipecat, maka dia tidak akan pernah menjadi maklar dalam barang apapun.
Hak maklar
1. berhak atas komisi yang seharusnya diterima sesuai dengan perjanjian
2. berhak atas hak retensi; hak retensi adalah hak untuk menahan barang-barang yang dimiliki oleh principal yang masih berada di tangan maklar selama principal belum memenuhi kewajibannya untuk membayar komisi-komisi maklar.
• -komisioner (pasal 76-85 KUHD)
Komisioner adalah orang yang melakukan perusahaan (harus memiliki perusahaan) dengan mengadakan perjanjian-perjanjian atas nama firmanya dengan mendapat upah yang disebut dengan provisi atas perintah dan atas perhitungan orang lain (pasal 76 KUHD).
Komisioner melakukan perintah dari komiten untuk menjualkan barang-barangnya kepada pihak ketiga, komisioner bertanggungjawab kepada dirinya sendiri.
Komiten: yang memberikan perintah kepada komisioner.
Cirri-ciri komisioner
1. tidak ada syarat pengangkatan resmi dan penyumpahan sebagai halnya dnegan maklar
2. komisioner menghubungkan komiten dengan pihak ketiga atas namanya sendiri
3. komisioner tidak berkewajiban untuk menyebut nama komitennya
4. komisioner jug abertindak atas nama/ perintah pemberi kuasa (komiten).
Tanggungjawab komisioner lebih berat daripada perantara-perantara lain. Sehingga wajar komisioner akan mendapatkan reward/ komisi yang lebih besar daripada perantara lain.
Dalam perkembangannya, perusahaan lebih senang menggunakan komisioner untuk memasangkan produknya di masyarakat sudah dihandle oleh komisioner. Semakin berat beban komisioner maka semakin besar komisi yang dapat diterima.
Sifat hubungan komisioner dengan komiten
1. hubungan hukum pemberi kuasa dari komiten pada komisioner (Polak dan Volmar)
2. hubungan hukum perjanjian berkala (Molengraaf)
3. perjanjian pemberi kuasa khusus (Soekardono)
Kewajiban komisioner jual
1. menerima, menyimpan dan mengasuransi barang-barang milik prinsipalnya.
2. membayar ongkos-ongkos yang dikeluarkan untuk kepentingan barang-barang tersebut
3. menjual barang-barang tersebut dengan harga setinggi-tingginya
4. menagih pendapatan penjual danmengirimkan perhitungan-perhitungannya kepada prinsipalnya
5. membayar kepada principal netto proveno (pendapatan kotor setelah dipotong ongkos dan komisi)
Kewajiban komisioner beli
1. membelikan barang-barang untuk prinsipalnya dengan harga serendah-rendahnya
2. menyimpan dan mengasuransikan barang-barang yang dibeli
3. membayar harga barang-barang itu dan ongkos yang diperlukan dalam pembelian barang
4. mengirim barang yang disertai dengan faktur pembeliannya.
Hak komisioner
hak mendahului (privilege) terhadap barang-barang yang berada ditangannya untuk perhitungan piutangnya karena upah, biaya-biaya dari bunga yang sedang berjalan dari komitennya.
Privilege dapat dilakukan :
-barang disimpan/ditahan oleh komisioner
-menjual barang komiten dan isi piutang diserahkan kepada komiten
Keuntungan dengan komisioner
-komisioner bertindak atas namanya sendiri, maka segala resiko dipikul oleh komisioner
-persaingan semakin kecil akan sangat berpengaruh pada harga barang
-untuk perhubungan dalam perdagangan luar negeri
-secara tidak langsung komiten dapat mempergunakan modal /kredit dari komisioner.
• Notaris
Membantu perusahaan/pedagang dalam membuat perjanjian, yang notabene perjanjian bisa jadi bukti otentik maka kepastina hukum pasti akan terjamin (jika ada masalah/sengketa pada perusahaan itu). Akta: ditanda tangani notaries.
• Pengacara
Pengacara bisa mewakili pengusaha/perusahaan/principal dimuka hakim depan pengadilan apabila terjadi masalah-masalah.
Menurut Prof Soekardono, diantaranya ada pengacara dan notaries.
Hubungan hukum yang ada di luar perantara adalah hubungan menjalankan pekerjaan. Kedudukan hukum diantara kedua belah pihak adalah sejajar.
Did alam menjalankan pekerjaan ini, perantara akan mendapat provisi/komisi.
Hubungan hukum perantara di luar perusahaan
-mempunyai hubungan kerja
-kedudukannya sejajar
-imbalan yang didapat berupa komisi/provisi.
PEMBUKUAN (PASAL 6-12 KUHD)
Pembukuan mengalami dua kali perubahan, yaitu:
-perubahan pertama, melalui Stb. 1927 No. 146 tanggal 9 Juni 1927
-sebelum dikeluarkannya Stb. Ini, melalui pasal 6-7 KUHD pedagang harus membuat buku harian setiap hari dicatat segala macam penerimaan dan pengeluaran yang bersifat apapun juga.
Pembukuan: catatan-catatan kecil yang dilakukan oleh seorang pelaku usaha setiap hari dan kemudian ditaruh di dalam kantongnya. Seorang menjalankan perusahaan, ia diwajibkan memiliki pembukuan, kalau menjalankan pekerjaan tidak wajib memiliki pembukuan (notaries, dokter, dosen) tapi pedagang wajib punya pembukuan.
Pembukuan
• Setelah diadakan peruabahan pertama, melalui Stb. 1927 No. 146, maka pedagang diharuskan untuk membuat catatan mengenai harta kekayaannya, termasuk harta kekayaan yang ada di dalam perusahaan, serta mencatat apa yang menjadi hak dan kewajibannya
mengenai pembuktiannya, yan gmerupakan kontradiksi dari pembukuan.• Pasal 1131 dalam perusahaan sangat erat kaitannya dengan pasal 1131, 1132 KUHPerdata. Wajib 1881 KUHPerdata
• Perubahan kedua melalui Stb. 1938 No. 276, isitlah pedagang diganti dengan istilah “setiap orang yang menjalankan perusahaan-perusahaan”. Jadi diwajibkan bagi orang yang menjalankan perusahaan harus membuat pembukuan yang mencatat baik harta kekayaan pribadi maupun harta kekayaan perusahaan, serta apa yang menjadi hak dankewajiban para pihak.
Neraca
• Pasal 6 ayat (2) KUHD, setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan untuk membuat neraca
• Neraca adalah daftar yang berisikan semua harta kekayaan, serta harga dari masing-masing benda beserta segala hutang dan saldonya.
• Tenggang waktu berlakunya neraca dan pembukaan adalah 30 tahun (selain pembukuan daluarsanya adalah 10 tahun)
Kekuatan pembuktian catatan dan neraca
1. mempunyai kekuatan pembuktian bagi pengusaha
2. memberikan kebebasan kepada hakim untuk menilai catatan-catatan dan neraca untuk tiap-tiap kejadian yang konkret dengan kebijaksanannya untuk keuntungan bagi salah satu pihak (pasal 7 KUHD).
Sifat kerahasiaan pembukuan
• Pasal 5 ayat (1) KUHD, menyatakan bahwa pembukuan mempunyai sifat yang rahasia.
• Namun pada hal-hal tertentu kerahasiaan pembukuan dapat diterobos dengan cara:
-representation (pembukuan)
-communication (pemberitaan).
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN
Istilah urusan perusahaan berasal dari “HANDELSZAAK”. Purwosutjipto = urusan perusahaann sedangkan Soekardono = usaha perniagaan.
Pendapat dari Purwosutjipto lebih sering dipakai karena sekarang orang lebih mengenal bahwa seorang itu menjalankan suatu perusahaan bukan perniagaan meskipun keduanya maksudnya adalah handelszaak.
Pengertian urusan perusahaan
Segala macam urusan, baik yang bresifat materiil atau inmateriil yang termasuk lingkungan satu perusahaan. Dengan demikian urusan perusahaan adalah segala sesuatu yang berwujud benda dalam lingkungan perusahaan
Urusan yang bersifat materiil dan inmateriil dari perusahaan itu seperti:
-gedung-gedung
-peralatan kantor
-mesin-mesin (tak bergerak)
-piutang (berupa tagihan perusahaan kepada seseorang/debitur)
-nama perusahaan (identifikasi) menunjukkan identitas perusahaan tersebut. Gampang untuk mengetahui perusahaan bergerak dalam suatu bidang. Domisili erat kaitannya dengan nama seseorang. Dimana ia akan dihubungi jika ada masalah hukum.
-merek, Merk: berupa tanda gambar, huruf-huruf yang berkaitan dengan nama perusahaan tersebut.

-Paten: hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh seorang bukan karena diberikan secara Cuma-Cuma, namun diberikan pemerintah berdasarkan intelektual mereka menemukan sesuatu di bidang teknologi (temuan perusahaan).
Merk dan paten merupakan asset dari perusahaan dapat diperalihkan dengan cara lisensi (izin menggunakan merk dan paten 10 dan 20 tahun). Asset berharga dapat mendatangkan keuntungan dari perusahaan.
Merk dan paten (UU mengenai kekayaan intelektual)
-goodwiil (bagian urusan perusahaan) yaitu berupa sapaan (keramahan), tidak boleh cuek, goodwill bisa dijual bersama-sama perusahaan berupa en block. Bisa menarik relasi-relasi dari pihak-pihak konsumen agar pelanggan-pelanggan itu datang.
Urusan perusahaan dipandang dari sudut ekonomi
• Segala harta kekayaan dan usaha yang terdapat dalam lingkungan perusahaan yang digunakan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Meskipun dalam pelaksanaannya, perusahaan tak bisa lepas, perusahaan mengalami suatu kerugian.
• Jadi secara ekonomis, urusan perusahaan dapat memberi keuntungan dan dapat pula menimbulkan kerugian. Mengapa???
Seorang dokter melakukan tindakan medis dir s, apabila terjadi kesalahan dalam tindakan ini, siapa yang bertanggungjawab? Maka dokter melakukan perbuatan atas perintah dir s tersebut, sehingga dokter disini menjalankan pekerjaan, tanggungjawab dari dokter tersebut secarat anggung menaggung, RS ikut bertanggungjawab (tanggunggugat). Apabila dokter menjalankan menjalankan perusahaan di luar rumah sakit. Maka dokter itu harus mempunyai pembukuan, misalnya nama pasien, alamat, kondisi pasien, sudah tahu dari rekam medic terhadap pasien, melakukan tindakan di tempat prakteknya sehingga melakukan perusahaan. Apabila melakukan kesalahan secara pribadi dokter yang bertanggungjawab.
Urusan perusahaan dari segi hukum
• Berupa harta kekayaan yaitu segala benda yang dapat diperalihkan kepada pihak lain, baik sendiri-sendiri terpisah dari perusahaan-perusahaan maupun secara bersama-sama dengan perusahaan sebagai satu kesatuan.
• Jadi dari sudut hukum, urusan perusahaan belum tentu merupakan satu kesatuan, karena masing-masing urusan perusahaan mempunyai aturan sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lainnya, terutama dalam aturan penyerahannya. Mengapa demikian???
Secara hukum urusan perusahaan ini tidak sama dari segi ekonomi. Mengapa? Apa yang menyebabkan, harus bisa dianalisa dari segi hukum !
Kalau dari segi ekonmi semua urusan perusahaan tersebut dapat dialihkan secara enblock. Tapi dari segi hukum belum tentu demikian mengapa?
Karena saksi ahli hukum adalah orang-orang ilmiah yang tak bisa lepas dari membaca aturan hukum. Contoh : orang hukum yang dijadikan saksi ahli.
Dari pengertian urusan perusahaan tersebut, ternyata yang dimaksud sekarang ini dalam dunia usaha lebih dikenal sebagai “asset dan liabilities perusahaan”
• Asset sebagai aktiva/ kekayaan Yi
Semua pos yang terdiri dari harta, piutang, biaya yang dibayar terlebih dahulu, dan pendapatan yang masih harus diterima, property/ harta benda yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum
• Liabilities sebagai pasiva Yi
Semua pos pada sisi kredit neraca yang terdiri dati utang, modal saham, atau unsure-unsur semacam itu, pendapatan yan gditerima lebih dahulu, dan ongkos-ongkos yang masih harus dibayar.
Urusan perusahaan menyangkut tentnag harta kekayaan dan utang piutang adalah asset, asset adalah harta yang sudah ada/harta yang direncanakan aka nada dari pengeluaran-pengeluaran yang berupa pemasukan-pemasukan.
Suatu perusahan berbadan hukum, modalnya berasal dari saham, saham merupakan modal perusahaan yang dimiliki oleh para pendiri. Modal ini terdiri dari 3 saham:
-saham yang disetor
-saham yang ditempatkan
UU No. 40 Th. 2007, 25% dari rencana modal awal dari perusahaan harus sudah disetor dan ditempatkan, minimal 50juta apabila perusahan sudah go public, maka modal-modal penjualan saham di bursa efek. Makin bagus kredibilitas perusahaan, makin besar minat investor mananm modal di perusahaan tersebut.
Wujud urusan perusahaan
1) Benda tetap (benda tidak bergerak)
tanah, kapal laut terdaftar dan pesawat udara terdaftara. berwujud
hak tanggungan atas tanah, hipotik kapal laut, hipotik pesawat udara)b. tidak berwujud
2) Benda bergerak
mobil, barang dagangan, peralatan kantora. berwujud
piutang gadai, nama perusahaan, merek, paten dan goodwillb. tidak berwujud
3) Bukan benda
Berupa : utang, langganan rahasia perusahaan dan relasi.
modal didapat pemerintah yang bersumber dari kekayaan Negara.Apabila perusahaan tersebut menambah modal, dengan mengangunkan, menjaminkan asset-aset tersebut, maka disini pembebanannya akan berbeda dari asset yang satu dengan yang lain karena perusahaan yang UU. No. 9 th. 1969
illegal (dalam urusan perusahaan).SIUP
Mengapa benda tetap berwujud dalam hal ini dikategorikan benda berwujud dan bagaimana pembebanan tersebut apabila dipakai sebagai jaminan utang???( tanah, kapal laut terdaftar dan pesawat udara terdaftar).
Benda tetap berwujud: benda yang dapat kita lihat, bentuk nyata, tapi benda-benda dialihkan harus melalui suatu proses berupa “akta”. Tanah yang mengeluarkan izin adalah notaries, kapal laut (syahbandar), pesawat udara yang mengeluarkan izin adalah Departemen Perhubungan CQ (bersama…). Jika pesawat udara yang memberikan izin direktoral jenderal perhubungan udara.
Goodwill merupakan salah satu unsure dari urusan perusahaan dan termasuk dalam kelompok benda bergerak tidak berwujud (inmateriil). Mengapa?
• Karena goodwill tersebut menunjukkan kemajuan perusahaan dan bukan kemunduran perusahaan. Goodwill merupakan “nilai lebih”/ meerwarde dimiliki perusahaan sebagai satu kebulatan hasil kegiatan usaha, dibandingkan dengan jumlah nilai seluruh benda yang merupakan urusan perusahaan.
• Goodwill daapt dipindahtangankan bersama urusan perusahaan yang dapat menjelma berupa laba/keuntungan yang “balans”(neraca), dan bukan kerugian.
• Goodwill sebagai urusan perusahaan dapat dialihkan dijual pada perusahaan-perusahaan yang berminat karena akan mendapatkan laba yang balans dalam neraca perusahaan.
Goodwill sebagai urusan perusahaan dapat terjadi
1. hubungan baik antara perusahaan dan para pelanggan/konsumen
2. manajemen perusahaan yang baik, sistematis dan efisien
3. tempat perusahaan/penjualan yang strategis
4. iklan yang tepat dan menarik para langganan/konsumen
5. hasil produksi yang bermutu itnggi, memenuhi selera konsumen dengan harga yang layak
6. pelayanan dari staf/karyawan perusahaan yang menarik dan memuaskan para langganan/konsumen
Goodwill dapat membuat perusahaan menjadi terkenal dan dipercaya. Bagi perusahaan go public akan dapat meningkatkan agio sahamnya.
Penjualan urusan perusahaan
Urusan perusahaandapat dijual secara “en bloc” (bersama-sama, sehingga merupakan satu kesatuan).
• Dasar hukum secara khusus mengenai en bloc tidak diatur, tapi dapat mengacu pada:
- Pasal 1573 KUHPerdata yang memperbolehkan penjualan harta warisan tanpa perincian
penanggungan (borrtocht) hak istimewa, hak hipotik.- Pasal 1533 KUHPerdata: penjualan piutang berikut segala sesuatu yang melekat padanya
meskipun urusan perusahaan dapat dijual secara en bloc apakah benda-benda sebagai wujud urusan dapat diserahkan secara en bloc? Mengapa dan apa sebabnya?
Cara penyerahan/peralihan urusan perusahaan
1. benda bergerak
a. berwujud pasal 612 KUHPerdata dari tangan ke tangan
b. piutang atas nama dengan cessie/bisa autentik/ di bawah tangan untuk memindahtangan untuk memindahkan piutang tersebut dan diberitahukan pada debitur
c. piutang atas bawa/aan order dari tangan ke tangan
d. piutang atas pengganti dilakukan dengan penyerahan surat tersebut disertai endosemen
e. kendaraan bermotor dilakukan dengan balik nama dan penyerahan kendaraan tersebut.
2. benda tidak bergerak
dilakukan dengan akta balik nama.tanah, gedung, pabrik dan semua yang melekat diatasnya
PPATTanah
syahbandarKapal laut
direktorat jendral perhubungan udara.Kapal udara
Wesel:berupa surat tagihan dari anda pada pihak penerbit, wesel ada tenggang waktu pembayaran, sebelum itu anda membutuhkan tanda, dalam wesel membubuhkan tanda tangannya atas wesel akan diserahkan pada seorang (endosemen).
Cessie: penyerahan secara nyata (surat secara langsung)
WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1982DAFTAR PERUSAHAAN
Dengan dikeluarkannya UU No. 3 tahun 1982, maka setiap orang/badan yang menjalankan perusahaan menurut hukum “wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya yang harus dilakukan”
Daftar perusahaan menurut pasal 1 huruf a UU WDP: merupakan daftar catatan resmi yang diadakan berdasarkan UU WDP atau peraturan pelaksanaan lainnya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.
Daftar perusahaan merupakan daftar informasi umum berdasarkan ketentuan undnang-undnag. Setiap perusahaan yang melakukan suatu kegiatan usaha dengan bentuk usaha apapun wajib melakukan pendaftaran dalam “Daftar Perusahaan”
Manfaat/arti penting daftar perusahaan
Bagi pemerintah:
-akan memudahkan untuk sewaktu-waktu mengikuti secara seksama keadaan dan perkembangan sebenarnya dari dunia usaha di wilayah RI
-dari informasi ini pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat dalam perdagangan untuk mengamankan pendapatan Negara. Contoh: tabung gas elpiji 3 kg.
Bagi pengusaha
-untuk mencegah dan menghindari praktek dan usaha yang tidak jujur
-untuk mendidik pengusaha untuk bersikap jujur dan terbuka sehingga memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Contoh: kakap merah yang diberi pewarna, tahu formalin
Bagi masyarakat:
-pihak yang berkepentingan dengan mudah melihat dan mengetahui identitas suatu perusahaan
-masyarakat dilindungi dari perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggungjawab.
Wajib daftar perusahaan pasal 5 UU WDP
Setiap perusahaan wajib didaftar dalam daftar perusahaan, Yi setiap perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara RI, menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
Bentuk perusahaan yang wajib didaftarkan adalah
Badan hukum, koperasi, persekkutuan, perorangan, dan perusahaan lainnya.
Pengecualian kewajiban mendaftar bagi perusahaan seperti pasal 6 UU WDP
- Perusahaan Negara Jawatan (Perjan)
- Perusahaan kecil perorangan yang dijalankan sendiri dengan anggota keluarganya dan tidak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum /persekutuan
Bagaimana akibat hukumnya bilamana kewajiban untuk mendaftarkan perusahaannya?
• Dapat dikenakan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 32,33,34 dan 35 UU No. 3 tahun 1982.
tindakan ini dikategorikan kejahatan.• Pasal 32: barang siapa yang dengan sengaja/karena kelalaiannya tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan perusahaannya diancam dengan pidana penjara 3 bulan/denda Rp. 3 juta
tindak pidana pelanggaran.• Pasal 33: barang siapa menyuruh/melakukan pendaftaran secara keliru/tidak lengkap dalam daftar perusahaan diancam pidana kurungan 3 bulan/denda setinggi-tingginya Rp. 1.500.000
tindak pidana pelanggaran• Pasal 34: barang siapa tidak memenuhi kewajibannya menurut undnag-undnag ini untuk menyerahkan persyaratan keperluan pendaftaran diancam kurungan 3 bulan/denda Rp. 1.000.000
• Pasal 35: apabila tindak pidana dalam pasal 32, 33, dan 34 dilakukan oleh badan hukum, maka penuntutan pidana dikenakan dan dijatuhkan terhadap pengurus/pemegang kuasa dari badan hukum itu.
NAMA PERUSAHAAN
Nama perusahaan adalah lazim dimiliki perusahaan tersebut, karena setiap perusahaan mempunyai nama sendiri-sendiri.
Mengapa?
Karena nama inilah yang membedakan antara perusahaan yan gsatu dengan perusahaan yang lain,s ehingga dnegan nama tersebut perusahaan itu mempunyai nama pribadi sebagai perusahaan tertentu yang berbeda dengan perusahaan lainnya, yang sejenis.
Jadi nama perusahaan ini merupakan nama/firma dengan mana sebuah perusahaan menjalankan perusahaannya.
Nama perusahaan adalah untuk membedakan perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain.
Merek adalah untuk membedakan barang yang satu terhadap barang yang lainnya yang sejenis.
Nama perusahaan erat kaitannya dengan bentuk-bentuk perusahaan dan juga terkait dengan wajib daftar perusahaan, diantaranya:
1. perusahaan perseorangan
2. badan usaha
a. perusahaan yang berbadan hukum
- Perseroan Terbatas/PT
- Perusahaan Perseroan (PT. Persero)
- Koperasi
b. perusahaan yang tidak berbadan hukum
- Persekututan Perdata/Maatschap pasal 1618 KUHPerdata
- Persekutuan Firma/Fa. Apsal 16, 17, 18, 22, 23 KUHD
- Persekutuan Komanditer/CV. Pasal 19, 20, 21 KUHD
Khusus untuk badan usaha milik Negara (BUMN) berdasarkan undang-undang No. 9 Tahun 1969 diklasifikasikan dalam bentuk 3 perusahaan yaitu:
1. Perusahaan Jawatan/Perjan
2. Perusahaan Umum/ Perum
3. Perusahaan Perseroan/Persero
JUAL BELI PERUSAHAAN/PERNIAGAAN (HANDELSKOOP)
Pengertian jual beli:
Buku III Bab V KUHPerdata pasal 1457 menentukan jual beli adalah suatu persetujuan dimana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda dan mpihak yang lain/pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga benda sebagai yang sudah diperjanjikan.
Menurut Zeylemaker, jual beli perusahaan adalah suatu perjanjian jual beli sebagai perbuatan perusahaan, yakni perbuatan pedagang/pengusaha lainnya yang berdasarkan perusahaannya/jabatannya melakukan perjanjian jual beli.
Vriqwaren
Kekhususan perjanjian jual beli perusahaan
Perjanjian jual beli perusahaan bersifat khusus letak kekhusussannya:
1. jual beli perusahaan merupakan suatu perbuatan perusahaan. Menurut Polak perbuatan semacam ini adalah perbuatan yang direncanakan terlebih dahulu, tentang untung dan ruginya serta segala sesuatunya dicatat dalam pembukuan.
2. pihak dalam perjanjian adalah pengusaha/orang atau badan hukum yang menjalankan perusahaan
3. barang yang menjadi obyek adalah barang dagangan
4. pengangkutan merupakan sarana utama
5. selalu diikuti oleh syarat-syarat (beding) contoh syarat : f.a.s (free alongside ship), f.o.b (free on board).
Peraturan jual beli perusahaan
• Waisaw oxford Rules 1928-1932 yang mengatur mengenai beding cost Insurance and freight (CIF)
• Inco-Term 1953-1980
• UPCP (Uniform Customs and Practice for Documentary Credits) 1962-1974. UCP 500-1983.
Hubungan jual beli perusahaan dengan ekspor-impor
Perikatan yang timbul dari perjanjian jual beli perusahaan yang telah ditutupi ada 2 unsur yang mengikutinya.
1. ekspor-impor adalah perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli
2. adanya pembayaran (menggunakan lalu lintas DEVISA). Contoh Letter of Credit
Terjadinya perjanjian jual beli perusahaan
- Sifat hukum jual beli perusahaan adalah konsensual, tetapi untuk sahnya harus segera dibuatkan akta
- Kontrak baku merupakan UU bagi jual beli perusahaan dasarnya pasal 1338 ayat (1), asal tidak bertentangan dnegan pasal 1335 dan 1337 KUHPerdata.
Syarat sahnya kontrak baku:
kebebasan berkontrak (asas pacta sunt servada).Kapan sahnya kontrak baku? Sejak saat ditandatangani kontrak tersebut oleh pihak yang memerlukan/pembeli, dasar hukumnya pasal 1338 ayat(1)
Pasal 1335 KUHPerdata: “ Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang dibuat karena suatu sebab palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum”
Pasal 1337 KUHPerdata:”suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang” atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”
Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata:” semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”
Beralihnya resiko dalam jual beli perusahaan
Tergantung dari syarat-syarat dalam perjanjian antara lain:
1. Beding free on board (fob)
Beralihnya resiko: setelah barang tersebut dari penjual ke pembeli diletakkan di atas kapal.
2. Beding free Alongside (fas)
Pihak penjual hanya berkewajiban/bertanggungjawab untuk menyerahkan barang-barang sampai di sisi kapal (pelabuhan pemuatan)
3. Beding Cost, Insurance and Freight (CIF)
Segala biaya dari gudang penjual sampai di gudang Negara pembeli menjadi tanggungjawab penjual. Kenapa penjual mau menanggung asuransi tersebut? Karena kalau barang-barang sudah diasuransikan, resiko beralih pada pihak asuransi.
4. Beding Cost and Freight
Segala biaya asuransi menjadi tanggungan pihak pembeli
5. Beding NEtto Uitgelevererd Gewicht (nug)
Berdasarkan berat bersih. Jual beli gula, beras, kopi dll. Missal: kita membeli beras di Thailand (100 ton) karena mengalami penyusutan selama pengangkutan (10 ton), maka kita hanya membayar berat bersih saja yaitu 90 ton.
6. Beding Loko (gudang penjual)
Penjual tidak menanggung semmua biaya dari gudang penjual. Syarat loco: penjual bebas dari biaya sejak barang tersebut dikeluarkan dari gudang
7. Beding Franko (bebas) dibelakang kata ini selalu ada kata lain, missal: nama tempat, dsb, franco kapal: bebas dari pengankutan kapal. Franko (bebas).
DOKUMEN DALAM JUAL BELI PERUSAHAAN
1. konosemen(cognosemen/bill of lading adalah dokumen utama diikuti oleh dokumen penunjang, seperti: faktur/invoice, polis asuransi, certificate of origin, packing list, weight list.
Dokumen utama adalah bill of lading yang selalu diikuti dokumen-dokumen penunjangnya. Dalam jual beli selalu diikuti oleh asuransi yang dibebankan tergantunga kesepekatan, apakah penjual atau pembeli yang menanggung asuransi.
2. Ceel: memberikan hak untuk diserahkannya barang-barang tertentu dari suatu gudang.
3. Volgbriefje: perintah dari orang yang berhak atas suatu persediaan barang kepada veem/gudang
4. Delivery Order: sifatnya sama dengan volgbriefje, yakni memberikan hak untuk diserahkannya sejumlah muatan yang dimasukkan dalam suatu kapal.
Pembayaran harga barang
Pasal 1457 KUHPerdata merupakan kewajiban pembeli membayar harga barang tersebut.
Dalam jual beli perusahaan, pembayaran disertai syarat-syarat yang ditetapkan dalam perjanjian.
a. Cara pembayaran:
- Dengan kredit berdokumen (Letter of Credits)
pembayaran secara tunai- Cash Payment
membayar lewat bank penjual- Cash Devisa
b. tempat pembayaran: umumnya melalui bank devisa
c. saat pembayaran, sesudah dokumen diserahkan kepada bank devisa.
o Dalam jual beli biasa para pihaknya adalah penjual dan pembeli.
o Dalam jual beli perusahaan, pihaknya :
- Penjual disebut dnegan penikmat
- Pembeli disebut dengan pembuka kredit
- Issuing bank adalah bank yang akan membayar
Dalam jual beli perusahaan ada 2 hubungan hukum:
1. hubungan antara pembeli dan penjual dalam perjanjian jual beli perusahaan
2. hubungan antara pembuka kredit, bank penerbit kredit dan penikmat dalam perjanjian kredit berdokumen.
Meskipun perjanjian yang kedua ini timbul berdasarkan perjanjian yang pertama, tetapi hubungan yang timbul dari kedua perjanjian itu mempunyai kehidupan sendiri-sendiri sehingga kedua hubungan tersebut tidak ada hubungan sebab akibat.
Penerbit letter of credits dasarnya adalah kepercayaan terhadap pihak nasabahnya. Advising bank tidak boleh takut rugi. Advising pembuka kredit harus membayar atas letter of credits, jika pembeli meninggal dunia, maka ahli waris yang membayar.
Penjual rugi jika LC dicabut oleh pembeli/pembuka kredit karena tidak mau membayar, padahal barang sudah ada di tangan pembeli. Maka dari itu pihak penjual tidak mau menggunakan LC yang bisa dicabut.
Jikaterjadi sengketa antara penjual dan pembeli, maka tidak akan menggunakan jasa pengadilan negeri, oelh karena itu diselesaikan lewat arbitrase/peradilan perwasitan. Mereka tidak menggunakan negosiasi, karena jasa wasit benar-benar ahli di bidangnya.melepaskan yurisdiksi/wewenang dari pengadilan di Negara-negara masing-masing ppihak (perbuatan ekspor-impor yang telah ditutup)
Mengapa menggunakan perwasitan???
-waktunya cepat
-bisa memenuhi kepuasan penjual dan pembeli
-dalam 6 bulan wasit harus bisa mengambil keputusan, jika tidak maka wasit dikenakan denda
Setelah terjadi sengketa, baru memilih arbitrase yang disebut “AKTA KOMPROMIS”
Jual beli perusahaan bersifat khusus
Ketentuan dalam buku 3 tidak bisa dipergunakan, karena hanya mengatur jual beli biasa, tidak ada syaratnya.
Jual beli perusahaan merupakan suatu perbuatan perusahaan, para pihaknya adalah para pengusaha/mereka-mereka yang bertindak atas nama perusahaan. Barang-barang yang diperjualbelikan adalah barang-barang dagangan, hanya saja sarana angkutan yang dipakai adalah angkutan laut bserta syarat-syarat yang mengikutinya. Karena itu dikatakan jual beli bersifat khusus, disertai dengan kontrak baku.
Jual beli biasa, menyendirikan, dalam perbuatan beralihnya resiko, saat itulah terjadi penyerahan secara hukum. Setelah disendirikan, barulah diikuti syarat-syarat fob, fas, (6 syarat).
HUKUM SURAT BERHARGA
Dalam lalu lintas pembayaran para pengusaha atau pebisnis selalu menginginkan segala sesuatunya bersifat praktis dan aman.
Praktis: dalam setiap transaksi, para pihak tidak perlu membawa mata uang dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran, melainkan cukup dengan mengantongi sepucuk surat berharga saja.
Aman: tidak setiap orang yang tidak berhak dapat menggunakan surat berharga tersebut, karena pembayaran dengan surat berharga memerlukan cara-cara tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata uang, apalagi dalam jumlah besar, banyak sekali kemungkinan timbul bahaya/kerugian.
Pengertian surat berharga
• Surat berharga /waarde papier
Surat yang oleh penrbitnya sengaja diterbtkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayran sejumlah uang, tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yan gdidalamnya menngandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.
• Surat berharga mempunyai harga/Nilai (Papier Van Waarde)
• Surat ini diterbitkan bukan sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang, melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang tersebut di dalamnya. Surat ini tidak dapat diperjualbelikan dan juga bukan untuk pembayaran.
Fungsi surat berharga ada 3 yaitu:
1. sebagai alat pembayaran
2. sebagai alat bukti untuk memindahkan hak tagih dengan cara mudah dan sederhana
3. sebagai surat bukti hak tagih/legitimasi.
Dalam surat berharga selalu ada 2 klausula:
1. kalusula atas tunjuk/aan toon der: penyerahan suratnya
2. kalusula pengganti/aan order: peralihan kepada pemegang berikutnya dilakukan dengan “endosemen dan penyerahan suratnya”
Scheltema menggolongkan surat atas tunjuk dan atas pengganti menjadi 3 yaitu:
1. Zaken Rechtelijke Papieren: surat-surat yang bersifat hukum kebendaan
penyerahan barang yang tersebut di dalamnya.Isi perikatan dasarnya adalah untuk menyerahkan barang yang tersebut dalam surat itu. Akibat hukum penyerahan surat-surat itu kepada pihak lain
2. Lidmaatschaps Papieren: surat-surat keanggotaan dari suatu persekutuan
Isi periaktan dasarnya ialah hak-hak tertentu yang diberikan oelh persekutuan kepada pemegangnya.
3. Schuld Vorderings Papieren: surat-surat tagihan hutang
Isi perikatan dasarnya ialah untuk membayar sejumlah uang artinya: pemegang surat itu berhak mendapatkan pembayaran sejumlah uang yang tersebut di dalamnya dari penandatanganan.
Dapat disimpulkan bahwa: timbulnya kewajiban membayar dengan menerbitkan surat berharga itu disebabkan karena adanya perjanjian lebih dahulu antara pihak-pihak/sehingga perjanjian tersebut adalah menjadi dasar terbitnya surat berharga yang menjadi “perikatan dasarnya” tanpa ada perikatan dasar, tidak mungkin diterbitkan surat berharga. Sehingga penerbitan surat berharga itu bukanlah perbuatan yang brdiri sendiri lepas dari perikatan dasarnya.
Dasar hukum mengikat surat berharga antara penerbit dengan pemegang
“Perikatan dasar” menjadi latar belakang diterbitkannya Surat berharga oleh penerbit sebagai pemenuhan isi perjanjian. Persoalan seperti ini tidak akan menemukan masalah, kaena antara penerbit dengan pemegang surat berharga tersebut ada perikatan dasar yang menjadi dasar surat berharga tersebut diterbitkan. Persoalan akan timbul apabila antara penerbit dengan pemegang I mengalihkannya kepada pihak lain sesuai dengan fungsi surat berharga tersebut.
Terhadap masalah tersebut untuk penyelesaiannya para sarjana mengemukakan 4 teori:
Einert dan Kuntze1. teorikreasi
Menurut teori ini yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat berharga antara penerbit dengan pemegang adalah “perbuatan menanda tangani” surat berharga itu, sehingga perbuatan inilah yang menciptakan perikatan antara penerbit dengan pemegang itu, sehingga penerbit pertanggungjawab untuk membayarnya, walaupun tanpa perjanjian dengan pemegang berikutnya.
Perbuatan menandatangani adalah perbuatan sepihak sehingga tidak mungkin menimbulkan perikatan, karena untuk timbulnya perikatan harus ada dua pihak yang mengadakan persetujuan, sebab tanpa persetujuan tidak mungkin ada kewajiban.
Grunhut2. teori kepantasan
Teori ini masih berdasarkan teori kreasi, tapi dengan pembatasan. Adapun pembatasan yang dimaksudkan penerbitannya bertanggungjawab atau teriakt pada pemegang yang memperoleh surat berharga. Pantas yakni pantas menurut cara yan glazim yang diakui oleh masyarakat, dan dilindungi oleh hukum.s ehingga pemegangnya diaktakan sebagai “pemegang yang jujur”
Thol3. teori perjanjian
Menurut teori ini yang menjadi dasar mengikatnya surat berharga antara penerbit dengan pemegang adalah “suatu perjanjian” yang merupakan perbuatan 2 pihak yaitu penerbit yang menandatangani dan pemegang pertama yang menerima surat berharga itu. Dalam perjanjian disetujui bahwa jika pemegang I mengalihkan surat itu kepada pemegang berikutnya, penerbit tetap terikat untuk membayar/bertanggungjawab untuk membayar.
Land4. teori penunjukan
Menurut teori ini dasar hukum mengikatnya surat berharga ini antara penerbit dengan pemegang adalah “perbuatan penunjukan surat itu kepada debitur” debitur yang pertama adalah penerbit, kepada siapa surat berharga tersebut disuruh dipertunjukkan pada hari bayar. Sejak itulah timbul perikatan. Dan penerbit selaku debitur wajib membayarnya. Teori ini tidak sesuai dengan fakta dan terlalu jauh bertentangan dengan UU Perikatan.
Sejarah pengaturan surat berharga
1. menurut hukum Perancis:
Sarjana hukumPerancis Pothier dan Domat mengatakan “bahwa perjanjian wesel adalah perjanjian penukaran uang atau (contract de change).
Konsekuensi dari pendapat ini, jika ada dari pendapat ini jika ada cacat yang mengakibatkan batalnya perjanjian yang menjadi dasar penerbitan surat wesel, maka pemegang surat wesel tidak berhak atas pembayaran wesel tersebut.
2. menurut sistem German
dengan adanya surat wesel itu para pihak dianggpa melepaskan diri dari perikatan dasarnya. Ajaran ini disebut: ajaran abstraksi.- pendapat sarjana German Einer dan Thol surat wesel yang diterbitkan itu terlepas dari perikatan dasarnya
Konsekuensi dari ajaran ini, jika ada cacat yang mengakibatkan batalnya perikatan dasar maka pemegang surat wesel tetap berhak atas pembayaran surat wesel itu, dan tersangkut harus membayarnya.
3. menurut sistem Inggris
dengan menolak ajaran abstraksi sistem Jerman dan memperhatikan perikatan dasar yang menjadi latar belakang pSistem inggris ini dapat diketahui dari Undang-Undang yang berdasarkan pada rancangan Undang-Undang yang disusun oleh: Sir Machenzie D. Chalmers. Sistem inggris merupakan jalan tengah antara sistem Prancis dan sistem Jermanenerbitan surat wesel itu, serta memberikan perlindungan kepada pemegang surat wesel yang jujur, walaupun ada cacat pada perikatan dasar yang menjadi latar belakang penerbitan surat wesel itu.
Usaha penyeragaman
Dalam perkembangan selanjutnya, tiga macam sistem pengaturan surat ini makin lama menuju kepada pendekatan dan persamaan satu sama lain,s ehingga perbedaaan yang prinsipil makkin dikurangi.
Pengaturan surat berharga dalam Buku I title 6 dan 7 KUHD:
1. pengaturan tentang surat wesel dalam buku I title 6 dari bagian satu sampai dengan bagian kedua belas.
2. pengaturan tentang surat sanggup dalam buku I titel 6 bagian ke tiga belas
3. pengaturan tentang cek dalam buku I titel 7 bagian ke 1 s/d bagian 10
4. pengaturan tentang surat kwitansi atas tunjuk dan promes atas tunjuk dalam buku I titel 7 bagian kesebelas.
Pengaturan surat berharga
1. Di dalam buku KUHD
a. wesel (Bab VI bagian 1-12)
pengertian:
di dalam perundang-undangan tidak ada diatur mengenai pengertian wesel. Dari asal katanya wesel berasal dari kata wissel (Belanda) Bill of Exchange (Inggris) yang berarti alat tukar menukar (uang). Dari ketentuan pasal 100 KUHD yang memuat syarat-syarat formal wesel dapat disimpulkan bahwa wesel adalah:
surat yang memuat kata wesel yang diterbitkan pada tempat dan tanggal tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan syarat kepada tertarik untuk membayar sejumlah uang yang tertentu kepada pemegang syarat itu/penggantinya pada tanggal dan temapt tertentu.
Syarat wesel (pasal 100 No. 4 KUHD)
a. penerbit
b. peritnah tanpa syarat
c. tertarik/tersangkut
d. pemegang
e. pengganti
f. tanggal dan tempat ditariknya wesel.
Contoh wesel:
No. X Denpasar, 30 Juli 2010
Wesel

Atas penunjukan wesel ini bayrlah kepada Tuan Nugroho atau Penggantinya di Surabaya uang sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)


Kepada tanda tangan
Bank Rakyat Indonesia
Cabang Surabaya Agung

Syarat wesel:
1. nama wesel
2. contoh kata syarat : bayarlah
3. nama orang yang harus membayarkannya= Agung
sama dnegan cek4. kapan wesel itu ditunjukkan pada saat itu harus dibayar, surat ditunjukkan besok, dibayar hari senin
Tuan Nugroho.5. penetapan temapt dimana wesel itu dibayar atau yang membuat endosemen
6. nama orang yang ditunjuk padanya pembayaran itu harus dilakukan =Nugroho
7. tanggal dan tempat surat wesel ditarik (di denpasar)
8. tanda tangan penerbit (agung)
Syarat-syarat membedakan wesel dengan cek, ada penggantinya. Apabila pasal 100 KUHD tak terpenuhi, tidak dapat diberlakukan sebagai wesel kecuali:
1. tidak ada penetapan hari bayar, maka surat wesel harus dibayar pada saat ditunjukkan
pengecualian2. kalau tak ada penetapan tempat, dimana wesel itu harus ditarik, maka dianggap wesel itu harus ditarik di samping nama penerbit. (pasal 101 ayat 1 KUHD)
Personil-personil wesel(yang terlibat dalam lalu lintas wesel)
1. penerbit ;Agung
BRI2. tertarik/tersangkut
Tuan Nugroho3. pemegang atau penerima pertama
BRI cabang Surabaya4. Akseptan
orang yang menerima peralihannya di Surabaya5. Pengganti
Nugrohoorang yang mengalihkan wesel itu kepada pemegang berikutnya6. Endosan
akseptasi.akseptan, lembagaPihak /orang yang menyetujui membayar wesel itu pada hari bayar
Bentuk-bentuk wesel
Dilihat dari hari bayarnya berdasarkan ketentuan pasal 132 KUHD ada berapa macam bentuk wesel:
1. Zicht Wesel (wesel atas penglihatan) surat wesel yang harus dibayar kalau diperlihatkan kepada tertarik. Contoh “atas penunjukan surat ini”
2. Nazicht Wesel (wesel sesudah penglihatan): surat wesel yang harus diabayr pada waktu tertentu setelah penerbitan wesel itu. Contoh: “sebulan setelah penglihatan wesel ini” 3.Date Wesel(wesel sesudah penanggalan): surat wesel yang harus dibayar pada waktu tertentu setelah penerbitan wesel itu. Contoh “sebulan setelah pemabyaran wesel ini” diterbitkan 28 agustus 2010, bayar.
4. Dag Wesel (wesel penanggalan): surat wesel yang harus dibayar pada hari dan tanggal yang sudah ditentukan dalam wesel itu. Contoh “pada tanggal 2 Agustus 2010, bayarlah wesel ini”
Bentuk wesel dilihat dari kepentingan penerbitnya:
1. wesel atas pengganti penerbit
2. wesel atas penerbit sendiri
3. wesel untuk perhitungan orang ketiga
4. wesel incasso
5. wesel domisili.
akseptasi
akseptasi (accept=Perancis)=menyanggupi. Akseptasi berarti pernyataan kesanggupan dan tertarik untuk membayar wesel itu pada hari bayar.
Cara mengakseptasi wesel: menulis perkataan “diakseptir” dan ditandatangani dibagian belakang wesel. Atau ditandatangani saja di bagian muka wesel.
endosemen
endosemen (endossement=Perancis) berarti pernyataan yang ditulis pada surat berharga yang maksudnya untuk memindahkan hak tagih dan pemegang kepada pemegang berikutnya.
Caranya: dengan menulis suatu pernyataan pada surat wesel itu atau pada lembaran sambungannya, atau pada turunan wesel dan ditanda tangani oelh pemegang yang memindahkan hak tagihnya itu kemudioan penyerahan suratnya.
Pihak yang memindahkan hak tagihnya itu disebut endosan. Dan pihak yang menerima peralihan itu disebut endorse.
Ada beberapa macam endosemen yang dikenal dalam surat-surat berharga, yaitu:
1. endosemen biasa: endosemen yang hanya memuat nama orang yang menerima peralihan. Contoh:bagi saya kepada Tuan Agung. Nugroho mengalihkan wesel itu kepada Tuan Agung. Endosemen biasa ada kata “atau penggantinya”. Tuan Agung tak boleh mengalihkan/mengendosemenkan lagi (tidak memperbolehkan secara tegas endosemen baru).
2. endosemen blanko: hanya blanko kosong saja.
3. endosemen incasso: ada kata “incasso”
4. endosemen gadai/jaminan

b. surat sanggup (Bab VI bagian 13)
c. Cek (Bab VII bagian 1-10b)
surat cek pasal 178 KUHD (cheque). Adapun syarat-syarat formal cek yaitu:
1. nama cek dalam bahasa yang digunakan cek itu.
2. perintah tanpa syarat
3. nama orang yang harus membayar (tertarik/tersangkut)
4. penetapan tempat dimana cek itu dibayar
5. tanggal dan tempat cek itu dibayar
6. tanda tangan penerbit cek.
hanya bank, tak bisa pihak yanglain.Penerbitan blanko cek
Cek tidak perlu dilakuakn akseptasi.
70 hari/beredar selam 2 bulanUmur cek
bisa beredar sampai 1 tahun.Umur wesel
• Pasal 180 KUHD: dana sudah harus tersedia pada saat cek itu diterbitkan.
• Meskipun tidak ada dana, tapi surat itu tetap diberlakukan sebagai cek (disebut cek kosong) ada konflik norma.
Dalam surat cek ada 2 tanggal:
2 september (diuangkan)-tanggal cek
1 september-tanggal terbit cek
Jika kita menulis pada tanggal 31 Juli, agar cek tidak kosong karena belum ada dana di bank, maka tanggal cek harus ditulis 2 september, tanggal 1 september, baru memasukkan dana ke bank. Ini disebut cek mundur/ cek bertanggal maju.
Deposito berjangka harus dalam bentuk GIRO.
Pasal 190a: memberikan keluwesan pada saat cek ditunjukkan dana harus sudah tersedia.
Macam-macam cek:
1. cek perjalanan
2. cek bertanggal maju/cek mundur
3. cek perhitungan
4. cek silang.

d. Promes dari kwitansi atas tunjuk (Bab VII bagian 11)
2. Di Luar KUHD
a. Bilyet Giro (BG), diatur dalam SEBI No. 4/670/UPPB/Pb.B tanggal 24 Januari 1972 SEBI tersebut sudah diganti dengan surat keputusan Direksi Bank Indonesia tentang bilyet giro No. 28/32/Kep/Dir 1995 dan SEBI No. 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995 prihal bilyet giro, dan berlaku secara efektif tanggall 1 November 1995.
b. Credit Card atau Master Charge (kartu kredit)